Sudah lebih dari 20 menit netraku memandangi tatto yang kubuat dengan Yoongi setahun yang lalu. Tidak ingat kapan lebih tepatnya, tapi aku masih bisa dengan jelas merasakan satu langkah berbeda yang kuambil sewaktu Yoongi tersenyum mengukir tatto pada pergelangan tangan kiri ku;di dekat denyut nadiku. Itu pertama kali aku melakukan kecacatan dalam hidupku yang terlalu sempurna.Dan satu bulan setelah aku memiliki tatto ini, aku semakin gencar dibully lantaran orang-orang berasumsi jika aku penganut aliran sesat.
Aku tidak ambil pusing dengan tuduhan itu semua. Aku memang tidak beragama. Aku tidak menganut agama apapun lantaran semenjak kepergian ayahku. Aku tidak lagi mempercayai Tuhan itu ada.
Aku bertemu dengan Yoongi saat aku putus asa. Berdiri di atas pagar beton sebuah jembatan pada satu malam yang menawarkan pilihan untukku.
Jangan kalian asumsikan jika Yoongi menahanku agar tidak meloncat. Karena nyataannya, dia tidak melarangku sama sekali.
Waktu itu ...
"Kau takut menemui malaikat maut atau takut akan merasa sakit?" tanyanya yang tidak kutanggapi. Di bawah sana dia menopangkan kedua lengannya pada pagar. Persis di sebelah kiri kakiku.
"Kalau mau loncat, tidak perlu banyak pertimbangan."
Aku meliriknya yang menengadahkan kepalanya menatapku sekilas dan kembali beralih pada hamparan air tenang di bawah sana. "Pergilah."
"Kenapa? Kau malu karena terlihat menyedihkan?"
"Kau ingin aku meloncat dari sini demi hiburan?"
"Aku? Bukanya kau sendiri yang ingin terjun ke bawah sana?"
Aku bungkam, malas beradu argumen dengan pria dingin tersebut.
Aku meloncat dan kakiku berpijak pada aspal jalanan.
"Tidak jadi? Kenapa? Takut?"
Rentetan pertanyaan darinya membuat telingaku pengang. Yoongi mengekoriku dan mulai saat itu dia gencar menghantui hidupku yang terasa mati.
Hingga aku menyadari; Yoongi menawarkan kehidupan yang berbeda padaku.
Kembali ke masa sekarang ...
Pandanganku beralih pada amplop di atas nakas. Aku tahu isinya lembaran uang. Tapi, aku belum tahu berapa nominal yang Jungkook berikan hanya untuk menemaninya duduk tanpa percakapan.
Dan deringan ponsel kembali membuatku tersentak dari berbagai lamunan yang akan merayap di kala aku sendirian.
Unknown
Tadi mereka mengataimu jalang bukan?
Aku ingin satu di antaranya mati layaknya pelacur, Baby.
Semakin kesini rasanya aku semakin muak dengan teror pesan dari orang misterius ini.
Aku memang membenci mereka, tapi benciku tidak sebesar itu sampai menginginkan mereka satu persatu mati mengenaskan.
Lagi-lagi pemikiranku menemukan titik buntu. Aku tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikan ini.
••
"Sampai kapan kau mendiamkanku seperti ini?"
Yoongi mendengus mengalihkan atensinya kemanapun asal tidak menatap mataku. Dia menepis tanganku yang menahan lengannya.
"Apa yang mengganggumu? Bukannya kau sudah bisa berteman baik dengan teman barumu?" Sinisnya.