Chapter 5

9 0 0
                                    

*1 tahun yang lalu

Aku bergegas menutup toko, kemudian membuka pagar ke lantai 2. Lantai 2 rumahku memang terpisah dengan lantai 1 yang kujadikan sebagai toko pakaian. Terlihat ribet, memang. Tapi, aku sudah memperhitungkan banyak hal sebelum memilih bangunan ini. Pertama, zona kerja dan zona pribadiku terpisah. Kedua, kalau jelek-jeleknya aku bangkrut, lantai 1 masih bisa kusewakan. Sejak 3 tahun lalu kawasan ini telah menjadi kawasan perkantoran yang ramai. Rumahku terlihat imut di antara bangunan-bangunan bertingkat di seberang jalan. Untung saja deret bangunan rumahku ini memang ditargetkan sebagai hunian, toko, dan restoran yang semua bangunannya tidak lebih dari 3 lantai. Harga sewa bangunan di sini sangat cukup untuk menghidupiku.

Belum juga aku meregangkan tubuhku, ponselku berbunyi.

"Halo, Ya? Kamu udah denger kabar belum?" sebuah suara yang nyaring melengking mampir ke gendang telingaku.

"Kabar apa, Wa?" tanyaku sambil agak menjauhkan ponsel dari telingaku.

"Kak Danan!" seru Iwa.

"Kenapa sama Kak Danan? Dia mau nikah?" tanyaku, hatiku sedikit mencelos membayangkan hal itu.

Aku sudah tidak berhubungan lagi dengan Kak Danan, tapi aku yakin dia tahu bahwa aku menyukainya. Diamnya dia kuanggap sebagai tanda bahwa dia tidak ingin membawa hubungan pertemanan kami ke arah romantis. Aku sudah lama menyerah mengharapkannya. Bahkan, akhir-akhir ini aku sering memimpikan dia menikah dengan temanku, selalu teman yang berbeda di setiap mimpi. Aneh!

"Bukan! Kayaknya Kak Danan ga laku-laku kayak kamu deh, Ya!" semprot Iwa jujur.

"Enak aja! Aku bukannya ga laku! Aku belum pengen nikah aja!" semburku tidak terima.

Lagi pula, 29 tahun kurasa masih muda untuk ukuran orang zaman sekarang. Aku tidak terburu-buru untuk menikah meskipun Iwa dan Ami sudah hamil anak kedua.

"Ya ... ya ... ya ...! Balik lagi ke Kak Danan! Kamu tahu kan kalau udah beberapa tahun ini dia jadi manajer di bank M? Nah, kabarnya dia mau dipindahin ke cabang di daerah kamu!" cerita Iwa berapi-api.

"Oh! Lantas kenapa?" tanyaku masih bingung.

"Ya, siapa tahu kalian ketemu. Kan, kalian berdua sama-sama ga laku, tuh. Siapa tahu jodoh, terus nikah deh!" jawab Iwa tanpa tedeng aling-aling.

"Kalau ga inget kamu lagi hamil, inginku berkata kasar! Ga semudah itu, Iwa. Kamu tahu sendiri kan kalau kisah kami itu ga berhasil, bahkan prematur banget buat disebut sebagai kisah. Kakak adekan aja bukan. Kami berdua cuma alumni dari sekolah yang sama. Itu aja! Aku ga mau sakit hati karena berharap terlalu tinggi pada hal yang aku sendiri tahu tidak akan berhasil," tandasku.

"Terserah kamu aja,Ya. Aku cuma mau kasih kabar itu. Dahh!" putus Iwa tanpa menunggu balasanku.

Rayanya Hati DananWhere stories live. Discover now