14. Diriku atau dirinya?

924 27 3
                                    

"Perkenalkan aku dengan suamimu. Dan mari kita beri tahu kepadanya, bahwa kita masih saling mencintai, Ze..."

Bagaikan petir di siang bolong, Zefa membulatkan matanya sempurna tak kala mendengar permintaan Fabian. Tangannya pun tanpa sadar melepaskan pelukan mereka.

Diam. Zefa memilih menutup mulutnya. Mengalihkan pandangannya ke arah orang-orang yang berlalu lalang, ketimbang harus menjawab permainan konyol Fabian.

Hal itu membuat Fabian berdecih pelan. "Tebakan ku benar. Pasti kamu gak bakalan mau mengiyakan permintaan ku."

Lagi dan lagi. Zefa hanya bisa diam ketika mendengar ocehan Fabian yang menyudutkan dirinya. Tiba-tiba bayangan Arga langsung melesat di benaknya. Pria itu tersenyum dan senyuman itu sangat menyakitkan bagi Zefa.

"Lihat! Kamu hanya diam aja kan, Ze? Aku semakin yakin, cintaku sudah terhapus dari hatimu!"

Sekali lagi Zefa hanya diam. Tak terasa air mata pun sudah keluar dari pelupuk matanya. Zefa menangis tersedu-sedu tak kala sekali lagi mimpi itu menghampirinya lagi. Mimpi akan Arga yang pergi meninggalkan dirinya sendiri. Tidak tidak! Zefa menggeleng pelan. Arga tak akan meninggalkannya!

Tapi kenapa dia takut jika Arga meninggalkannya? Bukan kah itu bagus? Dengan begitu dia bisa bersatu dengan Fabian lagi bukan?

Tetapi kenapa dirinya seperti tak rela jika hal itu terjadi? Seperti ada yang mengganjal di hatinya? Rasanya sangat..... Sangat menyakitkan!

Aku ini kenapa? Batinnya menerka-nerka.

Apakah rasa cinta itu sudah datang?

"Zefanya, kalau begitu akhiri saja hubungan kita ini. Rasanya sangat sakit ketika kamu mengabaikanku!" Lagi dan lagi Fabian menggerutu. Dan yang kali ini, Zefa membalasnya. Perempuan cantik itu mendelik tak kala mendapati kata Akhiri hubungan kita itu keluar dari bibir kekasihnya.

Zefa menggeleng cepat. "Tidak! Aku tidak akan pernah melakukan itu!"

Fabian memutar bola matanya. "Kalau tidak mau mengakhiri hubungan kita, perkenalkan aku dengan suamimu!" Ucap Fabian ngotot. Zefa yang sekarang sangat keras kepala ketimbang dulu masih bersama dirinya. Mungkin ini karena pengaruh suaminya, pikir Fabian berkecamuk di benaknya.

Sekali lagi Zefa menggeleng-geleng. "Aku tidak bisa melakukan itu. Kalo kamu minta yang lain, pasti aku bakal turutin Fabian, tetapi tidak dengan permintaan mu yang itu. Sangat berat untuk ku lakukan."

"Apanya yang tidak bisa? Dia tidak mencintaimu kan?" Tanya Fabian mengguncang bahunya. Isakan Zefa bertambah kencang. Beruntungnya mereka duduk di kursi belakang, jadi tidak banyak pengunjung kafe lain yang memerhatikan.

Dia mencintaiku, bahkan mungkin sangat mencintaiku...

Ingin rasanya Zefa mengatakan itu, tetapi lidahnya terasa kelu untuk menjawab pertanyaan Fabian. Dia takut Fabian malah akan semakin bertambah kesal terhadap Arga. Sudah merebut kekasihnya, sekarang malah mencintainya. Zefa yakin, pasti Fabian akan menonjok wajah Arga jika sampai dia mengetahui hal itu. Zefa sangat tahu, pria yang ada di depannya ini sangat keras! Bahkan sekeras batu!

Zefa menggeleng-geleng cepat, beralibi dulu sebelum semuanya runyam. "Tidak, dia tidak mencintai ku."

"Jadi apa? Kamu yang cinta sama dia?!"

Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang