16. Crime

150 21 0
                                    

"Tuhan tidak pernah menciptakanmu untuk menghalalkan kejahatan. Kamu itu makhluk Tuhan atau makhluk siapa?"

🌚🌚🌚

"Nih tiket buat lo, jangan lupa datang ya." Daisha melirik tiket konser yang diberikan Gilang.

"Kalau aku gak mau gimana?"

"Ish kok gitu, guekan udah ngasi gratis. Kurang baik apa gue coba." Gilang mulai dramatis atau dia masih saja belum mengenal Daisha.

"Ya ampun Gila, gitu aja kepancing. Iya aku datang."

"Eh nama gue Gilang bukan Gila."

"Ya kan kadang-kadang Gila juga."

"Iya sih, lho kok gue ngaku." Gilang dua kali dibodohi oleh Daisha sementara Daisha tertawa terbahak-terbahak.

Sesudahnya Daisha pergi begitu saja meninggalkan Gilang yang merenungi kebodohannya. Daisha ada kelas bahasa Jepang hari ini. Bukan kelas wajib sih tapi wajib baginya. Apalagi ibu kandungnya sangat terobsesi dengan Jepang. Biasalah ibu-ibu ini melihat anak tetangga pernah kerja di Jepang si ibu pasti juga berharap anaknya bisa pergi ke Jepang dan bekerja di sana. Padahal cita-cita Daisha itu sederhana sekali. Daisha cuma ingin jadi ibu rumah tangga yang produktif, sesederhana itu. Tetapi yang namanya anak pasti ingin membahagiakan orang tua. Tidak hanya karena keinginan orang tuanya, Daisha juga belajar bahasa Jepang karena dia menyukainya. Daisha ingin menguasai banyak bahasa. Setidaknya bagi Daisha cuma itu kelebihan yang dia punya.

Seperti biasa Daisha pergi dengan sepeda. Untungnya jarak antara Fastco Company tidak begitu jauh dari kampusnya. Jadi Daisha cukup berani untuk mengayuh sepedanya santai. Selang beberapa menit Daisha sampai, dia memarkirkan sepedanya di tempat khusus. Daisha pikir dia sudah terlambat. Ternyata dia adalah orang pertama yang sampai di kelas. Hanya dia dan Aru sampai beberapa menit kedepan. Daisha merasa tidak nyaman hanya berdua di dalam satu ruangan dengan seorang pria.

"Dare mo inai yodesu (sepertinya tidak ada siapa-siapa)."

"Sode ne (benar)

"Bagaimana kalau kita belajar di ruangan terbuka saja Aru sensei?" Daisha tidak tahu bahasa jepangnya yang sekarang dia tanyakan, lebih tepatnya Daisha ragu dengan susunan kalimat yang ada di benaknya.

"Boleh,"

Keduanya keluar dari kelas. Daisha kantin fakultas mereka adalah tempat yang bagus untuk mereka belajar. Sebenarnya dalam segi edukasi tidak ada bagusnya sih. Kita semua tahu kantin adalah tempat yang cukup berisik. Tetapi Daisha lebih memilih ini daripada harus belajar berdua saja di ruangan kelas.

"Yakin disini?" Daisha mengangguk mantap. "Baiklah, hari ini belajarnya santai saja. Jadi kamu boleh tanya apa saja.

"Pas banget Aru sensei, Asa mau tanya sesuatu. Kalau ini susunan katanya udah bener gak sih?" Daisha menyodorkan notenya kepada Aru.

Aru mulai mengoreksi kalimata yang Daisha buat. Kemudian menjelaskan pola yang benar untuk menyusun kalimat yang Daisha maksud. Daisha mendengarkan dengan serius. Sesekali Daisha merutuk untuk dirinya sendiri di dalam hati yang masih belum sempurna dalam penguasaan bahasa Jepang.

"Wakaru (paham) ?"

"Wakarimashita (saya mengerti)."

"Gimana? Jadi ikut program ke Jepangnya?"

"Pengen sih Aru sensei, tapi bahasa Jepang Asa kan masih belum lancar."

"Dia mah gak akan bisa kak," Dari meja samping ada suara yang menyahut. Ternyata Rival. Daisha masih bingung dengan sikap anak itu ke Daisha, aneh. Dengan santainya kemudian Rival menyantap makanannya,

Lost Contact (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang