"Kak Vano!"
Vano yang sedang berjalan dengan rombongannya berhenti, berbalik ke arah tempat Ira dan teman-temannya.
"Iya, Ra?"
Nata berdecih.
sok lembut.
"Laporan yang gua buat udah selesai dari kemarin-kemarin, katanya di suruh kasih ke kak Vano aja."
Vano mengangguk, tidak memedulikan tatapan Nata yang sudah ingin mencekiknya.
"Kirim filenya aja."
Nata kembali bergumam dalam hati.
Dih, sok manis.
"Ehem!" Nata berdehem pelan. "Jikalau urusan sudah selesai, kenapa masih di sini Kakak panuan yang terhormat?" ujar Nata tanpa menatap Vano.
Gio terkekeh, geli melihat wajah Vano yang tampak menahan kesal, sementara Bima hanya diam, mengamati situasi.
"Yaudah, gua duluan, Ra," pamit Gio, Ira mengangguk dengan sorotan minta maaf atas kelakuan Nata.
"Huh, untung udah pergi." Mendengar itu Ira memutar kepalanya setengah derajat menghadap ke arah Nata dengan tatapan tajam.
"Apa?" tanya Nata pura-pura tidak tahu.
"Jangan gitu dong sama kak Vano."
Nata memberi tatapan heran. "Gitu gimana?"
"Yah, gitu, ketus gitu sama kak Vano."
"Gua cuma ngelindungin apa yang gua punya."Ira memutar bola matanya, malas.
"Tapi Nat! Nggak gitu caranya," ujar Ira sedikit frustasi.
"Terus gimana? Ngebiarin lu di deketin sama orang yang berpotensi ngerebut lo dari gua?" Nata berdiri, tidak menghabiskan makanannya.
"Sans bro, sans!" Gio berhenti menggoda Lani, ia juga lelah mendengar perdebatan antara calon keluarga itu.
Gio Menepuk bahu Nata, membantu meredam sedikit kekesalan yang menguasai cowok tersebut.
Nata melangkah pergi, di ikuti oleh Gio. Ira menghembuskan napasnya kasar, duduk kembali untuk menenangkan dirinya. Bima juga ikut bangkit, berhenti sebentar di samping Ira. "Ra, Nata cuma sayang sama lo."
Ira mengangguk, sangat mengerti bahwa Nata menyayanginya. "Tapi gua capek, Bim."
Lani yang mendengar itu menatap sahabatnya dengan prihatin. "Lo capek sama Nata?"
Ira menggeleng. "Nggak."
"Terus?"
"Kesel!"Ira berdiri, meninggalkan Lani yang menatapnya dengan bingung.
"Kalau punya pacar bisa ribet gitu, yah?"
🍁
Ira duduk di bangku taman, sedikit melamun memikirkan Nata, ada apa dengan cowok itu? Kenapa akhir-akhir ini Nata sering cemburu buta? Kenapa Nata sering mengajaknya berdebat tentang Vano, kenapa cowok itu tidak pernah mengerti bahwa dia hanya berteman dengan Vano, tidak lebih.
Ira tahu, Nata menyayanginya, wajar jika dia cemburu. Tapi apakah harus sekekanak-kanakan gitu? Apa harus mengusili Vano? apa harus menyindir Vano? Apa harus menatap Vano dengan tatapan bermusuhan?
Ah, Ira pusing memikirkannya, hubungannya baru berjalan, masih beberapa bulan lagi menuju setahun, tapi kenapa terasa menyebalkan seperti ini?!
Cewek itu mengambil salah satu daun diantara beberapa daun kering yang ada di bangku taman, meremasnya sebagai ungkapan kekesalan.