"Dulu juga seperti ini bukan? Enam tahun lalu...."
Enam tahun lalu....
Ruang kepala sekolah, 24 desember, 10:00 WIB.
Aku berjalan dengan gugup, seluruh siswa SMA yang kulewati menatapku. Mereka melihatku dengan bingung. Seseorang yang asing di mata mereka sedang berjalan di koridor seperti aku, pasti menarik perhatian para siswa.
Setelah berbulan-bulan menjadi pasukan perdamaian BigBang, aku akhirnya kembali ke Indonesia. Tapi, kenapa jadi seperti ini? Kenapa seorang tentara lapangan sepertiku malah berjalan di koridor Sekolah Menengah Atas?
Masa kerjaku di pasukan perdamaian BigBang belum habis, tapi seorang pahlawan malah memintaku bertemu dan berbicara empat mata dengannya di sekolah ini.
Karena permintaan pahlawan, atasanku bahkan langsung memberiku tiket kapal keberangkatan pertama untuk kembali ke Indonesia.
Kalo tidak salah, pahlawan juga seumuran denganku bukan? Enaknya ... menjadi pahlawan di usia muda.
Menyatukan sebuah Negara yang berada di ambang kehancuran pasca BigBang. Terlebih lagi Negara yang dia satukan adalah negara yang terdiri dari lima pulau besar dan ribuan pulau kecil yang di pisahkan oleh birunya lautan. Benar-benar pencapaian yang luar biasa. Seorang individu yang pantas benar-benar pantas di sebut sebagai pahlawan.
Aku cukup mengaguminya atas prestasi yang dia lakukan.
Padahal sebelum dia menjadi pahlawan, kami pernah bertugas bersama di Republik Ceko pasca BigBang, tepatnya di area Z8, pusat ledakan BigBang. Aku tidak terlalu memikirkan apa yang dia lakukan di sana, tapi aku di perintahkan atasan untuk menemaninya sebagai ketua regu pengawalan.
Tapi yang menjadi pertanyaan adalah....
Apa yang seorang pahlawan butuhkan dariku?
Di saat pertanyaan itu muncul di kepalaku, telihat sepasang kekasih tengah bermesraan. Seorang siswa laki-laki tampak mendorong seorang siswa perempuan kearah dinding. Di tepi koridor dekat ruang penyimpanan yang sepi, kedua siswa itu berdiri dan saling memandang satu sama lain. Siswa laki-laki itu dengan percaya diri memberi setangkai mawar putih yang dia pegang dan di terima dengan senyum malu si perempuan.
Jangan jangan ... pahlawan ingin menikahiku.
Langkahku terhenti.
Aku memukulkan tangan kananku ke tiang koridor terdekat dengan sekuat tenaga.
Pukulan ke tiang itu mengeluarkan bunyi yang keras. Beberapa serpihan beton jatuh ke lantai saat aku menarik tanganku kembali. Sebuah rongga retak terbentuk di tempat yang sama saat aku memukul.
"Ah sialan. Ini membuatku bingung!"
Aku mengangkat suaraku dengan cukup keras. Beruntung di sini cukup sepi untuk mendengarkan suar-
Kedua pasangan yang tadi sedang bermesraan kini menatapku dengan kebingungan dan ketakutan. Tak lama kemudian mereka lari terbirit-birit ke arah berlawanan dan menjauhiku, mereka saling meninggalkan satu sama lain dan hilang entah kemana.
Aku cukup kebingungan melihat prilaku mereka.
Apa aku yang membuat mereka ketakutan?
Aku memilih tidak mepedulikan mereka dan melanjutkan langkah ke suatu.
Kemudian aku sampai di depan sebuah ruangan.
Aku mendekati pintu ruangan itu dengan perlahan. Sebuah pintu yang di dalamnya menjadi tujuanku di sekolah ini, ruang kepala sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eris Project: The Lost Memory
Science FictionPada pertengahan agustus ledakan berskala besar muncul di daratan eropa. Akibat ledakan tersebut puluhan negara hancur, populasi manusia turun tajam. Dunia dilanda kekacauan, kerusuhan, dan kepanikan. Delapan tahun setelahnya dunia kembali stabil...