Hingar bingar keramaian semakin terdengar menjauh dari gendang telingannya. Semua kebisingan seolah memelan, dan yang dapat ia dengar hanya rintihan serta suara jantungnya yang bergemuruh hebat.
Di saat orang-orang bergoyang mencari kesenangan di sekelilingnya, ia justru merintih merasakan tubuhnya gelisah bagai cacing kepanasan. Air matanya meleleh. Tak kuasa dan tak paham apa yang tengah membakar jiwanya. Panas itu menjalar ke seluruh tubuh. Dan entah mengapa dia sangat butuh didinginkan. Oleh sesuatu yang bahkan tak sanggup ia pikirkan.
Air matanya sudah menganak sungai. Tatapannya nanar pada sosok di hadapannya. Yang tengah menyeringai setan. Telapak tangan besar dan hangat itu menyentuh permukaan kulitnya yang lembap karena keringat, lantas berdesirlah darahnya. Ia memejamkan mata rapat, tangannya mengepal kuat menahan hasrat. Tanpa bisa dicegah, kehancuran berputar-putar dalam kepalanya.
Ketika daging lembab berorama nikotin itu menyentuh miliknya yang bergetar, ia menghiba bagai pengemis tua ringkih yang kelaparan. "Jangan, please," bisiknya nyaris tak terdengar. Bibirnya saja yang bergerak patah-patah.
"Ayo, aku bakal kenalin kamu sama surga dunia." Sosok itu balas berbisik di samping telinganya. Seringai itu menusuk tepat ulu hati. Sang gadis yang tak berdaya hanya bisa pasrah ketika dirinya ditarik menjauhi keramaian pesta. "Aku pastiin kamu bakal ketagihan."
"Tolong jangan," pintanya lagi sembari menggeleng putus asa.
Tapi tak ia dengar jawaban melainkan kecupan di telapak tangannya. Akal sehatnya menumpul dan hanya menyisahkan secuil pemahaman yang membuat hatinya berdarah.
Bahwa ....
"Berengsek, lo Setan!"
Tubuh bergetarnya ditarik ke belakang, menabrak entah siapa yang jelas lusinan suara kontan memekik terkejut menyaksikan adegan baku hantam di depan mata mereka. Dua orang remaja bergulat di lantai. Bergantian melepaskan tinju. Saling mengumpat dan meloloskan sakit hati.
"Mati lo bangsat!"
Bugh
Tinjuan keras kembali melayang ....
"Lo yang mati sialan!"
Bugh
...tubuh keduanya jatuh berguling.
Di saat dua remaja laki-laki itu terlibat perkelahian, gadis yang menjadi sebab pertengkaran mereka hanya dapat memeluk erat tubuh sendiri. Terisak perih merayakan patah hati paling menyakitkan dalam tujuh belas tahun hidupnya begitu manik mata madunya yang berkabut tak sengaja membidik objek lain. Adalah seorang pria berkaus polo hitam yang tengah berdiri kaku di dekat pintu. Wajahnya keruh. Sorot matanya yang terbingkai kacamata, memantulkan sejumput kekecewaan. Tak berselang lama, pria itu berbalik tanpa kata. Bayangnya menghilang di balik pintu.
Gadis itu menggeleng lemah. Menangkup wajah dengan kedua belah telapak tangan. Ia menangis hebat bersama sesak yang membelit dada hingga membuatnya kesulitan bernapas. Bahkan membuatnya merasa seperti akan mati detik ini.
"Maaf," cicitnya perih.
Kata itu terus berulang, sepanjang malam. Sepanjang sisa ingatan yang ia punya.
•••
Pekanbaru
30 November 2019Revisi up : 18 Agustus 2020

KAMU SEDANG MEMBACA
Arzetta #ODOC [COMPLETED]
Novela JuvenilArzetta Qirani Akbar hanya menginginkan sebuah kebebasan. Namun, begitu kebebasan dalam genggamannya, Zetta tidak merasa lega. Ia justru merasa hampa dan kosong. Ia kehilangan banyak hal. Copyright © 2019 by Welaharmy_21 --- [Sedang Dalam Proses Rev...