Madu Sepahit Empedu 2

26 6 0
                                    

Sejak minggu lalu, setelah perjanjian yang dibuat Nabila, Salma merasa hidupnya sedikit lebih tenang. Ia membuat keputusan untuk memberhentikan mbak Putri. Bukan memecat, ia memulangkan mbak Putri kepada keluarga besar Habib Sulaiman. Wanita itu sepenuhnya hak keluarga mereka. Cukuplah ia menikmati rumah dan harta peninggalan suaminya, tak perlu di layani seperti seorang ratu. Ia melakukan itu juga lantaran tak ingin mbak Putri berpikiran buruknya tentangnya dan Nathan. Keduanya memang suami istri, tapi masih ragu untuk mengatakannya pada publik, apalagi orang-orang yang dekat dengan keluarga almarhum Habib Sulaiman. Mbak Putri sendiri mengerti dengan maksud Salma. Ia berterima kasih pada majikannya yang telah baik dan perhatian padanya selama ini. Ia doakan semoga Salma mendapatkan kebahagiaannya.

Hujan deras turun sejak ba'da ashar. Nathan yang baru saja mengurus bisnis jual beli hp-nya dengan beberapa klien pun kehujanan. Ia menepikan motornya di sebuah mini market. Ia ingat, mini market tersebut dekat rumah Salma. Diputuskannya untuk pergi ke rumah Salma, numpang meneduh sekalian menghangatkan diri. Berharap mendapatkan makanan untuk sore ini.

Klakson motor berbunyi dari halaman luar. Salma bergegas untuk keluar, melihat siapa yang datang ke rumahnya. Seorang pria berperawakan kurus dengan motor besar yang tak lain adalah suaminya, Nathan. Buru-buru ia mengikat tali piyamanya, mengambil handuk kering, kemudian membukakan pintu.

Nathan basah kuyup. Salma menyalami tangan Nathan. Belum sempat bicara banyak, lelaki itu sudah berjalan masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Salma menghela napas. Tak apa, mungkin masih butuh penyesuaian bagi Nathan menerima keadaan mereka. Dibuatkannya teh hangat.

"Aku kira kamu gak akan ke sini." Kata Salma sambil meletakkan secangkir teh hangat di hadapan Nathan. Pria itu terlihat masih sibuk mengeringkan tubuhnya.

"Di luar hujan, makanya aku ke sini." Timpal Nathan lembut.

"Ya kalau pun mau tidur di sini gak apa-apa. Aku siapin kamarnya. Lagian, malem besok kan kamu tidur di Nabila."

Spontan Nathan mengangkat wajahnya. Ia bingung, apa yang dimaksud Salma?
"Ini malem Minggu?" Tanyanya.

Salma mengangguk.

Di rumahnya, Nabila sudah memasak makanan kesukaan Nathan. Sengaja ia memasak ayam goreng bumbu asam manis dan capcai agar ketika nanti pulang, suaminya langsung menghangatkan diri dengan karya tangannya tersebut. Sayangnya ia lupa ini malam Minggu. Minggu pertama setelah ia mengatakan bahwa Nathan boleh tidur di rumah Salma setiap malam Minggu, asal malam lainnya tetap tidur di rumahnya.

Ditunggunya sang suami pulang. Sampai ba'da isya, hujan belum juga berhenti. Ia mulai cemas karena Nathan belum juga memberikan kabar kapan ia akan pulang. Sejurus kemudian ponselnya berbunyi.

Suara lembut yang mengucapkan salam tersebut menggetarkan hati Nathan. Bagaimana ia bisa menyakiti perasaan istrinya dengan berkata bahwa ia saat ini ada di rumah madunya? Di balasnya salam tersebut dengan ragu-ragu.

"Kamu dimana? Udah ba'da isya, lho. Gimana penjualan hari ini, lancar?" Tanya wanita di ujung telepon.

Nathan terdiam sesaat. "Alhamdulillah, lancar. Maafin aku ya, sayang. Malem ini kayaknya aku gak pulang ke rumah."

"Lhoh, kok begitu? Kamu pulang ke rumah mama? Kenapa gak bilang dulu? Aku udah masak, lhoh, buat kamu."

Nathan menelan liur. Sesaat tenggorokannya terasa tercekat. Ia berusaha untuk bicara jujur meskipun ada rasa menyesal tak bisa menyicipi masakan Nabila. "Aku di rumah Salma. Ini kan malem Minggu. Lagian hujan di luar deras banget. Kalau pun aku pulang, pasti basah kuyup."

Nabila tercengang mendengar perkataan Nathan. "O..oh. Iya, iya. Kalau gitu aku mau nidurin Nabil dulu." Nabila mengucap salam kemudian mematikan telepon. Ia sungguh tak menyesal memhantu suaminya berlaku adil, hanya tak habis pikir, secepat itu Nathan memutuskan tidur di rumah Salma.

The Family Of LYQAENSIFU Part IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang