Dengan sekali tarikan, gadis itu terhuyung, susah payah mengimbangi langkah Tristan. Sekali lagi, ia menoleh ke arah pria yang masih berdiri mematung di sana, sesaat pandangan mereka beradu.
Tak ada senyuman, hanya tatapan yang sulit diartikan.
Rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal kuat hingga berwarna pasi. Tatapannya mengarah pada langkah Irene yang tertatih, sungguh jika bukan karena status ketiganya, dia tak akan bisa melihat pemandangan yang membakar penglihatannya.
Detik setelahnya, Irene memalingkan wajah. Dengan langkah tak berdaya Steffan berjalan mundur hingga punggungnya menabrak pilar. Bodoh, dia bahkan terlihat seperti pria pengecut, membawa kabur seorang gadis dan membiarkannya dalam masalah.
Tubuhnya merosot menyapa lantai marmer yang dingin. Kepala menengadah dengan mata terpejam. Sungguh hatinya berkecamuk di dalam sana, antara marah dan tak tahu harus bagaimana.
...
Hening, hanya terdengar kebisingan lalu lintas dan deru mobil yang mereka tumpangi.
Tristan yang sibuk mengemudi, dan Irene yang asyik menikmati pemandangan Kota Asteri dari balik jendela.
Tangannya menggenggam kemudi dengan erat. Kala wajah pria itu muncul dalam benaknya, deretan pertanyaan pun bermunculan. Menyesakkan pikirannya.
Kening Irene mengerut kala mendapati, jalanan yang tak menuju ke arah mansion mereka. Namun bibir yang terkontrol amarah itu, mengatup rapat tak minat bersuara.
...
Mobil mewah phantom coupe black mendarat mulus di perkarangan Kerajaan Caldwell. Sebelum beranjak keluar, Putri bungsu Steir memalingkan wajah ke arah kursi pengemudi, dengan senyuman manis.
"Sekali lagi, terimakasih Pangeran. Karena berkenan mengantarku."
Stephen Lionel, tak kalah manis membalas senyum sang Putri. kepalanya mengangguk sekali. "Sama-sama, dengan senang hati bisa membantumu Putri Steir."
"Mmm, apa kau berminat untuk singgah sebentar?"
Sejenak, Stephen melirik jam yang dikenakan. "Lain waktu saja, ini sudah memasuki jam malam untuk bertamu," tolaknya sopan.
Bukankah tidak sopan jika harus bertamu di jam malam, terlebih yang ia temui adalah seorang wanita. Sungguh, itu tak ada dalam kamus teori Stephen Lionel.
Kekehan kecil mengalun merdu dari bibir mungil Karlene, "Bukankah itu hal biasa bagimu?"
Stephen mengerutkan kening.
"Tidak juga, kalau memang sedang mendesak—ya, mungkin."
Detik berikutnya tawa pecah dari keduanya.
"Baiklah kalau begitu, sampaikan salamku pada kakak—maksudku, pada keluarga Lionel." Sahut Karlene menahan gugupnya, ugh, hampir saja dia mengatakan hal jujur.
"Tentu, sampaikan juga pada orangtuamu."
"Sampai nanti."
Karlene melangkah keluar dari mobil, melambaikan tangan setelah akhirnya mobil Stephen melaju menjauhi pelataran Istana.
"Well, dia tidak buruk." Seulas senyum kemenangan terpatri jelas pada bibirnya, tentu karena ia baru saja mendapatkan kunci masuk menuju pintu utama dengan cuma-cuma.
Sepertinya keputusan untuk dekat dengan putera bungsu Lionel adalah yang terbaik. Guna mengambil kesempatan untuk memenangkan hati Steffan.
Angin malam yang berhembus, mencubit mesra kulit luar yang tak terbungkus kain. Menyadarkan gadis itu dari lamunan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALITHEIA [Vrene Version]
FanfictionDalam kamus Yunani kuno, kata Alitheia diartikan sebagai kata sejati. Sama persis seperti sebuah kisah dari dua insan yang dipertemukan kembali saat dewasa. Semua manusia yang hidup di dunia sama saja, bukan? Mereka sama-sama memiliki perasaan, pik...