"Kamu tidak perlu tahu siapa aku. Karena hadirku bukan hanya menjadi penolong buatmu."
🌚🌚🌚
Ruangan dengan lampu redup itu lengang. Beberapa orang berdiri berjejer dengan wajah menunduk. Sementara satu pria berjas menatapi mereka satu persatu dengan wajah datar. Pria berjas yang sama sekali tidak punya ekspresi itu terlihat tenang. Tetapi semua orang yang berjajar di sana paham betul betapa marahnya pria berjas itu. Tanpa aba-aba pria berjas itu sudah menendangi mereka satu persatu dengan bengis. Tidak ada sedikitpun perasaan kasihan. Pria berjas itu masih memukuli mereka satu persatu. Lalu berhenti berjongkok di hadapan tubuh-tubuh yang telah terkapar di lantai.
"Ini semua belum ada apa-apanya dibanding saat Daisha hampir saja kehilangan nyawanya dalam kebakaran. Belum seberapa juga dengan luka bakar yang Daisha dapatkan. Dasar tidak becus." Tidak ada nada marah dalam suara pria berjas itu. Seperti percakapan biasa saja.
"Maafkan kami Tuan, lain kali kami akan benar-benar mengawasinya."
"Tidak perlu, aku tidak butuh kalian lagi. Aku bisa mengawasinya sendiri. Kalian semua kupecat.
Pria berjas hitam dengan ekspresi wajah datar itu pergi begitu saja. Dirinya tak perlu memikirkan bagaimana nasib orang-orang yang baru dipecatnya tadi. Yang dia tahu dia berhak memutuskan sesuatu berdasarkan keinginannya.
🌚🌚🌚
Daisha melewatkan kelas bahasa Jepangnya hari ini. Mungkin orang lain berpikir ini karena kejadian semalam dan Daisha ngambek berat. Padahal ada alasan lain yang tidak bisa Daisha sebutkan. Daisha membiarkan Aru terus berharap bahwa Daisha ada di tengah orang-orang yang hari ini duduk rapi di suatu ruangan untuk kelas rutin bahasa Jepang mereka. Namun, sepertinya harapannya kandas begitu saja melihat absennya Daisha.
Daisha sedang di parkiran, menatap kosong beberapa saat ke arah sepedanya. Kemudian dia melepas earphone dari telinganya hati-hati dari hijabnya takut ikut terangkat naik dan memperlihatkan auratnya. Setelah itu Daisha langsung menuju sepedanya. Dia mulai mengayuh sepedanya perlahan. Sepertinya dirinya butuh mengunjungi suatu tempat sebelum sepeda lain menyamainya dan terdengar suara agak berat yang tak asing menyapanya.
"Hai Asa, kamu mau kemana?" Bahasa Indonesianya masih terdengar payah.
"Bukan urusan kamu." ucap Daisha dingin seperti biasa.
"Masih ngambek aja sih jadi gemes." Daisha memutar bola matanya jengah. Daisha tidak menggubris Shan.
Tanpa berpikir panjang dan begitu cepat Daisha berputar arah berlawanan. Sepertinya hari ini pun dia belum bisa ke tempat itu. Shan terkejut dengan tindakan Daisha. Untungnya mereka tidak sedang mengendarai sepeda di jalan raya. Shan ikut berputar balik. Daisha sudah menebaknya. Dan tidak lagi memperdulikan ocehan pria itu. Daisha hanya fokus pada jalanan, melewati gang-gang sempit sambil sesekali tersenyum pada bocah-bocah di sana. Dan perjalanan Daisha berhenti sampai di Fastco Company saja. Kehadirannya bahkan sudah dinanti beberapa orang di sana.
"Kak Asa," salah seorang gadis kecil memeluknya.
"Kemana saja sih Kak?" Tanya salah satu bocah laki-laki di sana. Daisha perlahan melepaskan pelukannya dari si gadis kecil lalu menjawab pertanyaan bocah laki-laki di hadapannya.
"Biasa," Daisha menjawab santai. "Kayak gak tahu Kak Asa saja."
"Bisnis lagi pasti," kata salah satu bocah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Contact (Completed)
Mistério / SuspenseYou can't hide from me But i can hide from you