22 | The Feeling

449 81 11
                                    


- Kerajaan Gough -

Berulang kali pria itu mencoba untuk memejamkan mata, menutup dan menyingkirkan selimut dari wajahnya, bergerak kesana-kemari merubah posisi menyamping hingga telentang. Namun, pikiran jahat terus saja mengusiknya.

Setelah sekian lama, malam ini dia merasakan kembali insomnia yang lama tak menyerangnya. Penyebabnya hanya satu; Irene. Karena gadis itu, Steffan menjadi khawatir bukan main. Ia takut terjadi sesuatu dengannya.

Steffan tahu betul bagaimana sikap Tristan yang sebenarnya. Lelaki itu bukanlah lelaki baik seperti yang orang kenal.

Topeng yang ia gunakan begitu lekat, hingga orang lain tak dapat sedikitpun menemukan celah untuk bisa melihat rupa asli lelaki tersebut.

Ini semua salahnya. Andai saja Steffan tak egois untuk menghampiri gadis itu—mungkin keduanya tak akan tertangkap basah, dan membuat Tristan berpikir macam-macam.

Argh, Steffan menyerah.

Dia segera bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju meja kerja dan membuka salah satu note kecil di sana, tangannya bergerak lincah membuka lembar demi lembar dan terhenti pada lembaran yang berisi nomor dan sebuah kalimat: Sesuai yang kau minta.

Pandangannya terfokus pada satu titik. Dengan pikiran yang membuatnya bimbang, haruskah dia menghubungi nomor tersebut? Bagaimana jika tak ada respon?

Ia pun khawatir akan memperkeruh suasana jika dirinya nekad menghubungi Irene. Hal itu justru semakin membahayakan.

Tapi, hati tak sependapat dengan pikirannya, ia tak akan tenang jika belum memastikan keadaan Irene. Itu hanya akan membuat Steffan benar-benar tak tidur sampai esok pagi.

Pikirannya berkecamuk menahan perih.

Bagaimana pun seorang lelaki harus bertanggung jawab. Dia harus menghubungi Irene dan memastikan gadis itu baik-baik saja. Setelah berperang dengan pikirannya, yang di menangkan oleh tekad Steffan, ia segera meraih ponselnya dan menghubungi nomor tersebut.

Tak peduli lagi, sekalipun Tristan akan memakinya, Steffan siap menerima konsekuensi, dan ia akan berusaha menjelaskan secara perlahan, jika memungkinkan.

Hatinya resah, kala dering pertama tak juga ada respon.

Sembari menunggu, Steffan membawa langkahnya menuju jendela. Ia membuka gorden, menampakkan langit malam yang kosong tanpa bintang. Guyuran hujan juga membuat halaman Istana begitu basah. Pemandangan yang cukup membuat Steffan terpaku.

Ia semakin gelisah, kala dering kedua tak membuahkan hasil.

Baiklah, jika panggilan ketiga tak kunjung ada jawaban. Steffan akan berusaha untuk tidur. Tak peduli sesulit apapun, dia harus tetap berpikir positif.

Terdengar helaan napas pasrah dari bibir Steffan, ketika tak ada tanda-tanda jawaban dari dering ketiga. Ini adalah keputusan akhirnya. Mencoba berpikir positif, mungkin Irene tengah menyelesaikan masalah dengan Tristan secara empat mata.

'Atau ia sudah tertidur nyenyak. Jadi, dia tidak mengangk—'

"Halo?"

DEG!

Panggilan tersambung. Jantungnya berpacu dengan cepat, Steffan menarik benda pipih itu sejenak untuk memastikan jika panggilan itu benar-benar terhubung.

"Halo... siapa?"

Suara gadis yang Steffan khawatirkan, akhirnya bisa didengar tanpa ada nada gemetar. Lega, tentu, Irene terdengar jauh lebih baik dari yang ia pikirkan.

ALITHEIA [Vrene Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang