|2.7| hari ayah-

1.3K 202 4
                                    

Jayendra menatap ratusan orang tua yang tengah duduk dengan rapi. Menyisiri satu-satu wajah lelaki yang ada disana, bodoh memang, bisa-bisanya Jayendra berharap, jika Ayahnya datang. Padahal mana mungkin? Pria itu pasti lebih memilih duduk di ruang kerja ber ac nya, bukan ruangan penuh manusia yang ruangannya terasa pengap.

Jayendra menatap selembar kertas ditangannya, hari ini adalah hari Ayah, dan Jayendra di tugaskan oleh gurunya untuk membaca puisi.

Jayendra tersenyum miris saat melihat judul puisi tersebut 'Ayah ku, Pahlawan ku' apa-apaan itu? Bukankah itu sebuah kemunafikan? Jayendra muak membacanya, Jayendra tak mampu untuk berpura-pura menjadi orang yang paling bangga terhadap Ayahnya. Padahal, kenyataannya Jayendra adalah orang yang paling benci terhadap Ayahnya, jika ada pertanyaan 'siapa yang benci Ayah?' Mungkin Jayendra akan maju paling depan.

Jayendra menghela napas, memulai langkahnya ke atas panggung. Memperhatikan semua orang, tampak beberapa temannya memberikan semangat.

"Di malam itu, disaat aku dilanda ketakutan
Kau datang, mengulurkan tangan" Jayendra terdiam, di kepalanya berputar kejadian dimana ia tengah ketakutan, dan abangnya datang untuk memberikannya pelukan.

"Memberi tahu diriku
Apa itu sebuah pelukan
Kau bisikkan ribuan kata penenang" Jayendra kembali berangan, bagaimana jika abangnya muncul dihadapannya sekarang?

Guru Jayendra terkejut, ia memperhatikan Jayendra dari jauh, ini bukanlah puisi yang seharusnya! Ia memberikan kode, agar Jayendra mengulang dari awal. Tapi Jayendra tak peduli.

Jayendra melanjutkan puisi yang ia karang begitu saja, Jayendra tak peduli, jika puisi ini tak memakai bahasa kiasan yang baik, Jayendra hanya ingin bercerita, bagaimana kehidupannya.

"Dulu, aku bisa menatap wajah rupawanmu setiap harinya.
Dapat mengelus lesung pipimu yang terukir indah" Jayendra tersenyum, saat Jeffry dan senyumannya tergambar di angan-angan.

"Tapi, mengapa tuhan kejam?
Membuat diriku, merasa sendirian.
Aku lelah, aku ingin pulang.
Tapi tuan membuat rumah ku hilang!
Hancur! berantakan!
Jangankan untuk menyapa.
Bertemu saja, seolah dunia enggan mengiyakan" Jayendra rindu terhadap Jeffry dan Bunda! Sungguh!. Jayendra ingin memeluk Jeffry dan Bunda untuk hari ini, ia sedih, ia ingin menangis saat melihat seluruh anak disekolah ini duduk berdampingan dengan orang tuanya. Sedangkan Jayendra?

Jayendra mengucapkan bait demi bait puisi dadakan yang ia karang, hingga akhirnya ia selesai, tepukan tangan bergemuruh, Jayendra hanya tersenyum tipis, saat ia keluar panggung, dan mendengar bisikan-bisikan orang tua, yang mengatakan, jika Jayendra di didik dengan baik, orang tua Jayendra pasti bangga, dan lainnya, walaupun tak sedikit juga yang mencerca karena merasa puisi Jayendra tidak sesuai tema.

Jayendra hanya diam, tertawa kencang didalam hati.

Orang tua bangga? Aih, jangankan untuk membanggakan diri, bertemu saja mereka hampir tidak pernah, padahal duduk didalam satu rumah.

Jayendra di didik dengan baik? Bahkan Jayendra tak yakin, jika ia benar-benar di didik oleh Ayahnya. Jayendra yang mendidik dirinya sendiri, agar kuat menghadapi dunia, Jayendra yang mendidik dirinya sendiri, agar tak melakukan hal aneh, dan tetap menjaga nama baik Bundanya.

"Ayah?"

Dear Abang {Na Jaemin}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang