Kerajaan Caldwell,
18.20
Tak terasa hari sudah menjelang malam, langit pun menggelap tak lagi terang. Bintang-bintang bermunculan mengitari sang rembulan, tampak cantik dan begitu bercahaya.
Seseorang gadis tengah terdiam memandangi keindahan malam dari balik kaca jendela. Ia tertarik akan keindahan mereka. Sayangnya, mereka hanya bisa dipandang tanpa bisa disentuh.
Sama seperti seseorang yang selama ini mengusik pikiran Irene. Semenjak kejadian kemarin—wajah lelaki itu tak pernah hilang, barang sedetik. Perkataan, sikap ataupun tatapannya mampu membuat Irene terpaku. Bersinar seperti bintang dan damai seperti bulan.
Tak dapat dipungkiri, Irene selalu terpesona dibuatnya.
Sebenarnya telah lama ia mengenal Steffan dan sikap manis sang pangeran. Namun, saat itu dia lebih memilih diam.
Tatapan gadis itu kini beranjak pada deretan bunga pada halaman kerajaan.
Ia tersenyum simpul tatkala sebuah ingatan terlintas di benak Irene, kembali pada masa remaja keduanya—dimana Steffan pernah mengajaknya pergi ke toko bunga agar tangisan sang gadis terhenti. Terdengar cengeng dan kekanak-kanakan memang, namun saat itu Steffan begitu bingung dengan apa yang harus ia lakukan untuk meredam kesedihan Irene.
Gadis itu tengah menangis di taman seorang diri. Ia yang terkejut dengan sosok Irene pun mulai kalut, melihat keadaan gadis itu tak baik-baik saja. Niat ingin mencari kesejukan, malah di hadapkan dengan keadaan yang sulit.
Saat itu raja dan ratu Steir pergi ke luar kota tanpa sepengetahuan Irene, sedangkan kedua orangtuanya lebih memilih membawa Karlene. Beruntung, saat itu ratu Kate Lionel dan si putra sulung tengah berkunjung ke Istana Caldwell.
Perasaan kalut sang pangeran semakin menjadi-jadi ketika Irene semakin mengencangkan tangisannya, dan tanpa di duga-duga pria itu menarik pergelangan tangan Irene, membuat gadis itu terperanjat dan hanya bisa bungkam.
🍁🍁🍁
Mobil berhenti di sebuah toko bunga yang tampak elegan. Sejenak Irene mengerutkan kening ketika Steffan mengajaknya turun dari mobil dan memasuki toko minimalis tersebut.
Bola matanya berbinar, memandangi deretan bunga-bunga yang tertata elok nan cantik, aroma khas mereka menarik perhatian Irene untuk mendekat, dengan Steffan yang mengekor di belakangnya.
Pandangan pria itu tertuju pada satu bunga layu dan kusam di hadapannya.
"Lihat, bunganya layu!" ucap Steffan dengan mimik wajah yang dibuat-buat, membuat Irene memandangi bunga itu dan Steffan bergantian.
Irene yang notabenya gadis galak dan tak suka disalahkan, membalas ucapan Steffan dengan ketus, "Apa-apaan! Kau pikir aku yang merusaknya?!"
"Iya. Karena wajahmu sedih, dia jadi layu." Seketika mulut Irene terkatup.
"Coba kalau kau tersenyum, pasti... bunganya terlihat cantik." Steffan tersenyum, berhasil membuat semburat merah pada pipi Irene.
Lantas, gadis itu memalingkan wajah. Irene tak bodoh dalam menganalisis ucapan sang pangeran.
Dia sangat mengerti maksud lelaki itu. Namun, gadis itu tak kunjung menunjukkan perubahan air mukanya yang dingin. Irene berusaha menutupi rasa malunya dengan berpura-pura seakan rayuan Steffan sama sekali tak berpengaruh untuknya.
Sedangkan sang lelaki tersenyum kecil, Steffan tahu betul jika Irene tengah menahan malu, karena wajah merona gadis itu tak bisa membohonginya . Bahkan Steffan bisa membaca mata sang puteri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALITHEIA [Vrene Version]
FanfictionDalam kamus Yunani kuno, kata Alitheia diartikan sebagai kata sejati. Sama persis seperti sebuah kisah dari dua insan yang dipertemukan kembali saat dewasa. Semua manusia yang hidup di dunia sama saja, bukan? Mereka sama-sama memiliki perasaan, pik...