Chapter XII (Tumbal)

285 6 0
                                    


A. Bapak

"Sudah lama sekali ya bu, Arga tidak memberi kabar, sepertinya sudah hampir dua bulan kita tidak mendapat kabar dari Arga" sambil memberikan pakan untuk beberapa ekor ayamnya, Pak Hendra bercengkrama dengan Ibu Mela, Bapak dan Ibu Arga sudah tidak bisa menahan rindu yang telah memuncak, anak semata wayangnya, setelah hampir satu tahun bekerja diluar pulau, dalam dua bulan terakhir tidak ada kabar walau hanya berbasa basi untuk bertanya kabar,

"Mungkin sedang banyak kerjaan Pak, Bapak sudah coba hubungi Arga?" Bu Mela menjawab pertanyaan suaminya sambil melanjutkan rutinitasnya menyapu halaman, sepeninggal Arga, kedua suami istri itu hanya hidup berdua di rumah yang tidak terlalu luas itu,

"Sudah bu, minggu kemarin sudah coba bapak hubungi, tapi HP nya diluar jangkauan, mungkin sinyal disana jelek, bapak dengar sinyal disana tidak sebagus disini" Pak Hendra menimpali pertanyaan Bu Mela sambil menatap beberapa ekor ayamnya dengan tatapan kosong.

"Saya mau mancing ke Sungai dulu ya bu, sepertinya sudah lama saya tidak mancing" sambil membawa beberapa joran dan umpan ditangan, Pak Hendra berpamitan kepada bu Mela,

"Hati-hati ya pak, kalo hari sudah gelap, segera pulang, jangan kesorean pulangnya" Bu Mela berpesan kepada suaminya sambil meneruskan aktifitasnya memasak siang hari itu, tanpa sadar, itu adalah kata terkahir yang didengar bu Mela dari suaminya, suami yang telah menemaninya dalam dua puluh lima tahun terakhirnya.

Sungai yang masuk sedikit kedalam hutan, membuat Pak Hendra bergegas untuk segera masuk kedalam hutan, setelah melewati beberapa rumah, tiba juga Pak Hendra di ujung desa, suasana hutan semakin sepi, semakin dalam Pak Hendra masuk kedalam hutan, semakin gelap jalan yang dilwewatinya, setelah hampir dua puluh menit berjalan, pak Hendra sudah masuk ke dalam hutan, rumah terakhir yang dilaluinya sudah tidak bisa dilihatnya lagi, dalam suasana yang hening, pak Hendra terus berjalan melewari jalan setapak yang biasanya dia lewati untuk menuju kesungai.

"Grrrk Grrek Brusshhh" semak semak dipinggiran jalan yang pak Hendra lewati, tiba-tiba bergerak-gerak, tidak ada fikiran macam-macam dikepala pak Hendra, perlahan dia dekati semak belukar setinggi orang dewasa itu, perlahan ia dekati, ia berharap menemukan ayam liar atau kelinci liar, yang akhir-akhir ini banyak diperbincangkan warga kampung saat ronda malam, sedikit demi sedikit disibaknya semak belukar merambat itu, bertapa terkejutnya Pak Hendra, seekor Anjing Hutan menikamnya dengan cepat, tenaga seorang lelaki paruh baya itu tidak terlalu kuat, dihantamnya Anjing hutan itu dengan joran yang ia bawa, umpan umpannya telah berceceran saat Pak Hendra terjatuh ditikam Anjing liar itu, dengan pukulan yang keras, Anjing itu melolong menyayat hati

"Auuuuuuuuuuuung....." tidak lama setelahnya, Anjing itu kembali melompat kearah Pak Hendra, dengan kuku-kukunya yang tajam, anjing itu merobek beberapa bagian baju Pak Hendra, darah segar segera mengalir dari tubunya, dengan liar, Anjing itu menikam leher pak Hendra, hingga ia tak sadarkan diri.

"Sepertinya mau hujan, kenapa Bapak belum pulang ya?" dua jam sudah Bu Mela menunggu suaminya, hari semakin sore, awan kelabu telah menampakan dirinya, memberikan pertanda tidak akan lama lagi hujan akan segera turun, namun Suami yang telah dia wanti-wanti untuk segera pulang jika sore atau hujan tiba, sampai saat ini belum terlihat batang hidungnya, dari kejauhan, Bu Mela melihat Herman berlari menuju rumahnya,

"Bu Mela,... Bu Mela ..." dengan terpogoh-pogoh, Hendra hanya mengucapkan nama bu Mela berkali kali,

"Ada apa le?" bu Mela nampak bingung dengan anak tetangganya ini, seperti habis melihat setan, Hendra berlari dengan keringat bercucuran diseluruh tubuhnya,

"Pak Hendra bu, Pak Hendra ..." kembali Herman melanjutkan ceritanya dengan terbata, sontak membuat Bu Mela penasaran dan khawatir, khawatir akan kabar yang diterimanya.

Malam KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang