Pikirannya kembali bertambah ruwet memikirkan maksud dari pertanyaan sang istri.
"Bisakah sang rembulan dan bintang berpisah?"
Apa yang dimaksudkan oleh Zefa. Otaknya tak dapat berpikir lagi. Dia memang pintar. Ralat! Sangat pintar malah! Tetapi jujur, jika ditanya tentang sastra dan tetek bengeknya, Arga akan mengangkat tangannya dan menyerah. Karena nilainya pada saat pelajaran Bahasa Indonesia, sangat tak mencapai kemampuan. Hanya sebatas tic tac rasa sapi panggang yang dia beli Indoapril. Ya ngendet, bulat dan kecil!!
Apakah dia perlu mendatangkan pakar sastra untuk menerjemahkan bahasa yang tak terjangkau oleh otak gantengnya? Tidak tidak!! Itu terlalu berlebihan! Tetapi, bagi seorang Argadal Jonathan Benedict, itu tak berlebihan dan tidak mungkin dapat menghabiskan kekayaannya.
Mengurut-ngurut keningnya yang berdenyut. Arga melepaskan kaca mata bacanya yang sedari tadi bertengger manis di pangkal hidungnya yang mancung dan mulus bak prosotan anak TK, enak dan mudah sekali meluncur di atasnya.
Melirik ke arah samping. Tepat dimana wanita yang membuat kepalanya berdenyut karena memikirkan pertanyaan anehnya tadi. Aneh seperti sikap Zefa satu harian ini. Tadi, setelah menanyakan hal itu, Zefa langsung naik ke atas dan tidur menutupi setengah tubuhnya dengan selimut.
Arga meletakkan kaca mata bacanya di nakas samping tempat tidurnya. Mematikan lampu kamar dan menggantinya dengan lampu tidur yang lebih redup. Tak ingin mengganggu tidur istrinya, Arga pelan-pelan masuk dan menarik selimut yang selalu memberikan kehangatan tubuhnya di saat tidur.
Senyumnya pun terukir tak kala melihat wajah istrinya yang tampak polos sekali jika sedang tidur. Mengelus-elus pipi putih Zefa yang kelihatan lebih gembul dari biasanya. Tak hanya pipi Zefa saja menggembul, ehmm.... Maaf, dia bukannya mesum ya. Buah dada Zefa pun ikut membesar. Dia sangat tahu itu karena, ah... Tidak perlu dijelaskan secara rinci! Kalian pasti mengetahui maksudnya!!
Zefa bagaikan seorang bayi jika sedang tidur. Bulu matanya yang lentik. Alis yang tebal. Pipi putihnya yang gembul, dan jangan lupakan bibirnya yang mungil dan semerah stwaberry. Membuat Arga ingin sekali melumatnya! Oh tuhan, astaga, dia jadi mesum kan!!
Aku ini kenapa? Arga terkekeh kecil tak kala mengingat adegan ciuman mereka pada saat pemberkatan pernikahan satu bulan yang lalu.
Tak tahan lagi, Arga mendekatkan dirinya tepat di wajah Zefa yang tampak damai dalam tidurnya. Sekali saja boleh kan? Arga semakin mendekat, dan yap!! Bibirnya pun bertemu dengan bibir zefa yang sedari tadi mengeluarkan dengkuran halus.
Tidak ada lumatan, Arga hanya menempelkan bibirnya di bibir Zefa. Memejamkan matanya perlahan. Tanpa melepaskan ciuman mereka. Dan setelah itu, Arga pun sudah masuk ke alam mimpi.
💐💐💐
"Ze, jangan tinggalkan aku...."
Zefa merasa asing di tempat yang tak pernah ia datangi. Sebuah taman indah yang ditumbuhi beberapa bunga sakura pun Zefa rasakan. Ditambah sang bulan dan bintang yang begitu redup menerangi bumi. Tampak tak bersemangat karena sang awan yang menghalangi mereka bertatah.
"Ze.... Bisakah kita tetap bersama? Aku tak mau berpisah dengan mu....." Dari balik pohon bunga sakura yang ada di depannya, Zefa bisa mendengar suara samar-samar dari suara Arga. Karena merasa penasaran, Zefa pun menghampiri Arga yang berada di balik pohon itu.
"Arga...." Zefa membulatkan matanya sempurna tak kala melihat wajah tampan Arga yang sembab karena pria itu menangis.
"Arga... Kamu kenapa?" Zefa pun menghampiri Arga yang saat ini tengah duduk memperhatikan bulan dan bintang yang begitu redup.

KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Husband
RomanceAku tidak menginginkan pernikahan ini. Sama sekali tidak pernah terlintas dipikiran ku untuk menikah dengan pria kaku sepertinya. Membayangkan saja aku tidak pernah. Kami bagaikan air dan minyak. Tidak akan pernah bisa bersatu. Dan, kenapa aku harus...