Aku berakhir dengan keputusan Jungkook yang mengantarku pulang ke flat. Dia memang sesuatu yang tidak mengenal kata tidak. Sekuat apapun aku menentang hingga urat leher nyaris putus di balik kulitku pun dia tetap dia. Si Jungkook yang keras kepala."Buka pintunya!" Geramku lantaran Jungkook mengunci pintu mobil dari dalam.
Tapi manusia dingin yang sangat menyebalkan itu tetap diam dengan pandangan lurus ke depan.
Dan aku tahu, dia tengah menahanku lantaran presensi Yoongi berada di sana; di depan mobil Jungkook. Pria pucat itu berdiri di samping mobil putih miliknya.
Hari ini belum sepenuhnya berakhir dan masalah dengan senang hati datang silih berganti. Aku pikir yang aku lalui beberapa hari ini sangat melelahkan dari hari-hari terburukku setelah kepergian ayah.
"Aku mohon biarkan aku keluar sekarang." Tidak tahu lagi dengan cara apa aku bisa membuat Jungkook mengiyakan ucapanku.
"Langsung masuk ke flat-mu," ucapnya dingin.
Aku ingin membantah, tapi aku tidak ingin berakhir terjebak keheningan dengan Jungkook dalam mobil ini.
Semakin pengap dan aku gatal karena lama terdiam dengan posisi yang sama. "Aku akan langsung masuk. Dan buka pintunya sekarang!"
Akhirnya jari Jungkook menekan central lock. Aku membuka pintu dan pergerakanku terhenti kala tangan Jungkook menarik lenganku hingga kembali terduduk.
Dan entah sejak kapan Jungkook sudah membuka seatbelt-nya hingga tubuhnya bisa bergerak mudah ke hadapanku. Tangan kirinya yang bebas menggapai sisi wajahku, membawa wajahku begitu dekat dengannya.
"Jung—–" protesku pun langsung tertelan lantaran bibir Jungkook yang meraup bibirku. Tanganku yang tidak ditahan olehnya mencoba mendorong dada Jungkook. Tapi dengan tubuhnya, Jungkook menahanku. Alat gerakku terpaku terpatri.
Ini sudah yang kedua kalinya Jungkook berlaku kurang ajar padaku. Dan yang lebih parahnya lagi, aku tidak dibiarkan untuk lepas darinya sebelum pria itu yang mengakhirinya sendiri. Kurasakan air mata jatuh begitu saja dari sudut mataku. Di sela-sela ciuman Jungkook yang kalut, aku menangis dengan sendirinya.
Aku merasa rendah diperlakukan begini. Pantas saja Hwayoung selalu mengataiku jalang. Atau memang aku ditakdirkan untuk menjadi seperti itu?
Jungkook berhasil membuat harga diriku menguap tak bersisa. Bertaruh saja jika pria ini bertindak lebih dengan membawaku ke ranjangnya pun aku tidak bisa berbuat banyak. Aku tidak diberi tenaga lebih untuk menghadapi Jungkook dan aku benci diriku yang seperti ini. Aku ingin mati saja! Aku tidak ingin hidup menyedihkan seperti ini.
Beberapa menit, Jungkook melepaskan tautan bibirnya. Wajahnya masih begitu dekat denganku. Dia bisa menangkap luka melalui mataku, ibu jarinya mengusap pelan air mata yang membasahi pipiku. Tatapannya berubah sendu mengantarkan rasa bersalah. Tapi aku ragu dia merasa bersalah atas apa yang dia lakukan padaku.
"Masuk dan langsung tidur." Jungkook kembali pada posisi duduknya. Tanpa memandangku lagi.
Bahkan dari bibirnya tidak berucap maaf barang sedikitpun.
Dengan sisa tenaga yang kumiliki, aku keluar dari mobilnya. Menyeret paksa kakiku hingga tiba kamarku sendiri. Aku tidak menghidupkan lampu saat masuk, kakiku terus membawa tubuh kurusku ke sisi tergelap di sudut kamar.
Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak kuat lagi dengan ini semua. Kenapa dunia memperlakukanku seperti ini? Kenapa semua yang kulakukan semakin membawaku dalam kesalahan? Jika memang ini ganjaran atas dosa orang tuaku, kenapa harus aku yang menerima hukumannya?