✡15

5.1K 882 143
                                        


"Oke oke, tenanglah. Kau pucat, Ji." Taehyung pun berdiri dari duduknya dan segera membayar minuman. Lalu tanpa bertanya lagi, Taehyung menarikku dari bar. Menuju parkiran mobil.

Di dalam mobilnya, aku tahu dia menahan diri untuk bertanya. Tapi ketakutanku dalam keadaan tidak bisa untuk diabaikan. Untuk sekarang, aku ingin menjauh dari Yoongi. Aku tidak bisa berada di sekitar pria itu saat ini.

Taehyung melajukan mobilnya keluar dari parkiran. Dia terlihat bingung harus membawaku kemana, dan sialnya aku pun juga sama. Aku tidak tahu kemana harus menghindari Yoongi.

"Ada tempat yang kau tuju?" Taehyung membuka suara karena dirasa sudah terlalu lama diselimuti keheningan.

"A—aku tidak tahu."

Sesekali mataku melirik kaca spion, takut-takut jika Yoongi masih mengikuti.

Aku menghela nafas sedikit lega, setidaknya aku tidak menemukan tanda-tanda Yoongi membuntuti kami.

"Mau ke apartemenku?" Saran Taehyung.

Aku tahu ajakan itu bukan seperti "tidur bersama" tapi lebih ke "kita tidak punya tempat lain lagi". Maka, setelah mendapat anggukan dariku. Taehyung lekas berputar arah.

Lebih dari setengah jam perjalanan. Kami memasuki kawasan apartemen Gangnam. Sudah jelas kalau Taehyung memiliki kekayaan yang berlimpah ruah. Kediamannya saja jauh dari kata sederhana.

Setelah memarkir mobilnya. Taehyung keluar dan membukakan pintu untukku.

Kami berjalan menuju lift, dan kulihat Taehyung menekan angka 12 di sana. Aku tidak tahu bahaya apa yang akan menantiku karena dengan mudahnya mempercayai pria ini. Tapi, dengan keadaanku sekarang, kemanapun aku melangkah, aku akan menjumpai resikonya. Hidup seakan tidak diberi pilihan lain selain mengikuti.

Mencoba menghindari sampai aku stres sendiri pun terdengar mengerikan. Jalan satu-satunya hanyalah aku bergerak, mengikuti atau melawan arus permainan sinting ini.

Taehyung menarik tanganku, kulihat pintu lift sudah terbuka. Dengan beberapa langkah, kami sudah berdiri di depan pintu dengan angka 95. Kami tidak mengeluarkan sepatah kata dan setelah Taehyung memasukan beberapa digit angka pada pascode, dia kembali menarikku ke dalam.

"Duduklah, aku akan membuat sesuatu yang bisa kau minum."

Aku mengangguk pelan. Setelah Taehyung berlalu, aku bersandar lelah pada sofanya.  Aku menepis saat masalah yang kulalui mulai melingkupi pikiranku. Aku benar-benar tidak ingin mengingat kembali.

Ponselku kembali bergetar. Aku sudah tahu situasi seperti ini. Sebuah pesan dari bajingan gila yang selalu rutin menerorku dengan bangganya.



Unknown
Sisa tiga lagi.
Aku pikir itu Hwayoung. Tapi dia sangat menggiurkan kalau kita sisakan dibagian paling akhir.




Tiga?

Bagaimana bisa tiga?! Aku menjambak rambutku sedikit keras. Itu berarti Hyunji masih masuk dalam daftar keparat itu. Aku tidak bisa membiarkan ini.

Tanganku bergerak cepat untuk menghubungi nomor Hyunji.

"Ayolah aku mohon ... angkat Hyunji-ah." Sekarang aku punya kebiasaan baru saat panik menyerang. Kuku jempolku yang awalnya terlihat baik-baik saja. Kini sudah tidak rata bagian ujungnya lantaran gigitanku yang sulit kuhentikan.

Aku terus mencoba, hingga pada deringan ke lima, Hyunji mengangkatnya.

"Hallo, Jiyeon."

Deviate✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang