Nggak papa, mungkin lo suka dia. Tapi hati lo harus tetap milik gua!
🍁
"Kamu kenapa?"
"Nggak papa."
"Yaudah, aku main basket dulu."
"Dasar cowok! Nggak peka."
Lelaki yang sudah berjalan menjauh itu kembali saat mendengar gumaman sang pacar.
"Kamu kenapa sebenarnya?"
"Nggak papa!"
"Ra, nanti kalau gua ada salah jangan kayak gitu, yah." Nata menunjuk televisi yang ada di ruang tamu rumahnya.
"Sorry, gua bukan elu."
"Kok jadi gua?"
"Yang nggak bisa diem!"
Televisi itu menampilkan adegan drama ala anak muda, dengan latar belakang sekolah. Ceritanya tentang anak muda yang penuh dengan kebucinan yang kebanyakan menggelikan.
"Ra, hp lu bunyi." Nata menunjuk handponhe Ira dengan ekor matanya.
"Dari siapa?"
"Tau, nomor baru."
"Angkat aja, Nat."Nata yang mendapat izin dengan semangat mengambil handponhe Ira, berdehem sebentar kemudian menempelkan benda pipih itu ke samping telinganya.
"Hallo dengan siapa di sana?"
"Eh, ini bukan nomor Ira, yah?"
Nata mengerutkan keningnya sebentar, lantas menjawab.
"Iya, ada apa cari Ira?"
"Iranya ada?"
Di tanya ada apa, malah balik nanya!
"Bentar!" jawab Nata ketus.
"Ra, ada yang cariin elu, nih!"
"Gak usah teriak, gua di samping lu!"
Nata terkekeh sebentar, kemudian memberikan handponhe itu kepada pemiliknya.
"Dari siapa?"
"Penjaga kantin."
"Ngapain?"
"Nagih kutang!"Ira melotot, tidak suka dengan candaan Nata.
Ira menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya, memberi isyarat kepada Nata untuk diam.
Beberapa saat kemudian, Ira kembali menyimpan handphonenya, mengganti chanel tv yang sedang menampilkan berita sore.
Aroma khas kue yang baru keluar dari oven menyeruak sampai ke ruang tengah, Asya_bunda Nata baru saja selesai mencoba resep kue kering terbarunya.
"Ra, kamu masih di rumah 'kan?!" teriak Asya, memanggil Ira untuk mencicipi kue buatannya.
Tak berselang lama Ira datang dengan diekori dengan mahkluk bernama Nata.
"Ayo coba kue buatan Bunda."
"Rasa apa, nih, Bun?"
"Rasa dengan penuh cinta!"Nata dan Ira tertawa, mencoba memakan sepotong kue buatan bunda, Nata mengangguk-anggukan kepalanya, berlagak seperti chef profesional.
"Enak, tapi sayang kuenya kering."
"Kan, Bunda emang buat kue kering, Nata." Asya memutar bola matanya, anaknya itu tidak pernah mau mengakui kelezatan masakannya, selalu saja ada sayang, tapi, dan kata kritikan lainnya. Kadang membuat Asya emosi sendiri."Gimana, Ra, enak nggak?"
"Enak, Tan."
"Ets, Bunda dong sayang."
"He he he, iya Bunda."Tak lama Asya pamit ke kamar dulu, berniat mandi dan mengganti pakaiannya yang sedikit terkena tepung.