12 | Betrayal

976 174 26
                                    

Mohon maaf bila ada typo atau kesalahan apapun dari kami. Silahkan membaca! jangan lupa vote dan comment juga ya... 

...

Akhirnya sederet rangkaian acara berlalu. Kaki Irene mulai terasa kebas saat dirinya hanya diperbolehakan berdiri layaknya patung—sejak Tristan memberikan pidato. Yah, setiap anggota kerajaan yang melakukan Royal Wedding, sudah menjadi kewajiban bagi mempelai Pria atau perwakilah sang Ayah dari pengantin Wanita untuk memberikan sambutan kepada para tamu. Semua sudah Tristan siapkan, termasuk membuat selembar pidato mengenai rasa syukurnya atas acara ini. Sehingga, Davidson—selaku sang Raja merasa Tristan lebih pantas mengutarakan perasaannya.

Selepas acara pelemparan bunga, Irene memilih untuk mengistirahatkan kakinya sejenak. Ia mengambil bangku yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Tak lama, Tristan datang menghampiri sang Istri. "Kau lelah?" tanya Tristan sembari mengusap lembut pipi Irene. Sedangkan yang ditanya memutar bolamata malas, sudah tahu kenapa bertanya? Tristan tersenyum mengerti. "Baiklah, jika begitu kau istirahat saja disini. Aku akan menyapa para tamu yang lain."

CUP! Tristan mengecup singkat kening Irene. Hal tersebut membuat Irene tersentak, buru-buru Irene menghapus jejak ciuman basah pada keningnya. Menjijikan.

Niat awal Steffan ingin sekali pergi dari acara ini, namun pandangan Steffan tak sengaja melihat sebuah benda yang sudah lama tak Ia sentuh. Ya, tatapan lelaki itu terpaku pada sebuah piano yang berada di ujung ruangan. Dimana dulu, Steffan sangat menyukai alunan piano, sebab menurutnya alunan tersebut mampu membuat hatinya tenang. Tapi, sudah beberapa tahun terakhir, Steffan tidak lagi menyentuhnya.

Haruskah Steffan kembali mengasah bakat terpendamnya?

Secara tak sengaja, Steffan melihat seorang Pria berjalan melewatinya hendak menuju tempat piano.

Apa dia akan memainkan pianonya? Steffan bergumam dalam hati. Tidak mau ketinggalan kesempatan, Steffan berlari menyusul sang Pria.

"Permisi, apa kau ingin memainkan piano itu?"

Lelaki itu mengangguk. "Ya,"

"Ah, boleh aku meminta waktumu sebentar?"

...

Karlene, memusatkan pandangannya ke arah bangku dimana Steffan bertengger. Namun, Karlene tak lagi mendapati sosok bermata tajam tersebut. Lelaki yang kini menjadi incarannya sudah pergi entah kemana.

Gadis bungsu Kerajaan Steir mendecih kecewa.

"Cepat sekali menghilangnya," gumam Karlene. Dia pun berbalik, berniat menghampiri keberadaan kedua orangtuanya. Begitu Karlene sibuk mencari, tatapannya secara tak sengaja melihat seseorang lelaki—dimana lelaki itu tengah menatapnya dalam diam.

"Siapa dia? Mengapa menatapku seperti itu?" kata Karlene pelan. "Mungkinkah penggemarku? Entahlah, aku tidak peduli."

Hingga akhirnya Karlene menemukan kedua orangtuanya ditengah ruangan. Sang gadis langsung berlenggang menuju tujuan awal

Namun,

TING-TING-TING ...

Sebuah alunan piano merdu menembus gendang telinga. Membuat puluhan mata memusatkan pandangan kearah pianis yang tengah menggerakkan tangannya lincah di atas chord.

Karlene menyadari jika sosok yang Ia cari ada di ujung ruangan, seakan terhipnotis oleh suara merdu dan menentramkan. Perlahan, langkah Karlen mendekat, sebelum akhirnya sang ibu memanggil membuat si empunya nama mendesis sebal.

ALITHEIA [Vrene Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang