"Hoi, Mau, di sini juga lo?"
Empat remaja laki-laki berjalan menghampiri Zetta dan kedua sahabatnya yang masih berdiri di depan stand long potato fries. Ketiganya bereaksi berbeda-beda. Maura yang terlihat paling santai. Sementara Gea mencebik kesal dan Zetta mengkerut gugup.
Jantung Zetta jumpalitan ketika tak sengaja bersitatap dengan manik kelam milik Ares yang menghanyutkan. Dadanya berdesir samar, tubuhnya panas dingin dan pipi tirusnya menghangat.
"Eh, Hai, Im, iya nih bareng sahabat gue. Seneng-seneng dulu sebelum lusa masuk sekolah," jawab Maura mengendikkan bahu.
Salah seorang cowok bertopi baseball hitam yang tadi menyapa Maura duluan, mengangguk membenarkan kalimatnya. Ia kemudian melirik ke sisi kiri Maura lantas tidak bisa menahan takjub saat menemukan sesosok manusia purba bernama Arzetta, nyasar di tengah festival musik. Suatu keajaiban. "Kok anak mami bisa di sini, Mau? Apa nggak dicariin maminya?"
"Jangan salah lo, Im, Zetta udah gede tau."
Zetta masih belum pulih benar dari keterpanaan saat ia memutus tatapan dengan Ares dan menoleh pada teman semasa SMP-nya dulu. Boim. Cowok itu sebelas-dua belas dengan Okan. Sama-sama senang menjahili Zetta dan selalu meledeknya anak mami. Huh! Zetta mendengkus dalam hati—sangsi bila Ares yang berdiri persis dua jengkal di depannya akan terganggu dengan suara dengusannya.
"Long time no see, Zezekuh, dua tahun gue hampa nih tanpa jahilin lo," seloroh Boim disambut ejekan dua temannya. Sedang Ares—yang sukses menabuh genderang dalam jantung Zetta, hanya diam menghisap rokok dengan gestur sebelah tangan menyusup dalam saku jeans belelnya. Zetta tidak ingin gede-rasa, tetapi firasatnya mengatakan jika Ares masih memandanginya.
"Kalau lo udah gede, Ze, berarti udah boleh pacaran dong, ya, gue mau lah jadi pacar pertama lo."
Zetta mendelik tajam. Ingin sekali ia menjejalkan sepatu ke dalam mulut nista Boim itu. Namun, dia tidak ingin Ares menganggapnya sebagai gadis bar-bar. Jadi yang dilakukannya sementara ini hanya memutar biji mata dan mengulas senyum terpaksa di wajah ayunya. Sekalian berharap, semoga Ares akan terkesan.
Sementara Maura asyik bercerita dengan Boim dan teman-temannya, lalu Gea sibuk menggerutu tidak senang lantaran ada manusia-manusia biang kerok se-jagat Darma bersama mereka, hanya Zetta yang masih membisu. Bibirnya terkatup rapat. Sungguh, dia tak berani mendongak, takut pingsan dibius pesona magis seorang Ares Melvian.
Rombongan remaja tanggung itu bergerak. Menjelajahi sudut-sudut festival. Sesekali singgah di beberapa booth, sekadar berfoto atau beristirahat. Selama itu, Zetta tak banyak bicara dan hanya bergerak bagai robot mengikuti teman-temannya. Dia sudah mirip perawan yang hendak dikawinkan. Malu-malu tapi mau saat harus berhadapan dengan Ares. Tak jarang ia melamun. Membangun angan-angan andai begini dan begitu. Yang dalam angan-angan itu, semua memuat unsur Ares. Bah!
"Akhh!" ringis Zetta. Tangannya terangkat mengusap kening yang menabrak punggung lebar dan keras orang di depannya. "Maaf," ucapnya kemudian. Orang yang ia tabrak hanya menoleh sekilas lantas meneruskan jalannya.
"Kalau jalan itu jangan sambil melamun."
Suara itu sukses membuat tubuh Zetta menegang. Ares yang ia kira berjalan di depan bersama rombongan, justru berada persis di sampingnya. Ia menoleh pada Zetta yang salah tingkah. Gadis itu pun merutuki kecerobohannya sambil menyelipkan anak rambut ke balik telinga. Entah apa yang akan Ares pikirkan tentang dirinya setelah ini.
"Lo yang tempo hari kena bola basket itu, kan?"
Jadi dia tahu?
Zetta terpana. Matanya menatap Ares takjub. Tawa cowok itu berderai renyah di telinga. Membuat Zetta makin berdebar dan sukses mengacaukan sistem dalam tubuhnya. Hatinya seperti dialiri mata air surga. Segar sekali. Di hingar bingar sekitar, Zetta merasa sedang dalam dimensi sendiri. Hanya ada dia dan jejak tawa Ares dalam ingatannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/207174993-288-k534148.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Arzetta #ODOC [COMPLETED]
Teen FictionArzetta Qirani Akbar hanya menginginkan sebuah kebebasan. Namun, begitu kebebasan dalam genggamannya, Zetta tidak merasa lega. Ia justru merasa hampa dan kosong. Ia kehilangan banyak hal. Copyright © 2019 by Welaharmy_21 --- [Sedang Dalam Proses Rev...