23. Not Curse

117 18 0
                                    

"Andai kita bisa memprogram diri kita seperti robot. Mungkin kita bisa memilih untuk tetap menjadi baik dan sempurna tanpa ada kesalahan. Tetapi kita bukan robot, yang diperdaya oleh manusia. Justru kita lebih sempurna. Karena manusia yang baik bukan manusia yang tidak pernah salah. Tetapi manusia yang selalu belajar dari kesalahannya."

🌚🌚🌚

Aru tidak mendapati sosok Daisha untuk kedua kalinya di kelasnya lagi. Apa mungkin Daisha benar-benar menghindarinya kali ini? Jujur Aru merasa kelasnya sepi, bukan dalam artian apa-apa. Biasanya Daisha yang selalu heboh bertanya ini dan itu. Aru menghembuskan napasnya sebelum mengakhiri kelasnya.

Aru keluar dari kelas, melihat dua pasang manusia berjalan berdampingan. Tidak! Mereka tidak pacaran. Bahkan si gadis kentara sekali memberi jarak. Si gadis masih fokus saja berjalan lurus tanpa memperdulikan ocehan si pria.

"Daisha kamu dengar aku gak sih?" Rival bertanya kepada Daisha dengan suara yang agak besar. Sejak hari itu mereka mulai berteman.

"Iya Val, aku denger." Namun, mata Daisha tetap fokus pada jalanan tanpa melirik Rival sedikit pun.

"Kamu lagi ada masalah atau gimana? Gak mau cerita nih? Dari tadi juga di kelas salah fokus mulu."

"Ih aku cuma sedikit pusing saja, tugas aku akhir-akhir ini tuh numpuk. Mana deadline bentar lagi." Daisha meyakinkan Rival.

"Habisan kamu kerja apa sih? Terus kerja dimana? Rasain deh tuh sekarang jadi ribet sendiri."

"Dasar kamu tuh ya, bukannya malah dihibur malah makin diceramahin. Udah ah lagi males banyak ngomong. Aku duluan ya Val." Daisha melangkahkan kakinya lebih cepat.

"Eh gak mau diantar aja?" Rival sedikit berteriak.

Daisha membalik tubuhnya, tetap berjalan. Berjalan mundur. Lalu menggeleng yakin kepada Rival. Dengan berat hati Rival harus pulang sendiri lagi. Melihat Daisha yang belum begitu jauh, membuat Aru berusaha mengejarnya. Namun, sayangnya saat di belokan Aru tidak melihat sosok Daisha lagi, seperti raib begitu saja.

Saat Daisha keluar dari kampus hari sudah sore. Daisha menyempatkan mampir ke panti asuhan terlebih dahulu sebelum berangkat kerja. Seperti biasa Daisha selalu membawa makanan yang banyak. Dengan senyum sumringah dia masuk ke pekarangan panti asuhan yang sudah sering dia kunjungi itu.

"KAK ASA." Teriak bocah-bocah panti lalu pada memeluk Daisha hangat. Meski tak berpelukan lama itu sudah cukup membuat kebahagiaan Daisha bertambah. Apalagi melihat ekspresi mereka yang tersenyum manis.

"Kita masuk dulu yuk adek-adek. Pada laper gak nih?"

"LAPAR." Teriak mereka dengan suara keras.

Semua bocah dan Daisha segera masuk ke dalam rumah panti. Mereka menuju ruang makan dengan Daisha yang membagikan dengan adil jatah makanan tiap anak. Kemudian Daisha duduk di antara mereka, memperhatikan anak-anak itu makan.

"Kak Asa gak makan?" Tanya satu anak yang ada di sebelah Daisha.

"Ih kok tumben, biasa juga sampai nambah. Kakak lagi gak enak hati ya?"

"Gak gitu kakak udah kenyang tadi makan di tokonya. Gak tahan karena lapar banget."

"Kak Daisha kan emang selalu lapar. Entah kapan gak laparnya." Daisha terkekeh ringan menanggapi ucapan bocah di sebelahnya.

Lost Contact (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang