Enam

103 17 6
                                    

Tahun ajaran baru. Semangat baru. Kisah baru. Harapan baru.

SMA Darma terasa riuh pagi itu. Baru selangkah menginjakkan kaki di gerbang sekolah, hiruk-pikuk seakan menyambut kepulangan penghuninya yang empat belas hari ini berlibur.

Lapangan ramai dengan makhluk berseragam putih dongker dengan berbagai atribut menggelikan; topi kerucut, papan nama, kalung permen, ikat pinggang petai, tas goni, pita warna-warni di kepala. Arzetta yang melintas tersenyum geli. Teringat masa-masa MOS dua tahun lalu. Posisinya kala itu persis seperti mereka ini, anak baru lugu yang pasrah-pasrah saja disuruh ini itu.

Memang masa orientasi terkadang membuat Zetta sebal lantaran para senior mereka senang sekali membariskan juniornya yang polos di bawah terik matahari, kulit seakan terpanggang rasanya. Belum lagi ritual marah-marah mereka hanya karena kesalahan kecil, sangat menguji batin. Namun, lebih dari itu, banyak cerita lucu yang ia ingat hingga hari ini, dan juga ... berkat MOS, dia bisa merasakan kembang-kembang bermekaran di hatinya untuk pertama kalinya.

Zetta langsung disambut kebisingan teman sekelasnya saat baru memasuki bibir pintu. Mereka semua berkelakar dan saling lempar guyonan yang tidak begitu Zetta pahami. Gadis itu menyapukan pandangan ke setiap sudut kelas barunya. XII IPA 1. Zetta tersenyum kecil. Teman-temannya tidak berubah, masih sejawatnya sejak tahun pertama menjadi murid putih abu-abu. Hanya posisi duduk mereka saja yang berganti, dan Zetta kebingungan mencari tempat duduknya. Semua kursi nyaris sudah berpenghuni.

"Zetta, sini!" panggil Maura sambil menunjuk kursi di depannya. Ia sendiri sudah semeja dengan Gea.

Gadis berkucir kuda itu pun berderap melewati celah-celah meja dengan beberapa tatapan hinggap padanya. Dia sedikit risih, tetapi mengabaikan dan memilih tetap pada tujuan. Meja kedua bagian pojok kanan samping jendela. Di sebelah Arjuna yang tepekur dengan buku bacaannya.

"Hai, Jun, aku duduk di sini, ya?" ujar Zetta dengan memasang senyum tiga jari.

Juna mendongak, balas tersenyum simpul lantas menarik tas yang tadi dia taruh di kursi kosong sebelahnya. "Duduk aja, emang disuruh mereka jagain buat kamu."

Refleks kepala Zetta berpaling ke belakang, melirik dengan sepasang alis bertaut pada Maura dan Gea yang menyengir lebar. Ia melesakkan bokong ke atas kursi barunya lalu memutar duduk. Bergabung dalam obrolan dua sahabatnya yang membahas entah apa.

"Guys, mau nggak?"

Seruan itu sontak menarik perhatian semua penghuni kelas. Tak pelak Zetta, Maura dan Gea. Adalah Karina yang sedang menaruh kantung plastik cukup besar ke atas mejanya. Ia tersenyum cerah. "Gue bawa oleh-oleh nih, yang mau silakan merapat!"

Sepersekian detik setelah mengatakan itu, hampir seluruh penghuni XII IPA 1 mengerubungi meja Karina layaknya sekawanan semut. Menyerbu kerupuk sanjai, dodol dan beras rendang yang dibawa Karina dari Sumatera Barat. Gadis itu habis berlibur di kampung orang tuanya, begitu yang Zetta tahu lewat akun sosial media Karina.

"Yang lain mana nih oleh-olehnya? Masa Karina sama Ela doang yang bawa? Nggak usah pelit-pelit lah sama temen sendiri, nanti kuburan lo pada sempit, ih serem," ucap Okan yang berhasil menggondol seplastik kerupuk sanjai balado. Dia memakannya sendiri di depan kelas.

"Paijo, berisik tau nggak. Ngunyah aja udah, air ludah lo muncrat-muncrat tuh. Jorok!"

"Apa sih, Ge, kemaren aja lo spam chat gue, bilang kangen berat. Udah ketemu malah nyuruh gue diem. Mau lo apa sih?"

Suara tawa seisi kelas sontak menggema keras. Di saat bersamaan, Gea berlagak ingin muntah mendengar penuturan Okan yang mengada-ada. Terlintas di benaknya untuk berkirim pesan dengan cowok itu saja tidak, apalagi sampai mengirimi pesan menggelikan seperti katanya tadi.

Arzetta #ODOC [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang