*2 bulan yang lalu
"Hai, Ya!" sapa Kak Danan dari dalam mobil yang dikendarai perlahan di sebelahku.
"Oh, hai Kak!" balasku sambil tersenyum.
Sejak membeli kado untuk pacarnya, Kak Danan sering menemuiku saat jam istirahat siang atau sepulang kerja. Dia bilang dia sangat senang melihatku di kota ini. Di sini dia tidak punya teman sehingga dia senang dapat berbincang-bincang denganku membicarakan kota kami dulu dan kenangan masa sekolah. Sesekali dia bercerita tentang pacarnya. Pacarnya juga bekerja di bank, namun bukan bank yang sama dengannya. Pacarnya bekerja di cabang bank B yang jaraknya dua jam perjalanan dari sini, tanpa macet tentunya. Mereka hanya bertemu di akhir minggu. Jadi, dia lebih sering menghabiskan waktunya denganku.
Seandainya aku tidak memiliki perasaan apa pun kepadanya, tentu kebersamaan kami akan terasa lebih menyenangkan. Sayangnya, aku dan hatiku masih sebodoh belasan tahun lalu. Kalau mengutip puisi karya Aan Mansyur, mungkin perasaanku kepada Kak Danan seperti umbi-umbian.
"Ada saat kau menemukan cinta adalah umbi-umbian di lemari pendingin. Mereka tiba-tiba bertunas meskipun sudah lama lupa rupa dan aroma tanah."
Semakin sering Kak Danan menemuiku, semakin aku ingin terus bersamanya. Duhhhh ... tolol sekali aku dan perasaanku.
"Besok sibuk, nggak?" tanya Kak Danan sambil menghentikan mobilnya.
"Kayak biasa aja, Kak. Buka toko trus nunggu ada yang terjerumus masuk ke tokoku," ujarku berusaha bercanda untuk menutupi kegugupanku setiap menatap matanya.
"Kalau gitu, aku mampir pas jam makan siang, ya! Aku mau traktir kamu makan di kafe baru di gedung sebelah kantorku," ujar Kak Danan sambil tersenyum.
"Wah, asyik nih, mau dapet traktiran. Oke, besok aku tunggu, Kak," sahutku.
"Sip, deh. Hari ini nggak usah nungguin aku. Aku ada meeting sama nasabah VIP. Kamu makan siang sendiri aja," ujarnya sambil mengedipkan matanya dengan lucu.
"You wish!" ujarku, tertawa menanggapi guyonannya.
"Oke, sampai ketemu besok, Ya!" pamit Kak Danan sambil menyalakan mesin mobilnya.
"Have a nice day, Kak!" balasku tanpa bisa menyembunyikan senyuman bahagia.
Hari ini aku hampir tidak bisa fokus bekerja. Aku terus saja memikirkan bahwa besok aku akan makan siang berdua dengan Kak Danan. Berdua. Makan siang. Di kafe. Untung saja hari ini aku dibantu oleh pekerja paruh waktu karena sebentar lagi liburan Natal dan tahun baru. Kalau tidak, pasti semuanya akan berantakan.
Bukannya aku tidak pernah makan siang dengan Kak Danan. Kami sering makan siang atau makan malam bersama, berdua saja. Tetapi, selalu di hari kerja saat Kak Danan istirahat siang atau pulang dari kantor. Akhir minggu selalu menjadi waktu yang khusus ia sediakan untuk pacarnya. Jadi, besok seperti sebuah hari spesial yang aku tahu seharusnya tidak aku pikirkan dengan serius.
Pagi hari pun tiba. Aku tidak tahu berapa jam aku tidur. Tapi, kurasa tidak lebih dari 3 jam. Damn! Pasti mata pandaku akan muncul tanpa diminta. Betul saja. Aku nyaris berteriak saat melihat wajahku sendiri di cermin. Mata panda dan wajah yang puffy di hari penting ini.
Aku segera memakai masker dan menyiapkan sarapan. Setidaknya aku ingin sedikit memperbaiki penampilanku. Aku memilih pakaian yang akan aku kenakan. Pakaian cantik yang tidak berlebihan, yang tetap terlihat kasual. Aku tidak ingin terlihat terlalu desperate atau berusaha menggodanya.
Aku turun dari lantai 2, membuka gembok dan kunci toko. Dari belakang kudengar seseorang berseru.
"Woow! Kak Raya hari ini cantik banget. Mau pergi ke mana?" sapa Deva, pekerja paruh waktuku yang ternyata sudah menungguku membuka toko.
"Ah, biasa aja kok, Dev. Ini kan akhir minggu. Jadi, mood-ku agak lebih baik dari biasanya. Sayang-sayang juga baju ini udah lama enggak kupake," ujarku berusaha ngeles.
"Oh, githu ya Kak. Oke, deh. Sering-sering aja, Kak. Kak Raya itu cantik, tapi jarang dandan," ujar Deva sambil mulai menyapu lantai toko.
"Oke, deh," sahutku sambil tertawa kecil karena pujian Deva.
Aku mengambil kemoceng dan lap untuk membantu Deva membersihkan toko. Pengunjung mulai berdatangan sejak pukul 9 pagi. Untung Deva cukup sigap sehingga aku terbantu. Pukul setengah dua belas, ponselku berbunyi. Kulihat ada pesan masuk.
"Sorry banget, Ya. Rencana hari ini gagal. Pacarku ngambek. Aku harus segera ke tempatnya atau dia akan terus-terusan ngambek. Kita makan barengnya lain kali aja, ya. Aku akan traktir kamu dobel."
Hatiku agak mencelos membaca pesan itu. Kupandangi bayangan diriku pada cermin yang tergantung di dinding toko. Aku tersenyum kecut. Untuk apa aku berdandan seperti ini. Aku hanya akan bertemu dengan seorang mantan kakak kelas dan makan siang bersamanya. Tidak lebih.
Aku menyibukkan diridengan melayani pelanggan yang terus berdatangan. Aku berjanji, mulai hari iniaku akan mematikan perasaan cintaku kepada Kak Danan. Aku harus tahu diri. Kak Dananhanya menganggapku sebagai seseorang yang senang dia temui di saat dia tidakmemiliki teman di kota ini. Bodohnya aku.
YOU ARE READING
Rayanya Hati Danan
Short StoryTentang cinta pada pandangan pertama Tentang cinta yang belasan tahun tak bertaut Tentang perasaan yang tak memudar oleh waktu Tentang Raya dan Danan yang akhirnya menemukan hati satu sama lain setelah melewati hati yang salah dan patah