10. Past

181 30 5
                                    

"Bahkan jika aku bisa menggunakan time loop, aku takkan mau. Bukan karena aku membencimu. Aku hanya tidak mau membuang waktuku untuk sebuah masa lalu. Karena cukup bagiku mengetahui diriku yang sekarang sudah lebih baik dibanding dulu."

🌚🌚🌚

Daisha sedang membereskan barang-barangnya untuk dimasukkan ke dalam tas. Dia harus segera pergi dari keramaian itu. Lagipula apa yang menjadi tugasnya sudah selesai di sana. Dia sudah menyandang tasnya ingin pergi sampai dirinya harus tertahan.

"Mau kemana lo buru-buru?"

"Aku mau ke studio." Daisha refleks menutup bibirnya. Daisha lupa dia sedang berbicara dengan Rival saat ini.

"Ha? Lo buat musik memangnya?" Daisha membuang napasnya, berhubung sudah keceplosan lebih baik dirinya jujur saja.

"Aku gak buat musik. Aku cuma kadang ngisi suara buat anime yang bakal ditayangin di tv."

"Tunggu tunggu, maksud lo anime yang tayang setiap hari minggu di tvkan?"

"Iya,"

"Not bad sih, tapi emang lo gak capek? Bahkan lo gak mau ikut acara penutupan."

"Kalau dibilang capek ya capek tapi karena udah biasa ya biasa aja. So, aku boleh pergi duluankan?"

"Well, terserah lo sih."

"Oke aku pergi," Daisha sudah mulai melangkah. Namun, lagi-lagi dirinya terhenti.

"Sa," panggil Rival. "Makasih banyak untuk hari ini. Maaf juga selama ini udah nilai lo buruk."

"It's okay," Daisha berbalik. "Aku kan wakil kamu di acara ini jadi itu tanggung jawab aku juga." Daisha tersenyum lembut. "Well kayaknya aku bakal terlambat. Aku harus pergi sekarang."

"Ups sorry, please go."

Mendapat lampu hijau Daisha segera bergerak cepat. Daisha mengambil sepedanya di parkiran sampai akhirnya dia melajukan sepedanya dengan tenaga penuh di jalanan. Daisha sempat melirik jamnya sebentar. Dia masih punya waktu lima belas menit. Dengan tenaga yang tersisa dia mengayuh sepedanya lebih cepat. Saat tiba di studio yang dimaksud atau lebih tepatnya kantor salah satu chanel televisi Daisha melirik jam lagi. Syukurnya dia tidak terlambat.

"Aduh Asa, Mbak pikir kamu bakal telat. Soalnya biasa kamu datang cepat." Seseorang berujar saat melihat Daisha memasuki ruangan khusus untuk dubbing.

"Iya Mbak soalnya tadi di kampus Daisha ada acara. Daisha panitianya jadi Daisha gak bisa ninggalin tanggung jawab Daisha di sana."

"Oh gitu, yaudah langsung aja mulai." Daisha mengangguk setuju,

Sebenarnya Daisha tidak perlu melihat skripnya lagi. Soalnya Daisha langsung ingat apa yang harus dia ucapkan dalam mendubbing suara karakternya. Lagipula Daisha sudah menonton sampai tamat anime yang salah satu karakternya sedang ia dubbing dalam bahasa jepang. Daisha sendiri sangat suka menonton anime ketimbang sinetron. Sampai-sampai virus itu menular ke keluarganya dan sahabat-sahabatnya.

Daisha memulai dubbingnya dengan lancar. Paling jika sudah waktunya shalat dia akan berhenti untuk mengerjakan kewajibannya. Daisha menyelesaikan dubbingnya tepat sehabis waktu Maghrib. Tidak bertele-tele, Daisha langsung pamit pulang. Daisha sudah keluar dari gedung. Dia berharap sesampainya di rumah dia bisa mandi dengan air hangat dan menikmati Lemon Tea hangat, memperbaiki naskah dan tidur. Namun Daisha tidak akan pernah tahu jika jadinya harus begini. Seorang pria di masa lalunya muncul begitu saja di hadapannya.

"I miss you, Daisha." Jika boleh jujur Daisha paling membenci suara itu. Bukan karena Daisha membenci orangnya. Tetapi semua sudah cukup, suaranya hanya mampu membuat telinga Daisha sakit.

Pria itu dengan cepat berusaha menarik Daisha untuk direngkuh ke dalam pelukannya. Hanya saja hal itu tidak akan Daisha biarkan terjadi. Daisha segera berjongkok, agak menjauh sampai dia punya kesempatan untuk bangkit dan lari. Pria itu mengejarnya. Baiklah, Daisha akan membuktikan dirinya cukup jago dalam lari-larian seperti ini. Tidak akan Daisha biarkan pria itu menyentuhnya barang sedikitpun.

"Eh mampus, sepedaku kok enak banget aku tinggal." Daisha bergumam sendiri, masih berlari. Kecepatan berlari Daisha melambat.

"I will catch you Daisha," nyaris saja orang itu berhasil memegang pergelangan tangan Daisha.

"Never," terdengar suara seseorang yang lain.

Daisha melihat ke belakang. Seorang dengan hodie hitam yang Daisha tidak tahu itu perempuan atau laki-laki terlihat menahan pria yang tadi mengejar Daisha. Sialnya Daisha hanya bisa melihat mata dari orang yang terlihat sedang membantunya. Bahkan orang itu menginstruksi Daisha dengan gerakan kepalanya untuk pergi. Oraang itu juga mengisyaratkan untuk tidak mengkhawatirkan dirinya. Dengan ragu-ragu akhirnya Daisha pergi juga. Sayangnya karena tidak hati-hati melanjutkan aksi kaburnya Daisha terjatuh akibat dirinya yang menginjak sepatunya sendiri.

"Aduh, pake jatuh segala lagi." Telapak tangan Daisha sedikit berdarah karena itu. Daisha memperhatikan lukanya. Hanya luka kecil di rumah dia bisa segera mengobatinya.

Daisha segera bangkit duduk. Daisha ingin megikat tali sepatunya kembali, tetapi dirinya sudah keduluan orang lain.

"Biar gue aja yang ngikat. Gue kira siapa tadi yang tersungkur, ternyata lo. Udah kayak dikejar-kejar setan aja lo."

Daisha mengedipk-ngedipkan matanya. Tentu itu kedipan yang lain. Bukan kedipan genit. Lebih tepatnya Daisha tak percaya, orang yang sekarang mengikat tali sepatunya. Orang itu tidak lain tidak bukan adalah Rival. Sepertinya Daisha terlalu lelah. Mungkin saat itu dia sedang dalam mimpinya.

🌚🌚🌚

Seorang pria bisa merasakan dengan jelas suara air mengalir. Dia juga bisa merasakan tubuhnya basah. Tangannya terikat, kakinya terikat sedangkan mulutnya disumpal dengan kain. Matanya mulai terbuka. Dia bisa melihat dengan jelas sekarang. Tubuhnya diikat tepat di dalam sebuah bath-tub yang biasa digunakan saat kita ingin merendamkan tubuh kita saat sedang mandi. Suhu air masih normal. Namun, si pria mulai panik karena volume air yang semakin meninggi.

"How are you Shan? How do you feel in this situation?" Pria di bath-tub itu tidak lain adalah Shan M, yang pastinya Mnya bukan Mendes.

Shan mencoba bersuara, tetapi yang terdengar hanyalah gumaman tidak jelas. Seseorang dengan jubah semakin mendekat ke bath-up di mana Shan tidak berdaya. Orang itu tertawa miring melihat tubuh Shan mulai tenggelam karena volume air semakin tinggi.

"Oh poor you. Cause Daisha will never love you anymore. Better you die. You don't deserve to come back in Daisha's life."

Shan sudah tenggelam saat itu. Dia mencoba bersuara dan menjerit, tetapi percuma saja. Dia hanya makin merasakan air masuk ke mulutnya. Bahkan gelembung-gelembung kecil terlihat di mulutnya. Shan sudah susah bernapas. Namun, bukan malah mengurangi penderitaan, seseorang dengan jubah itu mematikan keran air dingin dan menghidupkan keran air panas. Terdengar suara tawa yang menguar ke satu ruangan gelap itu. Orang itu dengan santainya keluar dengan senyum miring.

Shan berusaha menggoyang-goyangkan tangannya yang terikat, juga melakukan hal yang sama pada kakinya. Shan juga berusaha untuk terus bernapas meski di satu sisi dia juga harus menahan air panas yang dirasakan tubuhnya. Dia ingat betul bagaimana untuk pertama kali sebuah notif masuk ke ponselnya. Orang yang berhasil mengubah hidupnya bahkan tanpa pernah bertemu langsung. Hingga akhirnya matanya tertutup, nama Daisha yang terakhir kali dia gumamkan sebelum semuanya gelap.

Mungkin dia tidak akan pernah bertemu Diasha lagi. Untuk selamanya.

🌚🌚🌚

Lost Contact (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang