✡09

5.6K 891 161
                                        

Dinginnya suhu malam hari yang menerpa epidermis yang terbuka tidak menghentikan gerak langkah tungkaiku menapaki jalanan di pertengahan malam. Hembusan udara yang menguar lepas dari hidung maupun bibirku membentuk kepulan asap. Pun jalanan dengan cahaya temaram yang tidak terlalu terang mengiringi setiap langkah tanpa skeptis. Dan beberapa gonggongan anjing terdengar menyeramkan memasuki gendang telinga kendati bunyinya samar-samar. Tapi aku memilih apatis, sebab ada hal penting yang lekas aku lakukan.

Hanya karena presensi Min Yoongi, aku berlaku demikian. Min Yoongi membuat ulah di bar.Dan aku baru saja mendapat telepon dari seseorang yang tersengal kesal dengan nada ketus yang dia miliki.

Setelah tubuhku berada di tengah-tengah kerumunan manusia berbeda usia,  meliuk-liuk mengikuti irama musik yang memekakkan telinga, mataku fokus mencari manusia berkulit pucat—Yoongi.

Nafasku sesak, aku mulai merasa pusing dan sedikit mual berada di antara banyaknya orang-orang yang menatapku dengan seringaian.

Astaga!

Aku hanya mengenakan celana training pendek yang tidak mampu menutupi setengah dari pahaku, t-shirt putih berbahan tipis tidak mampu menyembunyikan tanktop hitam yang kukenakan di dalamnya.

Aku memilih abai dan melangkah sembari mengedarkan pandang mencari Yoongi.

"Kau Jiyeon?" Aku berbalik saat sentuhan hangat menyentak bahu kananku.

Aku menaikkan alis sebelah, orang ini asing dan aku tidak pernah ingat kapan bertemu dengannya.

"Aku yang menghubungimu, pacarmu ada di sana," ucapnya menunjuk sofa paling sudut bewarna coklat. Yoongi berbaring tidak sadarkan diri.

Tanpa mengucapkan apapun pada pria tersebut, aku berlari kecil menuju Yoongi.

Bau alkohol begitu pekat menjamah hidungku saat tubuhku sedikit membungkuk menyentuh bahu Yoongi.

"Apa yang dia lakukan?" tanyaku mendapati pria tadi sudah berdiri di sampingku.

Dia menggidikan bahu. "Dia mabuk dan memukuli dua orang tidak bersalah."

Pandanganku beralih kembali pada Yoongi. Tanganku merogoh kantong celananya, mencari kunci mobil dan dompet untuk membayar minumannya.

Setelah aku membayar, aku mencoba menarik lengannya untuk terbangun. "Bisa aku minta tolong padamu?" tanyaku pada pria yang masih setia memperhatikan gerak-gerikku tanpa niat menawarkan bantuan.

Dia tersenyum simpul dan mengerti, menghampiriku dan membantu membopong Yoongi. Aku dan pria yang tidak aku ketahui namanya itu membawa tubuh Yoongi masuk kedalam mobil. Aku membuka pintu belakang dan meminta pria itu membaringkan tubuh Yoongi di sana.

"Terimakasih," ucapku masih tahu diri. Aku belajar jika seseorang melakukan sesuatu yang meringankanku, setidaknya aku harus membalasnya dengan ucapan terimakasih.

Dia tersenyum, aku sempat penasaran dengan apa yang dipikirkan pria ini karena sedari tadi tatapannya tidak lepas dari presensiku.

Dia menyodorkan ponselnya padaku. "Kau bisa berterimakasih dengan nomormu."

Aku mengerinyit bingung, dia tampan tetapi kenapa tertarik dengan gadis sepertiku.

Dengan diamnya aku, dia mengambil tangan kiriku dan meletakkan ponselnya dalam genggamanku. "Hanya berteman, aku pastikan tidak akan lebih dari itu," ujarnya, aku tidak tahu kenapa aku tidak merasa terusik dengan pria asing ini. Jika biasanya aku akan mengabaikan orang-orang semacam ini. Tapi nyatanya sekarang aku masih berdiri di hadapannya. Dia membuka sedikit bibir merahnya seperti akan berbicara dan ragu akan mengeluarkan kalimatnya atau tidak.

Deviate✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang