"Sesuatu seperti apa maksudmu? Apa kau pikir aku akan bunuh diri juga?" Dari jarak sedekat ini, aku bisa melihat dengan jelas detail wajah Yoongi. Iris kelamnya senada dengan surainya yang tampak berantakan tersapu angin."Yoonji tidak sepenuhnya bunuh diri."
Bisa kurasakan jantungku berdetak cepat setelah kalimat Yoongi begitu dingin masuk kerungu dan tertinggal di dalam benak. Itu lebih terdengar berbahaya dari apa yang aku pikirkan.
"Yoongi—"
Pria itu menggenggam kedua tanganku yang memegangi pagar pembatas. Menarik tanganku hingga terlepas, mata dinginnya pun tidak lepas menatap langsung pada irisku. Tubuhnya makin mendesak hingga dagunya kini hampir menempel dengan dadaku. Wajahnya terlihat lebih dingin dan mengancam saat bersamaan.
Aku tidak bisa mundur, kedua tanganku masih berada di dalam genggaman tangan besarnya. Dengan mudah, Yoongi menempatkan dirinya di antaraku. Aku berani jamin jika dia melakukan dorongan sedikit saja, permukaan kasar yang tengah menanti di bawah sana akan menjadi satu-satunya yang membawaku pada ayahku yang sudah tenang di sana.
"Aku tidak ingin kehilanganmu, Jiyeon," bisiknya semakin merapat. Hembusan nafasnya pun terasa hangat sekaligus dingin menyapu leherku. "Tapi, jika kau ingin mengakhirinya, kita akan melakukannya bersama."
Susah payah aku meneguk salivaku. Nafasku tercekat dan aku masih berusaha menghirup udara meski yang kurasa seperti menghirup pasir kasar.
"Yo—Yoongi. Ap—apa yang kau lakukan?"
Yoongi menyeringai, setelah lebih dari dua tahun aku mengenalnya, ini pertama kali aku melihat Yoongi menyeringai mengerikan seperti ini. Seakan dia bisa melenyapkan nyawaku dengan mudah sekarang juga.
"Dunia ini terlalu kejam untuk kita, Ji." Lalu mata kecilnya melirik ke kanan, pada tangan kami yang bertaut. Tepatnya pada permukaan kulit yang menyembunyikan denyut nadiku dan Yoongi. Sebuah tatto kecil yang kami buat menjadi lambang persahabatan dua tahun yang lalu.
"Aku menyayangimu seperti aku menyayangi Yoonji, saudara kembarku sendiri. Kau lihat, 'kan? Dunia tidak pernah memperlakukan kita layaknya manusia."
Seharusnya aku tahu, Yoongi bukanlah sesuatu yang bisa kuanggap mudah. Di balik permukaannya yang tenang, Yoongi menyimpan pusaran yang siap menarikku kedalamnya. Aku salah jika selama ini aku menganggap sikap dinginnya bukanlah hal yang bisa membahayakanku.
"Yoonji—apa kau yang membunuhnya?" Dari semua yang Yoongi tekankan padaku. Entah kenapa satu kalimat itu terbentuk sendiri dalam pikiranku. Dan spekulasi yang kulontarkan tidak pernah kusesali lantaran kini aku melihat senyuman di wajah Yoongi.
Dadaku sesak, Yoongi tidak mengeluarkan suara. Tapi, dari raut wajah yang dia paparkan seolah membenarkan ucapanku.
"Kau gila? Kenapa kau membunuh saudaramu sendiri?!" Desisku menatapnya nyalang.
"Aku tidak membunuhnya Jiyeon. Dia sendiri yang menginginkannya," ucapnya tanpa rasa bersalah.
Dia melepaskan genggamannya dan menautkan kedua tangannya di belakang pinggangku.
"Yoonji terlalu lemah untuk meneruskan hidupnya. Aku hanya memberinya saran untuk lepas dari masalahnya."
Mataku memanas dengan luapan emosi yang tidak bisa kutahan. "Kau brengsek Yoongi! Bagaimana bisa kau seperti itu pada adikmu sendiri!"
"Sssttt ... Jiyeon sayang. Dunia ini terlalu kotor untuk makhluk seperti kita. Setelah ini kita akan hidup kekal selamanya. Aku sudah mengetahui cara untuk menguasai dunia ini, Jiyeon."
Mataku semakin membola menatap tajam Yoongi tidak percaya. "Jadi kau benar-benar menganut sekte setanisme? Kau gila huh?!"
Senyum Yoongi semakin melebar menampakan deretan gigi putihnya di depanku. "Aku memiliki beberapa sekutu, Sayang. Mereka akan membantu kita untuk hidup kembali. Dan di kehidupan selanjutnya, kita akan hidup seperti apa yang kita mau. Abadi dan tidak akan ada yang berani menganggu kita lagi."
![](https://img.wattpad.com/cover/204282750-288-k862879.jpg)