Warning: Bagian ini mengandung adegan dewasa. Bagi yang belum cukup umur atau merasa jijik dengan adegan-adegan itu, lebih baik jangan dibaca, tau lewatkan saja bagiannya:)
Tak terasa sebulan sudah umur pernikahan Arga dan Zefa. Banyak sudah yang berubah. Arga yang semakin hari semakin lembut kepada Zefa. Begitu pula sebaliknya. Sikap Zefa pun tak sama seperti hari-hari pertama pernikahan mereka.
Bagi Zefa, jika dia berada di dekat Arga, kenyamanan pun seketika ia rasakan. Arga sangat baik kepadanya. Tak seperti pertama kali mereka bertemu. Pikirnya, pernikahan ini akan terasa hambar. Namun perkirannya itu salah. Berbanding terbalik malah. Sebaliknya, Zefa sudah dibuat nyaman dengan segala kelembutan dan perhatian yang Arga berikan.
Namun, terkadang Zefa masih merasa penasaran dan curiga. Tepatnya rasa itu jatuh kepada satu orang. Bella. Siapa kah Bella? Ada hubungan apa Bella dengan suaminya? Zefa selalu saja ingin mempertanyakan hal itu. Namun mengingat wajah Arga yang menahan emosi nya waktu itu, membuatnya mengurungkan niatnya. Dia tak ingin Arga menjadi marah karenanya.
Zefa terus saja menerka-nerka. Sampai sebuah kecupan di keningnya, membuatnya tersadar dari lamunannya.
Dia memandangi kesal sang pelaku kecupan. "Enak aja tuh mulut! Main cium-cium aja!!"
Arga tersenyum manis. Ya, pelaku kecupan tanpa perizinan sang empu kening itu adalah suaminya sendiri. "Biarin dong! Aku kan suami kamu!"
Tak ada jawaban. Zefa hanya memandangi suami kampretnya itu kesal dan dengan bibir yang mengerucut.
"Tadi kenapa melamun? Lagi mikirin aku ya? Aku tahu kok aku ini ganteng tujuh tanjakan." Tanya Arga dengan rasa percaya diri sekaligus terlalu narsis.
Zefa memutar bola matanya jengah. " Anda terlalu percaya diri sekali Tuan Bendict!!" Ucapnya dengan nada formal.
"Pede-pede gini, tapi cinta kan?" Tanya Arga membuat Zefa tersentak. Namun sepersekian detik kemudian wanita itu malah menundukkan kepalanya.
"Hey kenapa?" Arga menghampiri Zefa yang duduk di sofa yang berbeda dengannya.
"Kenapa Ze? Ah, aku tahu kok kalau kamu belum bisa balas cinta aku. Don't worry, Ze." Ucap Arga dengan nada santainya. Berbanding terbalik dengan hati Zefa. Hal yang baru saja dikatakan oleh pria itu tadi bagaikan sebilah pisau yang mengiris hati. Rasanya ngena dan sakit di hatinya.
Bagaimana tidak? Ia sudah merasa dirinya ini tak adil kepada Arga. Pria itu sudah mencintainya dan belajar untuk menerima dirinya. Tetapi dirinya apa? Dengan jahatnya, hatinya masih ada pada pria lain. Pria yang seharusnya sudah harus benar-benar Zefa lupakan. Pria yang kenyataannya bukanlah takdirnya. Namun entah kenapa rasanya sangat berat untuk melupakan Fabian. Faktor penghambatnya adalah karena dirinya terus saja mengingat-ingat kebersamaan yang sudah ia habiskan selama lima tahun terjalin bersama Fabian.
"Bukan gitu, Ga. Tapi aku......"
"Gak apa-apa kok, Ze. Aku yakin waktunya kamu mencintaiku belum tiba. Tapi aku yakin, pasti waktu itu akan tiba. Waktu di saat kamu mencintaiku akan tiba. Tak ada yang tak mungkin jika takdir sudah berkata 'Ya', bukan?"
Arga terdengar sangat dewasa dan penyabar di mata Zefa. Caranya berbicara dan menghadapi Zefa lah yang membuat wanita itu selalu merasa nyaman. Tetapi hanyalah sebuah rasa nyaman, bukanlah rasa cinta.
Rasanya Zefa sudah sangat mempermainkan Arga. Arga baik. Pria baik dan juga suami sempurna adalah definisi yang patut diberikannya melalui kata-kata.
Apakah rasa cinta itu akan Zefa balas? Atau malah rasa cinta itu malah melebur dan berpindah ke lain hati? Tetapi siapakah perempuan yang pantas menjadi tempat pindahnya rasa cinta Arga? Bella kah? Tidak tidak!!! Tidak boleh Bella orangnya! Zefa bahkan tak rela. Eh, tapi kenapa dia jadi tak rela seperti ini? Ada apa dengan dirinya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Husband
RomansAku tidak menginginkan pernikahan ini. Sama sekali tidak pernah terlintas dipikiran ku untuk menikah dengan pria kaku sepertinya. Membayangkan saja aku tidak pernah. Kami bagaikan air dan minyak. Tidak akan pernah bisa bersatu. Dan, kenapa aku harus...