10 | Wedding day Part II

1K 188 35
                                    

Hayo, siapa yang masih ingat cerita ini? Apakah masih banyak peminatnya? maryamarora

...

Seluruh pandangan di dalam Cathedral segera mengarah pada pasangan yang kini tengah meloloskan langkahnya menuju altar. Melangkah beriringan saling menyamakan satu sama lain, senyuman keduanya membuat para tamu undangan menatap kagum. Eits, berbeda dengan senyuman tulus Tristan, gadis itu tampak terpaksa menyunggingkan bibir hanya demi menghidupkan sebuah drama yang telah dijalani. Meskipun begitu, tatapan Irene tetap lurus dengan jiwa yang kosong. Namun, siapa sangka jika tatapan itu akan beradu pada seorang pria bermata tajam yang tengah menatapnya sendu.

"Steffan..." bibir Irene bergerak tanpa suara. Ia melempar tatapan penuh isyarat seakan memohon pada Pria itu agar membawanya keluar dari situasi ini.

...

Di ujung sana, kue besar nan tinggi menarik perhatian ratusan tamu undangan. Kue Royal Wedding yang menjulang tinggi, berlapis tujuh tingkat, dan dihiasi oleh 900 pasta gula berbentuk bunga membuat semua orang ingin mencicipinya barang sedikit. Hiasan manis pada setiap sisi menjadikan kue tersebut terlihat sangat cantik.

Semua orang tak henti-hentinya berdecak kagum, sebagian dari mereka mulai berpikir jika Tristan cukup pandai menarik hati Irene. Mereka juga berasumsi bahwa Tristan termasuk lelaki yang paling romantis diantara ribuan pria.

Tak ada seorang pun yang menyadari bila gadis berbalut gaun pengantin itu sama sekali tak berniat untuk melakukan apapun pada kue tersebut, ingin memotongnya pun segan. Tak hanya tamu undangan yang harus menjadi korban kebohongan Irene, tapi juga kue yang sama sekali bukan selera Irene. Kegiatan memotong kue bersama sang Pria sudah menjadi kewajiban di suatu pernikahan. Hal yang paling ditunggu dalam kegiatan tersebut yaitu saling menyuapkan potongan kue bersama pasangan. Sayangnya hal itu tidak Irene lakukan bersama lelaki yang dicintai.

Dari kejauhan terdapat dua pasang mata yang memandang intens kearah gadis dengan bouqet bunga Myrtle pada tangan kanan, gaun pengantin berwarna putih serta hiasan mahkota kerajaan pada rambutnya. Entah mengapa, Steffan selalu merasa apapun yang Irene kenakan—selalu cantik. Namun sayang, gadis itu tak bisa digapai meskipun Steffan sudah berdiri tepat dihadapan Irene.

Tanpa sadar, lelaki itu tersenyum tipis. Semakin lama, Steffan memperhatikan Irene semakin nyeri pula hatinya. Pandangannya teralih—lebih memilih menundukan kepala guna menyembunyikan rasa sakitnya.

Mungkin dia lebih baik dariku, betapa bodohnya aku karena sudah membuang-buang waktu dengan bersembunyi di balik rasa ini.

...

Entah sejak kapan Stephen menatap lekat Irene yang tengah melihat ke arah sang kakak. Keningnya sampai mengerut heran melihat ekspresi gadis tersebut seakan berharap lebih pada sang kakak.

Lantas Stephen membuang tatapannya pada sang kakak dan ternyata Steffan tengah sibuk memperhatikan pengantin Wanita. Stephen berdecak sembari menggeleng. "Tch, tidak baik menatap calon istri orang dengan tatapan seperti itu," bisik Stephen.

Dirasa tak ada respon, si gigi kelinci itu mengarahkan kembali pandangannya kepada Irene.

Baiklah, aku tidak tahu situasi apa ini, kurasa ada sesuatu dalam benak Steffan, kuharap dia masih berfikir waras, gumam Stephen dalam hati.

Adu pandang mereka berakhir ketika Irene telah menginjakkan kakinya di atas altar. Berbeda dengan Steffan yang masih fokus menatap Irene.

Stephen pun masih setia mengawasi kakaknya yang tak kunjung membuang pandangan.

"Jadi, ini yang membuatmu ..."

"Diamlah."

Stephen langsung mengatup mulutnya rapat-rapat. Jika sudah begini, Stephen tak berani protes. Alhasil, Pria itu hanya mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti.

Tiba saatnya mereka mengikrarkan janji suci.

Saat yang dinanti-nanti oleh kedua belah pihak. Terkecuali Irene, yang benar-benar tak bisa dan tak ingin mengucapkannya. Mata Steffan menatap lekat wajah tegang Irene, gadis itu hanya menunduk—menatap lantai. Seakan mengerti keadaan gadis di sana, sebuah pertanyaan pun tertempel jelas pada raut wajah Steffan.

"Bersediakah engkau, Tristan Ellard untuk mengambil Irene de Steir, sebagai istri untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kalian, sesuai dengan hukum yang kudus dan inilah janji setiamu yang tulus."

Ellard tampak menyeringai bangga.

"Saya Tristan Ellard, bersedia mengambil Irene De Steir sebagai istri, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."

Sebuah senyuman lega tampak pada beberapa orang yang menyaksikan janji suci mereka, terkecuali pria yang sedari tadi tak bisa menahan sesak melihat gadis itu juga akan mengikrarkan janji.

"Bersediakah engkau, Irene De Steir untuk menerima Tristan Ellard, sebagai suami untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kalian, sesuai dengan hukum yang kudus dan inilah janji setiamu yang tulus."

Berbeda dengan Tristan, suara Irene tak langsung terdengar. Gadis itu diam dengan kedua mata menutup, menghindari tatapan sang pendeta.

Satu detik...

lima detik...

hingga dua menit...

Irene masih diam tak bergeming, lidahnya kelu, bibirnya seakan membatu. Seluruh tamu undangan menatap sang gadis was-was, suasana berubah menjadi tegang. Begitu pula dalam hati Steffan yang melihat ada secercah harapan untuk Irene menolak.

"Tolong... katakan tidak bersedia," gumam Steffan hingga matanya terpejam seolah memanjatkan doa pada Tuhan.

...

ALITHEIA [Vrene Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang