Chapter 12

33 2 0
                                    

                  Happy reading

  Bau obat obatan memasuki panca indra penciuman Vivi,Di sinilah Ia sekarang Rumah Sakit Medika.
Vivi datang ke sini untuk memeriksa keadaannya.Apakah sudah membaik atau malah tambah buruk.
  Ia duduk di ruangan seorang dokter yg selama ini memeriksanya.Dokter Rayhan adalah dokter yg menangani penyakit Vivi.
  "Apa yg kamu rasakan sekarang Vi?"
Tanya dokter.Ia melihat keadaan Vivi yg pucat.
  "Rambut mulai rontok"

  "Itu sudah resiko mengikuti kemoterapi."
  "Selain itu apakah ada keluhan lain?"Tanya Dokter yg menatap Vivi sedangkan yg di tatap hanya menatap ke arah luar jendela.Di luar sedang hujan deras.
Vivi menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan dari Dokter Rayhan.
  "Oh ya. Saya mau kamu jangan terlalu memikirkan penyakit ini.Berpikirlah bahwa kamu  akan sehat." Nasihat Dokter Rayhan

  "Dan jangan lupa untuk selalu memakai jaket! Sekarang sudah mulai musim hujan" Dokter Mengingatkan Vivi yg hanya di angguki oleh Dokter

  "Baiklah. Terima Kasih "
  "Dan ingat janji kita dokter!"

"Saya akan selalu mengingatnya,
Tenanglah" Ucap Dokter lalu Vivi keluar dari ruangan itu.

  Vivi berjalan menyusuri karidor rumah sakit.Ia mengeratkan cardingan cokelat ketika dingin menghembus tubuhnya.Ia  masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan Rumah Sakit.
  Vivi ingin menghabiskan sorenya di Danau.Seperti biasa Vivi duduk di bangku dekat pinggir danau.Ia menatap Layar ponselnya yg memperlihatkan Foto orang* yg ia rindukan.Ia berusaha tegar agar air matanya tak jatuh.Ia benci dengan semuanya.Ia benci dengan apa yg terjadi dalam hidupnya.
Semesta sepertinya mengerti dengannya.Hujan turun dengan deras
Membasahi dirinya.
"Terima kasih Semesta" Gumam Vivi
"Di saat yg lain tak mengerti denganku,kau selalu datang tepat di saat aku membutuhkanmu.Di saat aku ingin menumpahkan segala air mata yg sudah tak tahan untuk ku bendung." Ucap Vivi membiarkan air matanya menyatu dengan derasnya Hujan.

                            🍃🍃🍃

  Pukul 17.40 ,Vivi sekarang berada di Apartementnya.Ia sengaja tak ingin pulang,Vivi malas harus menjawab pertanyaan bodoh dari orang* yg tinggal di rumah.Ia akan pulang nanti pada pukul 9 atau 10 malam.
  Vivi membaringkan tubuhnya yg lemas di atas kasur yg berukuran besar itu.Ia menatap langit langit kamarnya.Setetes air mata ia biarkan lolos begitu saja.Terlalu sakit untuk menahan sakit ini sendirian.
  Sebuah notif muncul di ponsel dan membuyarkan lamunannya.Ia mengecek ponselnya.Vivi mengabaikan pesan  dari kakanya.
Kemudian ia membuka pesan dari Fathan.

Cwok aneh
  "Vi?"

   "Knp?"

"Gak jadi"

  "Gajelas!"

"Eh tumben Kamu
Bls chat cpat

     Read

"Ehh kok di read ?"

"Sory* maksud aku gak gitu"

  " Untuk sementara  Lo jadi pacar gue"

"What!!"

"Knp? Kalo gak mau  jga gk mslh"                
                         
"Enggak gitu"
"Cman kaget aja"

"Knp kaget?"

"Biasanya kan cwo yg nembak ini kok mlah cweknya?"

"Kita cman pacaran pura pura!"

"Beneran juga gk papa"

"Read"

  Vivi tersenyum tipis melihat percakapannya dengan Fathan.
Pria itu benar* membuat Vivi tak habis pikir.Fathan ada benarnya,Baru kali ini Vivi membalas chat dengan cepat dan lumayan pnjang.
  Tak ingin larut dalam kesedihan,Vivi menuju meja belajarnya dan mulai mengerjakan tugas yg di berikan Guru.

                           🍃🍃🍃

  Jam 21.35 Vivi sampai di rumahnya.
Ia melihat mobil Imanuel terparkir di depan.Sedangkan mobil sang Ayah tak terlihat. Vivi tak peduli dengan itu.Ia masuk ke dalam rumah.Ia menuju dapur untuk mengambil air
Ia sangat kehausan.Setelah minum ia segera menuju kamarnya.
Vivi melihat Imanuel bersandar di depan pintunya sambil menutup matanya.Apakah kakaknya menunggu sang adik pulang?? Vivi tak peduli tentang itu.Ia masuk tanpa menoleh ke arah sang kakak.
Ia memutar gagang pintu dan segera masuk,namun rupanya Imanuel sudah membuka matanya dan menahan tangan Lalu menariknya masuk ke dalam kamar Vivi.
  "Lepasin!!"Bentak Vivi berusa untuk melepaskan tangannya dari sang kakak.

  "Knp gak cerita sama abang?" Tanya Imanuel melepas tangannya dari tangan Vivi.

  "Gak ad yg perlu di ceritain" Ucap Vivi sinis.Imanuel mengeluarkan secarik kertas dari kantongnya.

  "Ini apa? Knp sembunyiin ini sama abang?"

"Dari mana lo dapat itu?"

"Kamu lupa? Kalau abangmu ini seorang dokter hem??" Ucap Imanuel menatap Vivi yg terlihat seperti gelisah.Kertas itu berisikan Data Vivi yg selama ini menderita penyakit Leukimia akut.

  "Apa untungnya menceritakan semuanya?" Vivi menatap Imanuel datar.
  "Tak ada yg peduli juga" Ucap Vivi dengan nada biasa biasa saja tapi cukup menohok hati Imanuel.

  "Abang peduli!" Bantah Imanuel

  "Sejak kapan?"
"Gue pengen istirahat.Bisa lo keluar sekarang?" Ucap Vivi berbaring di kasurnya lalu menarik selimut sampai dada.Imanuel menghela napas dengan gusar lalu keluar dari kamar Vivi dan menutup pintunya.
  Vivi membuka matanya setelah Imanuel keluar dari kamarnya.
Ia berdiri mengahadap ke jendela yg memperlihatkan Suasana malam hari
Perkataan Dokter tadi Sore selalu tergiang-giang di kepalanya.Apalagi Imanuel telah mengetahuinya,dan pastinya Ayahnya juga pasti bakalan tau semuanya.Vivi juga mengingat bahwa dia harus lebih rajin untuk terapi.Ia menatap Kolam renang yg ada di rumahnya,Vivi sangat rindu untuk menyelam ke sana.Kurang lebih setahun Vivi berhenti dari Profesinya sebagai Atlet Renang.Di dalam kamarnya juga masih tersimpan medali serta piagam yg tersusun rapi di sudut kamar.
Ia menghela napas pelan,lalu beranjak menuju kasurnya lagi,dan mulai terlelap.
         

Tbc!

Dear Fathan (SEDANG DI REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang