Satu

425 38 77
                                        

Dengan muram, Arzetta Qirani Akbar memandangi gerbang sekolahnya. Ada sejumput kemalasan yang menahan kakinya melangkah jauh ke dalam. Bukan, Zetta bukan gadis pemalas yang tidak senang sekolah. Namun, ada kalanya dia merasa jenuh akan satu dua hal.

"Minggir dong, woi! Ngalangin jalan tau!"

Zetta tersentak mendengar teriakan dari seseorang di balik punggungnya. Sambil mengucap maaf rikuh, gadis bersurai hitam dengan kucir kuda tersebut merangsek ke pinggir, bersamaan dengan suara deruman knalpot motor yang memekakkan telinga melewatinya.

Zetta sempat tertegun dengan desiran hangat dalam hati tatkala melihat punggung si pengendara songong tadi. Tersenyum tipis, Zetta kembali menyeret langkah menyusuri jalan. Melewati lapangan yang sepi dengan pepohonan ketapang rindang berbaris memagari sisi kanan-kiri sekolah.

Koridor-koridor panjang yang disusurinya masih tampak sepi. Masih setengah jam lagi bel masuk berbunyi, jadi wajar saat ini penghuni SMA Darma belum ada separuhnya. Saat melintasi lobi, Zetta berpapasan dengan seorang guru. Dengan santun gadis belia tersebut memasang senyum, mencium tangan dan menyapa guru setengah abad tersebut.

"Kamu belum sarapan?" tanya sang guru perhatian.

Kening Zetta kontan berkerut. "Sudah, Bu," jawabnya gamang.

"Tapi itu kenapa mukanya lesu begitu?"

Zetta berdeham seraya menggaruk pelipis yang tidak gatal. Ia bingung harus menjawab apa. Dia sendiri heran. Sedari bangun tidur tadi semangatnya serasa belum pulih benar. Seolah disedot alam mimpi sampai habis. Inginnya rebahan saja di kamar. Tidak ada gairah untuk menjalani misi hari ini sebagai penduduk bumi. Membayangkan apa-apa saja yang akan dilaluinya seharian nanti, sudah membuat Zetta menghela kuyu.

"Nggak kok, Bu. Kalau gitu, saya pamit ke kelas dulu. Permisi."

Tanpa menunggu jawaban gurunya, Zetta melesat menaiki undakan tangga menuju lantai dua. Ia tersenyum tatkala melewati seorang cleaning service sekolah yang sedang memberi minum bunga-bunga hias yang disusun merapat ke dinding.

Dan di sinilah Zetta akhirnya. Menghembuskan napas malas di depan ruang kelasnya.

Baiklah. Zetta mengangguk sekali. Penuh keyakinan. Hadapi hari ini. Hanya pecundang yang tidak berani melewati masalah, dan masalah Zetta hari ini berupa keceriwisan beberapa teman lelaki di kelasnya yang suka sekali mengolok-olok Arzetta.

Huft ....

•••

"King and Queen tahun ini cocok banget nggak sih? Kak Dimas dan Kak Laras itu loh, couple idola gue banget. Udah pada cakep, ramah pula."

"Apalagi waktu HIVI tampil itu, wah ... gila keren banget!"

"Iya. Haduh, sesuatu banget prom night kemarin. Rugi dan nyesel banget deh pokoknya yang nggak dateng."

Zetta menambah volume suara earphone yang sedang menyumpal telinganya dari kehebohan teman-temannya yang mengulang-ulang betapa seru acara prom night Sabtu kemarin. Padahal sudah lewat dua hari, tetapi topik malam pesta kelulusan kakak kelas mereka masih hangat diperbincangkan hingga kini. Zetta dan beberapa teman yang tidak berkesempatan hadir, harus berpuas diri dengan menebalkan telinga dari olokan teman-teman mereka yang hadir sebagai panitia. Mereka bukannya tidak mau datang, tetapi memang tidak tidak bisa.

"Yee ... 'kan memang nggak diperuntukkan buat semua juga kali. Lebay lo pada, nggak usah manas-manasin yang nggak dateng dong, ketimbang jadi panitia doang belagu banget lo pada," sembur Gea yang duduknya persis di belakang Zetta. Sepasang manik mata gadis itu mendelik sebal. "Gue yang dateng biasa aja kok."

Arzetta #ODOC [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang