Beberapa kali helaan nafas kasar terdengar sangat berat. Seperti helaan nafasnya dapat meringankan beban pikiran yang berat. Berulang kali pula dia memijit pelipisnya, dan berulang kali juga dia mengerang keras.
Satu, karena pekerjaannya yang entah kenapa, ingin sekali Arga campakan saja. Keadaan perusahaannya sedang kritis dikarenakan pasaran harga minyak bumi yang menurun. Tentu saja itu akan menyita pikirannya, karena perusahaannya ini sangat penting di hidupnya, maupun hidup keluarganya, terutama Gavin—papinya.
Kedua, Feli—maminya yang meminta agar cepat-cepat diberikan cucu. Oh tuhan.... Jangan salahkan dirinya jika nanti dia tidak akan mau berkunjung ke rumah orangtuanya! Ya... Arga orangnya memanglah tidak bisa dipaksa-paksa—walaupun akhirnya dia akan menuruti semua kemauan Feli yang tak dapat terbantahkan itu. Memangnya kau tak ingin memiliki anak?..... Jika Arga ditanya seperti itu, maka dia akan menjawab YA. Siapa yang tidak menginginkan seorang anak yang akan memanggilmu dengan sebutan Ayah?
Ketiga, ini lah permasalahan utamanya! Zefa yang berubah. Ya, Zefa berubah setelah mereka pulang dari rumah orang tuanya. Wanita itu hanya diam dan jika dirinya menanyakan sesuatu, dia akan menjawab YA ataupun TIDAK. Siapa yang tidak pening jika istri kalian ngambek? Arga sangat yakin, Zefa pasti belum siap memiliki buah hati untuk saat ini. Mengingat pernikahan mereka yang masih seumur jagung. Ketiga masalah ini lah yang menjadi alasan dari beban pikirannya.
Lagi dan lagi, Arga menghela nafas kasarnya. Menyugar rambutnya, Arga mengalihkan pandangannya menatap jendela besar yang menampilkan pemandangan angkasa yang menggelap. Ya, malam sudah melingkupinya.
Tok tok....
Pintu ruangan kantornya diketuk oleh seseorang dari balik pintu, orang itu masuk setelah mendapatkan izin dari Arga untuk masuk.
"Pak, ada Tuan David yang ingin bertemu dengan anda." Ucap Jelly—sekertarisnya yang membungkuk hormat.
Arga mengkerutkan dahinya. Tatapannya tampak dingin karena tak ingin Jelly jatuh ke dalam pesonanya. Tapi tunggu dulu. David? David ayah mertuanya kah?
"David? David Wijaya, ayah mertuaku?" Mengingat karena banyak sekali rekan kerjanya yang memiliki nama yang sama dengan ayah mertuanya itu, Arga menanyakan kebenarannya. Dan Jelly mengangguk.
"Kalau begitu, persilahkan dia masuk." Lagi dan lagi, Jelly mengangguk patuh. Sejenak dia undur diri, dan kembali bersama David yang menatapnya tak berekspresi. Dan Arga sangat tahu, bahwa Tuan Wijaya itu sangat-sangatlah dingin dan tak tersentuh—sama sepertinya juga sih.
Jelly pamit undur diri, setelah mendapatkan izin dari keduanya.
"Apa aku menggangu pekerjaanmu, nak?" Tanyanya mendudukkan dirinya setelah Arga mempersilahkannya pastinya.
Arga menggeleng sebagai jawaban. "Tidak, Pa."
David mengangguk beberapa kali. Kemudian mengalihkan pandangannya ke arah sebuah foto yang terletak di ujung meja kerja Arga. Dan meraihnya.
Mengelus lembut seakan orang yang di dalam foto itu memang berada di hadapannya, dan senyum tipis tampak terbit—walaupun Arga tak dapat melihatnya, karena datarnya tatapannya.
"Dia.... Apakah dia kau perlakukan dengan baik?" Tanya David tanpa mengalihkan pandangannya dari seorang wanita cantik yang berada di dalam foto itu.
Arga terkekeh geli mendengar pertanyaan itu. "Tentu saja, Pa."
Lama mereka terdiam dalam keheningan yang melingkupi. David yang terus saja memperhatikan foto itu, dan Arga yang bertanya-tanya mengapa David mengunjunginya. Apakah dia berbuat salah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Husband
RomanceAku tidak menginginkan pernikahan ini. Sama sekali tidak pernah terlintas dipikiran ku untuk menikah dengan pria kaku sepertinya. Membayangkan saja aku tidak pernah. Kami bagaikan air dan minyak. Tidak akan pernah bisa bersatu. Dan, kenapa aku harus...