Dunia berisik, apalagi ada elo.
🍁
"Ra, disuruh bunda beli Martabak bentar, gapapakan?!" Nata berteriak melawan deru motornya dan suara kendaraan Yang melintas.
Ira yang ada di boncengan Nata hanya mengangguk meski tidak terlalu mendengar apa yang dikatakan Nata.
Kalau naik motor Ira suka budek.
Nata berhenti di pinggir jalan, menghampiri pedagang Martabak yang sibuk dengan dagangannya.
"Pak!" panggil Nata.
Tidak ada jawaban, kelihatannya penjual ini sedikit sibuk.
"Bapaknya gak denger?" tanya Ira.
"Iya, sok sibuk, kayak punya cewek aja." Nata terkekeh, entahlah apa yang ia tertawakan.
"Apa hubungannya coba!"
"Eh, mau pesan apa, Mas?" tanya bapak penjual martabak ketika menyadari kehadiran dua orang di depan gerobaknya.
"Bapak jual apa?" tanya Nata.
"Martabak."
"Kelihatannya saya kesini mau ngapain?"
"Nyuci piring kali, Mas."Nata memutar bola matanya, bapak ini ngajak gelud sekali.
"Pak, saya mau beli martabak lima porsi, satu lagi jangan panggil saya MAS, saya NTTT."
"Nusa Tenggara Timur Tengah?!" tanya Ira tiba-tiba, yah, kesal saja. Nata bercandanya nggak habis-habis.
Eh, tapi emang ada Nusa Tenggara Timur Tengah?
"Bukanlah, Ra."
"Terus?" Ira menaikkan satu alisnya.
"Nata Tampan Tiada Tara!"
"Oh, Masnya dari NTT?"
Tuh, kan, bapaknya nggak nyambung lagi.
"Triple T pak, triple T!"
"Pak, tolong, yah," ucap Ira kepada bapak penjual. "Ini gak usah diladeni. Bunda dia sudah nunggu di rumah," lanjut Ira menunjuk Nata. Kalau tidak dihentikan bisa-bisa sampai malam baru selesai.
Bapak penjual Martabak itu mengangguk kemudian mulai mengemas pesanan Nata tadi.
Nata memberenggut, masih kesal dengan kejadian barusan, tak lama Ira menarik lengan baju Nata untuk duduk di sampingnya.
Sepasang anak manusia itu saling diam, memandang kebisingan ibu kota. Debu dan asap kendaraan terbang dimana-mana, menyebabkan begitu banyak polusi. Belum lagi nyanyian pengamen yang menurut Nata sama sekali tidak merdu.
Natakan apa-apa dicela.
"Eh, Ra."
"Iya, Nat?"
"Dunia berisik, yah."Apalagi ada lo, Nat.
Ira mengangguk, dunia tempatnya tinggal memang tidak pernah sepi, selalu sibuk.
Mau malam, pagi, siang, sore, seakan tidak ada istirahatnya."Tapi, Ra, seenggaknya gua bersyukur."
Nata memandang langit yang sedikit mendung, terlihat menghayati."Kan, emang harus gitu, Nat."
"Soalnya ada lo di samping gua."
'Kan, mulai gombalannya.
Meski basi, Ira tetap tersenyum."Kalau gua gak ada di samping lo emang kenapa?"
"Gua gak bakalan sebahagia ini hidup di sini, di bumi," jawab Nata dengan menatap Ira. "Cielah, kata-kata gua puitis banget, yah, Ra," lanjutnya.