Setelah Aceng memutuskan untuk pecah kongsi, hal yang terlintas di benak Monita adalah minta maaf langsung ke Dirga. Meski Aceng mengatakan Dirga tidak terlalu mempermasalahkannya, dia tidak percaya seratus persen. Manusia mana yang tidak sakit hati setelah dibohongi teman sendiri? Apalagi kebenarannya diungkap oleh orang lain. Pasti ada perasaan kecewa walau hanya secuil.
Sepanjang hari, Monita memikirkan waktu dan tempat yang tepat untuk bertemu empat mata dengan Dirga. Masalahnya, sehabis pelajaran bahasa Inggris, Jhoni mengumumkan di obrolan grup bahwa mereka sudah mendapat izin untuk meliput ekskul Merpati Putih hari Jumat, tepatnya besok. Sepanjang jam istirahat, Risma sebagai ketua kelompok langsung grasah-grusuh mengerahkan pasukannya untuk mempersiapkan segala hal, mulai dari merampungkan pertanyaan wawancara hingga menetapkan sudut pengambilan gambar atau video.
Kesibukan itu menunda rencana minta maaf, sekaligus melahirkan teror baru. Selagi Risma merundingkan apakah etis bertanya pada pembina: "kenapa harus Merpati Putih, kenapa bukan karate?", Monita sibuk membayangkan bagaimana dia akan berhadapan dengan Dirga besok. Apakah harus menghindar? Atau lebih baik pura-pura tidak terjadi apa-apa? Bagaimana kalau Dirga malah bersikap dingin padanya?
Sempat terpikir untuk minta maaf lewat pesan singkat saja. Namun, itu malah akan membuatnya semakin terlihat seperti pecundang.
Hingga tiba waktunya mereka meliput Merpati Putih di lapangan sekolah, Monita belum menemukan cara untuk menuntaskan niatnya.
Anehnya, kekhawatiran itu ternyata tidak tepat sasaran. Selama meliput di lapangan sekolah, hal yang membuat Monita tidak nyaman bukanlah rasa bersalah pada Dirga, melainkan karena mereka sedang meliput Merpati Putih—termasuk Aceng.
"Ternyata anak MP memang serius-serius gitu ya luarannya. Gue pikir Aceng aja," kata Priska saat menyaksikan Merpati Putih sedang latihan pernapasan, tanpa berhenti mengarahkan kipas portabel ke seluruh wajahnya.
"Pasti serius, lah. Nggak mungkin juga main-main pas latihan," sahut Risma yang baru menyelesaikan wawancara singkat dengan pelatih yang juga ternyata alumni Raya Jaya. Tidak sekalipun dia mengalihkan perhatian dari layar ponsel, sibuk menyortir dan menamai berkas rekaman.
"Actually gue sempat merasa Merpati Putih itu rada creepy, apalagi pas lihat video mereka mecahin beton. Tapi, setelah riset lebih dalam, ternyata nggak seram-seram amat. Kesannya kayak ada seninya gitu," tambah Delia.
Risma kembali membalas, kali ini matanya memicing lebih dalam. "Ya jelas lah. Merpati Putih itu kan pencak silat, pencak silat itu termasuk seni bela diri. Dan FYI, mereka nggak pake istilah 'mecahin beton', tapi pematahan."
Sepanjang Delia, Priska, dan Risma lanjut bertukar pendapat soal Merpati Putih, Monita mencoba tetap pasif, menyibukkan diri membaca artikel-artikel yang dicetak Risma, sesekali melirik ke arah tengah lapangan.
Mereka sedang berteduh di koridor kelas yang mengarah langsung ke lapangan sekolah, duduk di salah satu kursi panjang di sisi dalam. Meski sudah lewat pukul tiga, sengatan matahari masih berada di level "beringas". Sepertinya keinginan Jhoni terkabul. Sejak semalam dia rewel soal cuaca dan semacamnya di obrolan grup.
Semoga nggak hujan👍. Dikirim saat Monita makan malam, diikuti gif pawang hujan yang sempat viral di arena balap motor.
Manteman, jangan lupa doain cuacanya bagus besok. Makin rame biasanya makin diijabah🙏. Dikirim lima menit sebelum tengah malam.
Paginya, dia mengirim tangkapan layar ramalan cuaca. Pukul tiga, cerah berawan.
Ramalan itu lumayan benar, hanya awannya saja yang belum kelihatan.
Untung saja, secara teknis, tugas Monita sudah selesai. Di kelompoknya, dia dan Risma bertugas mengumpulkan informasi, baik dari internet maupun wawancara. Kana, Fara, dan Jhoni kebagian mengambil gambar dan video. Sementara Aceng ikut bergabung bersama anggota Merpati Putih lainnya. Karena masuk dalam bagian Merpati Putih, dia dibebastugaskan hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kacamata Monita
Novela JuvenilDapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya...