Setelah sekian lama tak melihatnya. Kini seniorku itu -Azizah Adrimah- berdiri dalam rapat dan berpidato dengan mengagumkan, sama mengagumkannya seperti waktu dulu denganku.
Tak banyak perubahan pada dirinya. Ia masih berniqab. Suaranya masih merdu seperti dulu. Hanya saja, sekarang ia terlihat lebih mengayomi. Pidatonya lebih berapi-api. Tidak seperti dulu, kali ini aku tidak merasakan adanya nada "Jangan sepertiku".
Setelah beberapa senior lain berpidato, di antaranya Alex Wardhani, Al Fatih, dan juga Jessica Hasan. Kemudian dibuka sesi untuk tanya jawab ataupun mengemukakan pendapat.
Lalu tampak satu orang mengacungkan tangan ke atas. Rupanya ada perwakilan dari mahasiswa baru.
"Seberapa besar kemungkinan tuntutan kita diterima?" tanya anak itu.
Dari senior berdiri Jessica Hasan,
"Kita tidak bisa menjamin apakah tuntutan kita akan diterima atau tidak. Namun yang pasti semakin besar suara-suara yang terkumpul maka siapapun orangnya, sehebat apapun, pasti bisa kita kalahkan.""Sebenarnya beberapa minggu ini kita sudah mengadakan mediasi namun tak kunjung mendapat hasil yang memuaskan. Beberapa diskusi pun telah kita lakukan dengan pihak kampus dan tetap mengalami kebuntuan"
"Dari pihak kampus tidak mau menanggapi dengan serius tuntutan kita sebelumnya. Diskusi-diskusi pun dianggap hanya angin lalu. Keputusan yang tidak berkeadilan itu telah dianggap tidak bisa diganggu gugat."
Kemudian senior Al Fatih turut menambahkan,
"Dari pihak senior sudah mengupayakan semaksimal mungkin dengan cara-cara yang elegan, dan masih belum ada titik temu."
"Dengan adanya suara-suara kalian semua, seluruh mahasiswa di setiap fakultas, maka saya yakin 100% tuntutan kita pasti akan terpenuhi."
Belum selesai Al Fatih pada kata-katanya, Mas Bardiman turut menambahi,
"Saya sebagai alumni dan juga kebetulan bekerja di media, turut membantu semaksimal mungkin untuk mengangkat permasalan kampus kita ke muka publik. Biar semua tahu seperti apa masalah yang dihadapi oleh mahasiswa. Dan biar masyarakat turut membantu menyuarakan tuntutan-tuntutan kita. Beberapa teman alumni turut membantu membawa masalah ini kepada petinggi-petinggi daerah. Maka dengan adanya kesatuan kita ini saya yakin 100% tuntutan kita pasti akan terpenuhi."
Kemudian Anis Curly sebagai ketua penyelenggara rapat menambahkan,
"Oke semuanya. Kita yang ada di dalam ruangan ini sepakat dan yakin 100% bahwa tuntutan kita besok akan terpenuhi!"Rapat besar sudah hampir selesai. Pembahasan tentang masalah UKT telah disepakati: turun aksi dan yakin 100% tuntutan terpenuhi. Kemudian pembahasan selanjutnya yakni berkaitan dengan isu Bonbin.
Untuk masalah yang selanjutnya ini, hanya kampus kawasan pusat dan kawasan timur saja yang menanggung. Namun karena telah disepakati akan diutarakan sekaligus saat demo UKT maka pembahasannya dimasukan dalam rapat besar ini.
Bagaimanapun juga isu Bonbin juga mendapat perhatian yang besar di kalangan mahasiswa. Mahasiswa dari kawasan barat turut mendukung perlawanan dari mahasiswa kawasan pusat dan timur. Sinergi ini kemudian diubah menjadi suatu kekuatan besar.
Terkait masalah ini, kemudian berdiri salah seorang, dia adalah Gondrong. Rupanya ia baru muncul ke permukaan.
"Kawan-kawan satu atap dan satu alas. Saya berdiri di sini bukan karena saya kuat..."
Demi mendengar kata-kata indah si anak Budaya ini, aku pasang benar-benar kedua telingaku.
"Saya berdiri di sini karena kawan-kawan semua, tetesan peluh kawan-kawan semua yang menyempatkan waktunya telah memberikan kekuatan kepada saya untuk bisa bersuara seperti ini"
"Kawan-kawan semua, Bonbin bukanlah pengemis, Bonbin bukanlah pengamen, Bonbin bukanlah selingkuhan, Bonbin bukanlah lokalisasi, kampus tidak perlu menggusur, menggeser, dan mengusir Bonbin. Bonbin bukan manusia hina atau yang dihinakan. Lagi pula para pengemis, para pengamen, para selingkuhan, juga manusia yang perlu belas kasih, mereka tidak bisa diusir begitu saja, apalagi dengan kekerasan."
"Kawan-kawan semua. Bonbin adalah anak polos. Bonbin adalah nenek tua. Bonbin adalah ibu hamil. Ia lemah dan perlu perlindungan kita. Bonbin perlu dibimbing sebagaimana anak kecil yang polos perlu bimbingan. Bonbin perlu dituntun, sebagaimana nenek tua yang minta bantuan untuk menyeberang jalan. Bonbin juga perlu perlindungan dan kasih sayang, sebagaimana seorang ibu hamil memerlukan perlindungan dan kasih sayang suaminya."
Sampai pada kata-kata Gondrong yang ini, aku masih termangu dan mematung. Anak Budaya ini benar-benar sesuatu.
Dalam setiap kata-katanya aku selaku pendengar dibuatnya berpikir untuk bisa menyambung makna kata per kata yang terlontar. Dari hasil rangkaian kata tersebut menghasilkan makna yang dalam. Setiap untaian katanya adalah puisi. Puisi perjuangan.
"Kawan-kawan semua. Kami dari mahasiswa kawasan pusat dan mahasiswa kawasan timur, menolak wacana pihak kampus yang akan merelokasi kantin Bonbin dan menggantinya dengan kantin modern."
"Keberadaan Bonbin adalah representasi dari kebudayaan lokal masyarakat kita, budaya dari kesederhanaan masyarakat Indonesia, dan juga budaya masyarakat UGM."
"Kawan-kawan semua. Mari kita sama-sama bersatu padu dalam suara dan pikiran. Mari kita tolong para pedagang yang nasibnya kini di tangan kita. Mari kita tolong Bonbin malang yang nasibnya juga kini di tangan kita."
"Kawan-kawan semua. Tuhan bersama kita."
Gondrong mengakhiri pidatonya yang penuh puisi dan berapi-api. Dalam benakku kata-kata yang barusan dipidatokan Gondrong sudah mirip demo saja. Padalah masih dalam rapat. Aku semakin merinding bagaimana nanti saat turun demo sungguhan?
*Pembahasan terkait Bonbin pun akhirnya usai. Beberapa tanya jawab juga sudah berakhir. UKT dan Bonbin telah disepakati bersama akan diutarakan dalam aksi demo 2 hari lagi.
Terakhir, pokok pembahasan paling akhir sekaligus sebagai penutup rapat adalah terkait alur aksi demo dan teknisnya. Pemimpin rapat, Anis Curly melemparkannya kepadaku. Ya, aku menjabat sebagai komandannya.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Novel Gunung: MERAPI #1
Romancenovel fiksi/sejarah/romansa/petualangan Hari itu, tanggal 27 Mei 2006, tepat pukul 05.55 WIB tanah bergoyang teramat kencang di bumi Yogyakarta. Gempa bumi berkekuatan 5,9 skala richter mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa daerah di sepa...