Chapter 8

8 0 0
                                    

*2 minggu yang lalu

"Ya, kamu udah nyobain es krim di kios depan itu?" tanya Kak Danan saat makan siang denganku di toko.

"Belum. Aku nggak terlalu suka yang manis-manis, Kak," sahutku sambil tersenyum.

"Tapi ada varian rasa yang nggak terlalu manis kok," tukasnya.

"Kak Danan pengen makan es krim? Kak Danan beli aja buat diri sendiri. Aku nggak usah, Kak. Aku bener-bener nggak terlalu suka makanan manis," elakku.

"Cobain dulu, ya," paksanya.

"Oke deh. Kak Danan yang pilih tapi, aku nggak terlalu ngerti sama rasa-rasa es krim zaman sekarang. Varian rasanya banyak banget," ujarku menyerah.

Aku memandangi sosok Kak Danan dari dalam tokoku. Dia terlihat sedang memilih-milih es krim yang dia mau. Saat seperti ini, Kak Danan seperti anak kecil. Aku tahu kalau dia sangat suka dengan es krim, cokelat, kue, dan segala makanan yang manis. Aku tahu itu sejak masih SMA. Dan sekarang aku jadi semakin tahu karena setiap kali makan bersamanya, dia selalu pesan dessert. Untung saja dia rajin berolahraga bersama anak buahnya. Kalau tidak, kurasa dia akan seperti om-om buncit yang sering kulihat di gedung perkantoran di seberang jalan.

"Ini! Es krim rasa matcha. Nggak terlalu manis. Kamu pasti suka, Ya!" ujarnya menyorongkan es krim cone kepadaku.

"Kenapa beli yang cone, sih, Kak," keluhku.

Aku tidak terlalu pintar makan es krim cone. Pasti akan belepotan di wajah dan bajuku. Kebiasaan burukku sedari kecil yang masih terbawa sampai sekarang. Masa iya, aku harus makan es krim cone pakai sendok. Pasti tidak lucu. Bisa-bisa aku akan ditertawakan oleh Kak Danan.

"Es krim cone adalah es krim paling enak, Ya! Kamu harus belajar menikmati kelezatannya," ujar Kak Danan sambil memakan es krim bagiannya, cokelat dan stroberi, tipikal dia sekali.

Aku mulai menjilati es krim bagianku. Hmmm .... Lumayan, tidak terlalu manis seperti es krim yang pernah aku coba. Lidahku cukup bisa menerima rasa es krim ini.

"Gimana? Enak, kan?" tanya Kak Danan, menunggu reaksiku.

"Lumayan! Nggak terlalu manis, jadi enggak enek," sahutku masih sibu dengan es krimku.

Kak Danan sendiri sudah menghabiskan es krimnya. Cepat sekali! Aku rasa es krim itu langsung ditelannya masuk ke dalam perut, tanpa dinikmati rasanya.

"Kok makannya belepotan sih, Ya? Kayak anak kecil," ujar Kak Danan.

Tangan Kak Danan terulur, mengusap es krim di sudut bibirku. Sontak aku mundur karena terkejut. Aku memang sudah berusaha keras untuk mematikan perasaanku pada Kak Danan. Dosis skinship seperti ini tentu saja tidak baik untuk usaha kerasku. Bisa-bisa pertahanku jebol tanpa ampun. Yang membuatku lebih terkejut lagi, Kak Danan menjilat es krim itu dari tangannya. Stop! Jeritku dalam hati kepada hatiku yang berdetak kencang tidak menentu.

"Hmmm. Enak emang, enggak terlalu manis. Cocok buat selera kamu," ujarnya sambil tersenyum.

"Ihhhh ...! Itu kan jorok sih, Kak!" seruku, berusaha menutupi bunyi detak jantungku.

"Hahahaha ... enggaklah, Ya," tukas Kak Danan sambil tersenyum kecil.

Tring! Ponsel Kak Danan berbunyi dan sebuah pop up notifikasi pesan pun muncul. Dia segera membuka pesan itu. Kuperhatikan raut wajahnya berubah menjadi mendung.

"Aku harus segera balik ke kantor, Ya," ujarnya sambil mengemasi sampah es krim dan membersihkan tangannya menggunakan tisu.

"Oh, oke, Kak. Makasih buat traktiran es krimnya," ujarku sambil tersenyum.

"My pleasure," balasnya singkat sebelum berjalan keluar dari toko.

Aku rasa pesan itu bukan dari kantor, bahkan tidak berhubungan dengan masalah di kantor. Akhir-akhir ini Kak Danan memang agak terlihat sedih. Setiap akhir minggu dia juga tidak pernah pergi ke tempat pacarnya. Bagaimana aku tahu? Karena Kak Danan selalu datang ke tokoku meski akhir minggu. Bahkan, dua kali Kak Danan menghabiskan harinya di tokoku, mengajakku makan siang, menungguiku melayani pelanggan, dan mengajakku makan malam bersama.

Aku tidak bertanya.Selain tidak ingin tahu, aku juga tidak ingin mengharapkan apa pun. Aku tidakingin terluka seperti sebelum-sebelumnya. Aku rasa belasan tahun menunggunyasudah cukup. Aku harus keluar dari bayang-bayang cinta pertama dan membukalebaran baru kisahku. Sulit sih sebenarnya karena aku hampir tidak pernahbertemu lelaki lain.

Rayanya Hati DananWhere stories live. Discover now