Thirtyone

314 39 1
                                    

Malam terasa damai dan tentram. Banyak lampu lampu dari gedung gedung terlihat menerangi setiap jalan.

Ada Jennie yang sedang menatap sendu ke arah kedua adiknya yang belum sadar itu. Tuhan memang tidak adil, kenapa mereka berdua bisa terkena kanker seperti ini? Tak bisakah takdir adik adiknya berpindah pada dirinya.

Walaupun mereka tidak memiliki hubungan darah, rasa sayang Jennie terhadap keluarga kecil nya sekarang jauh membuatnya lebih menyayangi keluarga nya saat ini.

Jennie melamun dengan pandangan lurus ke depan. Ia hanya memikirkan bagaimana dirinya dan unnie nya jika tanpa dua maknae ini? Mereka tidak akan lagi mendengar celotehan dari mulut Rosé yang cerewet itu. Dan akan di balas tatapan datar oleh Yoona jika Rosé terlalu banyak bicara.

"Yoona.. Rosé.. aku benar benar merindukan kalian. Tolong cepatlah bangun" lirih nya sedih.

Tak berselang lama pintu ruangan VVIP itu terbuka dan terlihat beberapa orang gadis memasuki ruangan itu. Mereka adalah Lisa, Yeri, Joy, Jisoo, Wendy dan Irene.

"Anyyeong unnie" sapa teman teman Rosé dan Yoona membungkuk hormat pada Jennie.

"Anyyeong" Jennie membalas nya dengan senyum kecut nya.

Lisa dan Joy langsung mendekati Rosé yang sedang terbaring lemah dengan beberapa alat yang menempel di tubuh kurusnya. Tidak jauh beda dengan Yoona yang sama seperti Rosé.

Joy mengelus rambut blonde milik Rosé dengan sayang. Dia benar benar merindukan sahabat nya. Lisa sudah menangis saat dia menyentuh Rosé dengan satu jari miliknya.

"Rosé.. kamu itu kuat...tolong cepatlah bangun, aku Lisa dan Yeri benar benar merindukan mu dan Yoona" lirih nya tetap sambil mengelus lembut rambut panjang Rosé.

Sedangkan Yeri menangis sambil memeluk lengan Yoona yang tidak berinfus.

"Yoona, kenapa kau harus seperti ini? aku benar benar merindukan mu- bogoshipo... cepatlah bangun- banyak namja jelek yang mengganggu ku... mereka juga men-cari mm-mu" Tangis Yeri benar benar menggema di ruangan ini.

Wendy, Jisoo, Irene, Dan Jennie benar benar melihat hal yang memilukan hati. Hati mereka sakit melihat sahabat adiknya menangis seperti itu. Mereka seperti kembar batin.

"Y-yoona- kenapa harus kamu? aku benar benar tidak ingin kamu pergi kemana pun..." Yeri mulai terisak keras dan langsung saja Jennie membawa sahabat adiknya ke pelukan hangat miliknya.

"Uljima... jangan menangis Yerim-ah, Yoona dan Rosé benar benar orang yang kuat" Jennie memberi kata kata penenang pada Yeri.

"Aku kesepian tanpa Rosé unnie dan Yoona..." lirihnya di sela sela isakannya.

Jennie tidak lagi membalas perkataan Yeri, dia hanya memeluk Yeri sampai Yeri merasa sudah tenang.

Tak lama pintu ruangan itu itu terbuka dan terlihat lah sosok Seulgi yang memasuki ruangan itu.

"Ahh... anyyeong Jisoo dan Wendy" Seulgi membungkuk hormat pada keduanya. Jelas saja Seulgi tidak memanggil mereka dengan sebutan 'unnie' karena Seulgi dan Wendy seumuran dan Jisoo lebih muda setahun darinya.

"Anyyeong unnie/Seulgi" ucap mereka serempak.

•••


Para sahabat Rosé dan Yoona sudah pulang kerumahnya masing masing. Ini sudah 2 hari dan belum ada tanda tanda kesadaran kedua nya.

Seulgi duduk di kursi samping ranjang yang Rosé tiduri, ia hanya menggenggam jari jari lentik Rosé dengan lembut.

Kemudian Seulgi membaringkan kepalanya di samping ranjang itu karena dia mulai merasa mengantuk.

Sebelum dia terjun ke alam mimpi nya, dia terlebih dahulu merasakan ada pergerakan kecil dari tangan Rosé. Otomatis ia menegakkan kepalanya dam melihat Rosé yang sedang berusaha membuka matanya.

"Rosé-ah..." lirih Seulgi sambil terus tetap menggenggam tangan itu.

Akhirnya Rosé membuka matanya sepenuhnya, dia menatap Seulgi lalu tersenyum tipis. Pandangannya beralih melihat ke arah samping dimana Yoona yang juga terbaring lemah di sebelahnya.

Seulgi beranjak menuju sofa berukuran besar dimana ada Jennie dan Irene yang sedang tertidur pulas. Dia menggoyangkan tubuh itu perlahan.

"Unnie... Jennie... Ro-Rosé sudah sadar" ucap Seulgi sambil terbata bata karena sangking senangnya.

Tentu saja Irene dan Jennie langsung terbangun dari tidurnya dan menuju tempat tidur Rosé dan tersenyum haru.

"Rosé-ah..." Jennie tersenyum sambil menangis, dia benar benar merindukan adiknya yang satu ini.

Begitupun Irene yang juga tersenyum sambil mengelus rambut Rosé.

"Aku akan panggil kan dokter" ucap Irene lalu menekan tombol di samping ranjang Rosé.

Tak butuh waktu lama, seorang dokter dan suster memasuki ruangan itu dan langsung saja memeriksa keadaan Rosé.

"Nyonya Bae, bisa kita bicara sebentar?" ajak dokter tersebut pada Irene.

"Baik dok,mari.."

"Begini nona, untuk keadaan Nyonya Park masih ada 50% untuk harapan hidupnya. Jika kita melakukan cuci darah dan kemoterapi secara rutin maka ada kemungkinan Nyonya Park akan sembuh" ucap dokter tersebut.

"Saya harap Anda dapat memutuskannya dengan cepat nona, karena leukimia adalah penyakit yang cepat berkembang" penjelasan terakhir sang dokter lalu meminta izin dan berlalu pergi.

Irene kembali masuk ke ruangan VVIP itu, ia hanya menatap Rosé yang juga sedang menatap dirinya.

"Apa yang dokter itu katakan?" Tanyanya dengan takut takut.

"Hahh... Rosé-ah. Kamu mau ikut cuci darah dan kemoterapi kan?" Tanya Irene lalu mengelus rambut adiknya.

"Untuk apa aku melakukannya jika aku akan pergi nantinya?" Lirih dengan tatapan sendu.

"Apa yang kamu katakan?, Unnie tidak pernah menyuruh mu gampang menyerah seperti ini" Jennie menggenggam tangan itu sedikit kuat.

"Rosé... kamu harus coba ya? Berpikirlah positif" kata Seulgi dan tersenyum.

"Baiklah, tapi akan ku lakukan jika Yoona sudah sadar" ucap Rosé lalu beralih memandang ranjang yang ada di sebelah nya.

"Baiklah" Irene bernapas lega mendengar nya.




























•••






Sebenarnya ngerasa cringe bgt sama cerita ini. Tp bnyk yg baca jd sayang mau di unpublish😭

Apalagi ada 'hiks hiks' itu anjir. Gua ganti pake tanda - biar g gitu bgt🙂😭

I'm depression human [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang