07 | Where u will go?

917 182 21
                                    


07. Where u will go?; Kemana kamu akan pergi?

...

Seusai melakukan ritual jamuan makan malam, Irene memilih untuk menyendiri di taman. Berbeda dengan kedua pria paruh baya yang sibuk bernostalgia, sedangkan ibunya pergi ke ruangannya untuk beristirahat. Dan Karlene, jangan ditanya dia masih setia di samping sang ayah.

Tubuh Irene terhempas pada sebuah bangku taman yang berornamen Bunga Myrthel, sejenak pandangannya menyapu hamparan Bunga Lavender kesukaannya. Perasaan yang sebenarya hancur itu seketika mereda melihat bunga-bunga yang ia tanam tumbuh begitu subur.

Namun, bagaimanapun juga dia tak benar-benar bisa menyembunyikan rasa sakitnya. Perlahan namun pasti air mata itu berlinang, menerobos dinding pertahananya. Menampakkan wajah kacau sang empunya, yang terisak-isak dengan kedua tangan meremas kuat bangku yang ia duduki.

Sedangkan keadaan di dalam beberapa orang tampak masih menikmati obrolan kecuali Steffan yang sesekali membuang tatapannya pada pintu besar di seberang.

"Ingin menambah minum, Pangeran?" Pelayan lelaki datang dari sisi kiri Steffan sembari menggenggam sebuah teko bermotif bunga berukuran sedang beralas handuk kecil. Senyumannya merekah lebar, menyambut hangat sang tamu.

"Ah, tidak. Terimakasih," tolak Steffan. Diikuti anggukan mengerti kemudian kakinya beranjak mundur beberapa langkah.

Sudah hampir sepuluh menit, gadis yang duduk di hadapannya pergi. Steffan menatap pintu besar bergagang marmer, mengharapkan kehadiran seseorang, yang nyatanya sosok itu tak kunjung datang.

Tatapan itu beralih pada tiga orang yang tengah sibuk dengan topik mereka, bahkan sama sekali tak Steffan pahami. Anehnya, Stephen—adiknya itu dapat mengikuti pembicaraan para petua. Ya, mereka memang berbeda

Stephen—lelaki yang senang berbicara itu akan selalu merasa antusias ketika melihat beberapa orang membicarakan suatu hal. Dengan segala rasa percaya diri yang berlebih, Ia akan ikut campur walaupun tak mengerti apa yang sedang dibahas.

Berbeda dengan Steffan yang justru lebih suka menyendiri dan menyukai suasana tenang, maka dari itu jika Ia dalam mode tidak ingin berbicara, Steffan akan memasang wajah garang pada siapapun yang berusaha mendekatinya.

Seperti sekarang, entah sejak kapan gadis dengan surai ikal berwarna coklat sudah berada di samping Steffan. Gadis itu mengambil posisi di sisi kiri yang sedari tadi kosong, tak berpenghuni.

"Hai, senang bisa bertemu kembali." Gadis itu tersenyum memberikan uluran tangan.

Namun, bukannya mendapat feedback, Steffan justru hanya memandang tangan tersebut tanpa berniat membalas.

"Ekhm," Steffan bergerak tak nyaman dalam posisinya. "Iya."

Gadis itu tertawa canggung karena lelaki di hadapannya tak membalas uluran tangannya.

"Okey, kuharap kau masih mengingatku."

Steffan tersenyum singkat. Rasanya tak sopan jika ada seseorang yang mencoba menyapa atau memuji tapi tidak dibalas apapun. Jadi, Steffan mencoba tersenyum walau hanya beberapa detik.

Setelah itu, Ia bangkit dan berpamitan pada Kedua pria paruh baya dan juga si bungsu Stephen.

Stephen yang mendengar penuturan sang kakak seketika menatapnya aneh. Ingin sekali lelaki itu melontarkan pertanyaan namun ketika sang ayah dan Raja Davidson mengizinkan.

Stephen harus mengatup dan membiarkan sang kakak pergi melenggang. Begitu juga Karlene yang hanya menghela napas panjang memandang punggung Steffan.

...

bersambung...


ALITHEIA [Vrene Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang