Danan POV
*11 tahun yang lalu
Beberapa hari ini aku sibuk dengan kegiatan praktikum di kampus. Aku jarang mengecek media sosialku. Karena sudah mulai senggang, aku berencana mengecek email sekalian laman Facebook-ku.
Ada sebuah notifikasi permintaan pertemanan. Kuarahkan kursor untuk mengeklik notifikasi itu.
"Naraya Karuna?"
Aku terkejut membaca permintaan pertemanan itu. Langsung saja aku klik tombol Terima dan kuarahkan kursor untuk melihat profilnya. Foto profilnya membuat kerinduanku terhadap Raya kembali menguar. Sudah hampir satu semester aku menenggelamkan diri dalam kegiatan di kampusku untuk melupakan Raya. Sekarang, justru Raya sendiri yang berusaha menggagalkan usahaku.
Raya tampak tersenyum menampilkan lesung pipinya. Wajahnya natural tanpa make up dan justru membuatnya semakin manis dan polos. Kulihat timeline-nya sebagian besar berisi tentang fashion. Entah foto-foto dari majalah atau foto teman-temannya yang menampilkan gaya pilihan Raya.
Aku berusaha mencari tahu lebih lanjut tentang Raya. Dari profilnya, aku tahu bahwa dia tengah single. Mungkin Raya sudah putus dari Ardi. Aku jadi merasa bodoh karena telah berlarut-larut patah hati.
Setiap hari aku selalu mengecek media sosial Raya. Memantau semua kegiatannya. Akhirnya aku tahu bahwa Raya memang memiliki minat terhadap fashion. Bahkan, beberapa kali kulihat dia mengikuti lomba fashion. Bukan sebagai model, tetapi sebagai penata busana.
Beberapa hari kemudian aku mendapat sms yang lebih mengagetkan dari notifikasi permintaan pertemanan itu. Raya, Raya sendiri yang mengirimkan sms untukku.
"Selamat siang Kak Danan. Aku Raya, adik kelas kakak di SMA. Maaf kalau aku tiba-tiba mengirim sms ini. Aku dapat nomor Kakak dari Ami. Aku hanya ingin bertanya tentang perkuliahan, Kak. Mudah-mudahan Kak Danan senggang."
Aku yang kala itu sedang minum, hampir saja memyemburkan minumanku. Kutepuk-tepuk pipiku. Apa aku sedang bermimpi? Segera kubalas sms dari Raya.
"Raya yang dulu kelas XI.1 bukan, ya? Aku ga keganggu kok. Mau tanya soal apa?"
Dan sms itu menjadi awal dari sms-sms kami lainnya. Raya benar-benar bertanya tentang kehidupan perkuliahan. Bagaimana mengatur waktu menjelang Ujian Nasional, apa yang harus diperhatikan saat ingin memilih kampus dan jurusan, serta banyak pertanyaan serupa.
Aku berusaha membalas pesannya dengan sejelas-jelasnya. Raya selalu mengakhiri pesannya dengan ucapan terima kasih. Dia tidak pernah menanyakan pertanyaan lain di luar itu, membuatku tidak bisa membawa percakapan kami ke arah yang lebih akrab. Raya seperti membangun tembok tinggi sehingga aku tidak bisa berbuat lain selain membalas hanya yang ia tanyakan.
Kudengar Raya diterima di universitas negeri yang hanya berjarak 2 jam dari kampusku. Aku tahu itu saat mengucapkan selamat atas kelulusannya. Sejak lulus, aku masih berkirim pesan dengan Raya. Tidak sesering sebelumnya. Kami hanya bertanya kabar dan kegiatan kuliah. Aku jadi tahu kalau Raya berteman dekat dengan Arya. Salah satu teman sekelasku saat kelas XI.
Dari Arya-lah aku sering menanyakan kabar Raya. Tentu dengan cara yang berputar-putar agar tidak tampak mencurigakan walaupun aku yakin kalau Arya mengetahui maksudku karena beberapa kali dia menceritakan kegiatan yang diikuti Raya tanpa kuminta. Aku hanya gigit jari setiap Arya terang-terangan meledekku soal Raya. Aku berhasil memintanya berjanji untuk tidak mengatakan tentang perasaanku yang sesungguhnya kepada Raya.
YOU ARE READING
Rayanya Hati Danan
Short StoryTentang cinta pada pandangan pertama Tentang cinta yang belasan tahun tak bertaut Tentang perasaan yang tak memudar oleh waktu Tentang Raya dan Danan yang akhirnya menemukan hati satu sama lain setelah melewati hati yang salah dan patah