Zefa menatap dalam-dalam wajah seorang pria yang saat ini tengah menatapnya tak kalah dalam dan sebuah senyuman lembut yang semakin menambah kadar ketampanan nya.
"Kamu mau ngomong apa, Ze?" Tanya pria itu.
Zefa masih belum bisa menjawab. Tangannya sudah gemetar. Yang dia lakukan hanyalah memainkan-mainkan tangannya. Menetralisir rasa gugup yang menyerang.
Lima menit sudah sejak pria itu menanyakan pertanyaan tadi. Tetapi, Zefa masih belum mengutarakan maksud wanita itu mengajaknya bertemu.
"Ze?" Pria itu mencoba memanggil Zefa. Sementara si objek malah tersentak.
"Apa, apa? Kenapa, Yan?" Pria itu terkekeh kecil melihat tingkah laku Zefa. Tangannya pun terulur untuk mengelus puncak kepala wanita itu.
"Kok lucu sih?!" Zefa hanya mencebikkan bibirnya. Terlihat makin lucu dan sangat menggemaskan di mata pria itu. Baginya, Zefa ini seperti anak-anak. Terkadang bisa membuat nya ingin mencubit pipi putih milik Zefa karena gemas. Dan terkadang, tingkahnya yang manja bisa membuat pria itu ingin sekali memeluknya erat. Zefa selalu bisa membuat hatinya tak karuan.
"Aku tanya lagi nih. Kamu mau ngomong apa, sampai ngajak aku ketemu? Kangen?" Zefa semakin gugup karena senyuman manis milik pacarnya itu. Dia sempat berpikir, apakah senyuman itu akan tetap mengembang ketika, dia mengungkapkan perkataan yang mungkin saja bisa membuat pria itu membencinya.
Bian, apakah senyuman mu itu akan selalu ada ketika diriku meninggalkan dirimu?
Atau kamu akan membenciku?
"Eum... Itu..." Fabian, atau lebih akrab disapa Bian, masih tetap menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Zefa.
"Aku... Aku..." Keringat sudah mulai bercucuran. Zefa menelan ludah nya kasar, menetralisir kegugupan nya. "Aku mau menikah, Bian."
Satu kalimat berhasil membuat dahi Fabian berkerut. "Maksudnya?"
Baru saja ingin menjawab, Fabian kembali berinstruksi. "Ah, sayang. Jangan dulu ya. Kamu tahu kan, kalo hubungan kita ini enggak disetujui sama orang tua kamu. Dan, juga.." kalimat Fabian menggantung.
Tangannya terulur untuk menggenggam tangan mungil milik Zefa. "Aku belum siap menikah, Ze."
Deg
Hati Zefa terasa nyeri. Oh tuhan, Fabian sudah salah paham. Apa yang harus dia lakukan? Apa yang harus ia katakan lagi?
Baiklah, Zefanya Natalia Wijaya. Tarik nafas, hembuskan perlahan. Kamu pasti bisa, Ze! Batinnya sembari menarik nafas dalam-dalam.
"Aku memang ingin menikah." Lagi-lagi, Zefa menelan ludahnya kasar. Jantungnya terasa berdetak lebih kencang dari biasanya. "Tetapi tidak dengan mu, Bian."
"Ma...mak...sud mu apa?" Tanya Fabian. Tangannya tanpa sadar melepaskan genggaman mereka.
"Aku akan menikahi seorang pria pilihan orang tuaku." Ucapnya sembari menundukkan kepalanya dalam. Dia tidak berani melihat wajah terluka Fabian yang tengah menatapnya.
"Kamu pasti bohong kan, Ze?" Zefa menggeleng sebagai jawaban. Membuat hati Fabian terasa sakit. Jadi, wanita yang sangat dicintainya ini akan menikah dengan pria lain? Wanita yang telah merebut hatinya selama lima tahun ini, akan menikah! Dan bukan dengan nya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Husband
RomanceAku tidak menginginkan pernikahan ini. Sama sekali tidak pernah terlintas dipikiran ku untuk menikah dengan pria kaku sepertinya. Membayangkan saja aku tidak pernah. Kami bagaikan air dan minyak. Tidak akan pernah bisa bersatu. Dan, kenapa aku harus...