Zefa hanya menatap sepotong roti yang sudah berada di atas piring makannya. Dia hanya diam. Tak ada keinginan untuk makan, ataupun berbicara. Ia benar-benar tidak bernafsu untuk makan.
"Kok rotinya cuma dilihati aja?"
Zefa hanya diam. Tiba-tiba, air matanya mengalir dan isakan pun keluar dari bibirnya.
"Eh, kok nangis?"
Zefa makin terisak. Air mata sudah membanjiri pipinya.
"Ze.... Are you okay?" Zefa menggeleng sambil terus terisak.
"Kamu gak mau makan roti ya? Apa aku suruh Elin buatin kamu telur ceplok?"
"....."
"Apa kamu gak suka selai nya ya? Mau aku ganti rasanya?" Tanya Arga dengan nada lembutnya. Ia meraih sepotong roti tawar, dan mengoleskan selai srikaya di permukaan nya.
"Nih, kamu suka rasa srikaya gak?"
"AKU GAK MAU MAKAN, ARGA!!" Potongan roti yang berada di tangannya spontan terjatuh tak kala Zefa membentaknya.
Prak....
Piring pun sudah wanita itu jatuhkan ke lantai. Arga menatap Zefa dengan terkejut. Banyak pertanyaan pun terlintas dipikiran nya. Ada apa dengan Zefa? Apakah dia berbuat suatu kesalahan? Apakah..... Apakah Zefa.... Membencinya?
Tiba-tiba, wanita itu berdiri. Arga pun menatapnya. Dan pandangan mereka bertemu. Arga menatap istrinya dengan wajah seakan ingin menanyakan sesuatu. Sementara Zefa sudah menatapnya nyalang. Setelah itu, wanita membuang pandangannya, dan berlalu meninggalkan Arga dengan kebingungannya.
Arga terus saja memperhatikan punggung Zefa yang menaiki tangga rumah mereka. Sampai punggung wanita cantik itu menghilang di balik pintu kamar mereka.
Membuang pandangannya. Arga menghembuskan nafas kasar. "Apa aku berbuat salah? Kenapa dia kelihatan un-mood sekali?" Arga terus saja menerka-nerka. Kenapa dan mengapa dengan Zefa?
Ia pun bangkit dari duduknya. Menatap sepotong roti yang sudah berserakan di lantai.
"Elin...." Dia memanggil seseorang pembantu yang sedari tadi tengah mengintip pertengkaran hebatnya. Bersama pembantu lainnya, jantung Elin hampir saja ingin mencelos dari tempatnya, tak kala Arga mengucapkan sesuatu hal yang akan membuat pekerjaan nya terancam. "Saya tahu kalian mengintip! Bersihkan beling-beling kaca ini!" Arga membalikkan badannya menghadap para pembantu rumah nya. Menatap mereka yang saat ini tengah menundukkan wajahnya.
"Jangan sampai Nyonya Zefa kena! Atau kalian akan saya pecat!" Tolong, perkataan terakhir dari Arga tadi, perlu di hari bawahi oleh Elin dan kawan-kawan.
Atau kalian akan saya pecat!!
Perkataan itu terus saja terngiang-ngiang di pikiran Elin, Juminten, dan Rani.
Arga membalikkan tubuhnya, setelah mendapatkan anggukan kepala sebagai jawaban dari para pembantunya. Meraih tas kerjanya. Melangkah menuju pintu rumah. Namun, ia memberhentikan langkah kakinya tepat di dekat tangga. Ia menatap pintu kamar bewarna putih gading yang merupakan kamarnya. Ah, sekarang lebih tepatnya kamarnya dengan Zefa.
Ze, apakah memang kamu belum bisa menerima aku? Mungkinkah, pernikahan kita kan bertahan lama? Padahal, aku sudah merasakan sesuatu getaran kepada mu. Dan jujur, aku sudah jatuh cinta kepada mu.
Dan Bolehkah aku berharap untuk bisa mendengar kan kata 'I Love You' keluar dari bibir mu?
Tetapi, apakah aku pantas?
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Husband
عاطفيةAku tidak menginginkan pernikahan ini. Sama sekali tidak pernah terlintas dipikiran ku untuk menikah dengan pria kaku sepertinya. Membayangkan saja aku tidak pernah. Kami bagaikan air dan minyak. Tidak akan pernah bisa bersatu. Dan, kenapa aku harus...