Oleh Rullia
Banyak arti kebahagiaan bagi setiap orang. Mereka punya definisi dan Persepsi sendiri dalam mengartikan kebahagiaannya, jadi tidak bisa kita memaksakan bahagia versi kita kepada orang lain pun sebaliknya. Apa yang orang lain anggap bahagia belum tentu berlaku untuk kita. Aku percaya setiap orang punya takaran bahagianya masing-masing sesuai porsi mereka, tidak kurang tidak lebih. Tidak akan ada bahagia jika tidak melewati sedih, luka, jatuh, kecewa, dan patah.
Sebagian besar orang mendefinisikan bahagia dengan rasa senang yang muncul ketika kita mendapatkan kesempurnaan dan kesuksesan, baik dalam segi cinta, karir, keluarga, dan lain sebagainya. Aku tak menampik hal itu, karena memang benar adanya. Aku pernah berada di fase terburuk dan merasa tidak berhak bahagia layaknya orang lain. Aku menginginkan bahagia yang dimiliki orang lain, aku ingin jadi seperti mereka namun aku tidak bisa. Aku merasa marah, menyalahkan diri sendiri dan orang sekitar lalu mulai menyalahkan Tuhan dengan ketidakmampuanku memaknai bahagia.
Aku sempat terjebak begitu lama dalam lingkaran ingin yang meneggelamkan. Kemudian aku sadar, itu bukan bahagia tapi obsesi dan gengsi. Aku menemukan bahagiaku ketika menjalani kegiatan sehari-sehari dengan mencintai dan menerima apa yang aku miliki, seperti pekerjaan, keluarga, dan teman. Selama ini yang membuat diriku tidak bahagia adalah diriku sendiri. Aku memaksakan kriteria bahagia orang lain ke dalam diriku, sehingga ketika aku tidak dapat memenuhi kriteria itu dirikulah yang terluka dan larut dalam kekecewaan, lalu mulai berasumsi bahwa Tuhan tidak adil dengan takdirku. Betapa memalukannya diriku yang terus menerus menyalahkan Tuhan dengan kegagalanku.
Jika kalian bertanya bagaimana caraku untuk menerima dan mencintai apa yang aku miliki aku akan menjawab "Bersyukur". Menurutku itu adalah bagian dari usaha untuk mendapatkan bahagia, cukup sederhana memang namun pada praktiknya bersyukur sangat sulit dilakukan. Aku memulainya dengan menyukuri nikmat Tuhan yang telah diberikan padaku. Hal-hal sederhana seperti kesehatan, ketenangan hati, waktu luang bersama keluarga juga merupakan kebahagiaan karena mungkin diluar sana ada orang yang tidak bisa mendapatkan hal sederhana itu. Rasa bahagia itu muncul di waktu yang tepat, dimana kita sudah siap untuk menyambut rasa bahagia itu.
Terkadang yang membuat kita tidak bahagia adalah diri sendiri yang terlalu sering melihat ke atas tanpa melihat ke bawah. Tanpa sadar kita juga membandingkan hidup kita dengan orang lain, yang justru semakin memperburuk keadaan. Dengan menjadi diri sendiri adalah salah satu caraku untuk mendapatkan ketentraman hati yang melahirkan rasa bahagia. Selama ini aku selalu cemas memikirkan pendapat orang lain terhadapku, aku takut jika aku berbeda mereka tidak menerimaku berada disekitar mereka. Akhirnya, aku cenderung mengikuti dan meniru mereka. Melakukan sesuatu seperti mereka. Namun, seiring waktu berjalan aku merasa lelah melakukan hal yang tidak kusukai. Aku memilih berhenti. Aku memilih tidak peduli dengan kata-kata orang lain yang menjatuhkan. Karena ini hidupku aku yang menjalani, aku berhak memilih jalanku sendiri untuk menikmati hidup.
Bahagia bukan hanya soal materi saja. Aku tidak menampik fakta jika materi bisa membuat kita bahagia dengan memenuhi segala materi yang kita inginkan, tapi bukankah hati kita akan terasa kosong? Ketika menyadari semua barang yang dibeli tak mampu memberikan ketenangan batin. Banyak orang kaya namun divonis memiliki penyakit yang mematikan, pada akhirnya mereka tidak bisa menikmati hidup dengan uang yang dihasilkan. Aku pernah dengar pendapat "bahagia itu bukan dicari tapi diciptakan" adakah yang pernah dengar kata-kata tersebut? Kalimat itu tidaklah salah, itu benar adanya. Bahagia bisa tercipta dengan hal-hal kecil sekali pun.
Seperti anak kecil yang tertawa bahagia saat menari di bawah hujan tanpa takut dimarahi oleh orang tua. Simpel bukan? Jangan buat rumit definisi bahagia kita. Jangan samakan definisi bahagia kita dengan orang lain atau kita akan kesulitan untuk mendapatkannya. Ada baiknya kita mendengarkan kata hati, dengan begitu kita tahu apa yang sebenarnya kita butuhkan untuk mewujudkan bahagia itu sendiri. Sering kali aku mengabaikan kata hati yang membuatnya tertumpuk oleh gengsi hingga lupa diri, mengingkari apa yang diinginkan hati. Kini aku melakukan hal-hal sederhana yang bisa membuatku bahagia, seperti menulis misalnya.
Tidak memaksakan hal yang tidak kusukai, mengawali hari dengan senyuman bisa membantuku untuk berpikir positif dalam menjalani kegiatan selanjutnya. Aku suka sekali bermain dengan anak-anak, menurutku cara bahagia mereka itu sangat sederhana. Mereka tidak perlu alasan khusus dan besar untuk membingkai wajah mereka dengan senyuman. Saat aku sedang bersedih aku akan melihat wajah adikku, wajahnya yang lucu nan polos benar-benar membuat hatiku tergelitik, ternyata bahagia itu bisa menular dan tidak akan habis dibagi. Semudah itu untuk bahagia, aku tidak akan lagi membuatnya rumit.
YOU ARE READING
Menjadi Bahagia
Non-FictionBagaimana kalau kamu berhenti sejenak dan mencaritahu apa bahagia yang sesungguhnya di sini? Selami dirimu sendiri dan dapatkan hati yang baru setelahnya. Buku ini adalah karya anggota kelas menulis BukuKita pada minggu pertama di bulan Desember 201...