Kerajaan Gough
Hembusan angin yang lirih dan semakin dingin mulai menusuk, namun tak membuat pria berahang tegas dengan balutan Tuxedo hitam itu beranjak dari tempatnya berdiri, menatap lekat langit berwarna jingga cerah bersama perasaan yang tertuju pada hal menyakitkan, sungguh sampai hati yang paling dalam.
Sekilas ingatannya kembali pada Bunga Marigold yang sempat Ia berikan pada Irene, dengan harapan wanita idamannya mengerti akan perasaannya saat ini.
"Aku memang egois."
Sejenak, Ia memejamkan mata. Senyuman miris terpampang nyata pada wajah tampannya.
"Aku tak mengerti harus bagaimana... aku baru menyadari jika sebagian hidup itu tentang warna, terlihat samar, tapi membuat langit tampak indah. Itu sebabnya aku membenci senja yang datang hanya untuk sesaat."
Perlahan irisnya terbuka, kembali menatap senja yang mulai tenggelam.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Steffan bertanya ketika melihat kehadiran Stephen dari jarak tak jauh.
Langkah Stephen mendekat. "Seharusnya aku yang bertanya padamu, kau berniat melewatkan makan malam?"
Steffan mendengus kesal ke arah sang adik yang kini berdiri sejajar dengannya. "Bukan urusanmu."
"Akan menjadi urusanku ketika ayah dan ibu menyuruh para pengawal itu datang untuk memastikan keadaanmu, Steff."
Steffan melirik tajam ke arah Stephen yang dengan lancang menyahut sampagne di tangannya kemudian meneguknya hingga habis. "Emm, berapa lama kau mendiamkan sampagne ini?"
"Apa itu penting?" Sang kakak berkata tajam dan dibalas gelengan oleh adiknya.
Tatapan Steffan kembali mengarah pada jingga yang semakin menipis berganti menjadi gelap. Bahkan suasana semakin lirih hingga menjadi sunyi.
"Ck, pantas saja Irene dengan mudahnya jatuh ke tangan pria lain. Kau terlalu mengulur waktu."
Deg!
Pria itu tersenyum kecut, kalimat terakhir itu berhasil menohok perasaannya. Pada kenyataannya dirinya memang menyia-nyiakan waktu dan bersembunyi di balik rasa.
"Dimana Steffan yang kukenal, pria yang sangat angkuh dan egois. Apa kau hanya akan berhenti sampai di sini?"
Perlahan ia menggeser langkahnya semakin mendekat ke arah Steffan yang masih terdiam.
"Ayolah, jika kau masih merasa pantas untuknya, perjuangkan."
Puk!
Puk!
Puk!
Stephen mendaratkan tepukan ringan pada bahu sang kakak beberapa kali, sebelum melenggang meninggalkan Steffan seorang diri.
Seakan mengerti arah pembicaraan Stephen, sejenak Ia memutar badan menatap punggung sang adik yang semakin menjauh.
"Sedangkan aku hanya bisa memohon kepada Tuhan, aku bahkan tak tahu sejak kapan diriku menjadi seorang pengecut," monolognya.
Ia kembali membalikkan badan dan berdiri tegak menghadap langit gelap. Menarik napas panjang dan menghembuskan pelan.
"Ku harap semesta mengerti perasaanku."
👑ALITHEIA👑
Langit mulai menggelap, tak lagi sama seperti yang terlihat di Taman. Hembusan angin semakin kencang kala dirinya menutup pintu balkon kamar. Matanya kembali berkaca-kaca kala mengingat kini, Irene tak lagi sendiri di dalam kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALITHEIA [Vrene Version]
Fiksi PenggemarDalam kamus Yunani kuno, kata Alitheia diartikan sebagai kata sejati. Sama persis seperti sebuah kisah dari dua insan yang dipertemukan kembali saat dewasa. Semua manusia yang hidup di dunia sama saja, bukan? Mereka sama-sama memiliki perasaan, pik...