Warna Cinta

35 7 3
                                    

Shah dan kedua orang tuanya datang ke Indonesia, menepati janjinya, bertemu dengan kedua orang tua Sanah---bu Lulu dan suaminya. Meski tidak bisa datang sesuai jadwal karena kesibukannya sebagai pengacara di Malaysia, lelaki itu tetap datang membawa serta semua bekal lamarannya. Tak lupa ia siapkan semua perkataan dan jawaban yang tepat jika sewaktu-waktu orang tua Sanah memberinya banyak pertanyaan.

Bagaimana pun ini adalah pertemuan pertamanya dengan orang tua Sanah. Ia hanya bisa menerka-nerka seperti apa sosok bunda yang selalu disebut Sanah sebagai ibu yang galak tapi penyayang, dan seperti apa sosok ayah yang penyabar tapi tegas tersebut. Rasa penasaran menuntun Shah dan keluarganya ke depan pintu rumah keluarga bu Lulu yang saat itu memang tengah menunggu kedatangan mereka. Senyum terbaik disiapkan Shah menghadapi keluarga Indonesia tersebut.

Ia memperkenalkan diri dan keluarganya menggunakan bahasa Inggris berdialeg Melayu. Bu Lulu bilang, tidak perlu terlalu formal. Ia suka berbahasa Melayu, jadi tidak perlu sedemikian rupa seriusnya merangkai kata dengan bahasa Inggris.

"Saya terima lamaran kamu atas putri saya. Nggak usah di tunda lagi. Jadi, kapan kalian mau menikah?" Tanya suami bu Lulu dengan santainya.

Shah menoleh ke kanan dan kirinya, kepada kedua orang tuanya. Ia tampak terkejut, tak percaya lamarannya begitu saja di terima. "Serius la ni?"
Ia menyeringai, masih tak percaya. Sejurus kemudian ia dan Sanah mulai menentukan kapan kira-kira tanggal yang baik untuk pernikahan keduanya. Shah akhirnya memutuskan bahwa tanggal pernikahan mereka adalah tanggal 16 April, bersamaan dengan hari ulang tahunnya. Sanah dan keluarganya setuju. Pesta pertama akan mereka adakan di Indonesia, di rumah mempelai pengantin wanita. Setelahnya kelurga Datin Syaharah, orang tua Shah, akan mengadakan acara resepsi juga di Malaysia seminggu setelah putra dan putri menantunya datang ke rumahnya. Mereka telah benar-benar merencanakan pernikahan dengan sangat matang untuk Shah dan Sanah.

...

Semua anggota keluarga berkumpul bersama Shah di ruang tamu, sementara Maira pamit untuk masuk ke kamar. Ia bahagia atas rencana pernikahan kakaknya, tapi rasanya kesedihan dalam hatinya sukar di tahan. Ia menangis di kamar. Membiarkan semua kekesalan dan kemarahan pada dirinya sendiri meluap naik ke permukaan. Bagaimana caranya agar ia bisa lebih tenang?

Sejurus kemudian ia melirik jam dinding. Masih pukul sepuluh pagi. Ia pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, kemudian takbir mengangkat tangan; shalat sunnah dhuha. Usai shalat air matanya masih saja berderaian. Pada siapa ia harus bercerita? Akhirnyan ia adukan semua kesedihannya pada Allah.

Saat tengah berdoa, seseorang mengetuk pintu kamarnya yang mengambang. Maira membuka mukena, memasang kembali cadarnya untuk kemudian melihat siapa di balik pintu tersebut.

"Bunda.." katanya, sedikit terkejut mendapati ternyata bundanya yang berada di balik pintu. "Ada apa?"

"Lisensi kerja kamu udah keluar. Barusan ada yang antar ke sini. Nih." Bunda menyodorkan amplop cokelat berisi lisensi kerja sebagai dokter spesialis jantung. Permintaan penempatan kerjanya di Rumah Sakit Cisarua Bogor pun di terima, dan mulai besok ia bisa datang menggunakan jubah dokternya dan punya ruangan sendiri.

Maira memeluk bundanya. Ia menangis terharu. Akhirnya setelah sekian lama berusaha belajar menjadi seorang dokter di Jerman tak sia-sia. Ia mendapatkan apa yang ia inginkan dan tentu saja telah membuat orang tuanya bangga. Ia tahu, menjadi seorang dokter bukanlah profesi yang mudah, dan untuk itu ia bersungguh-sungguh agar bisa mendapatkan lisensi kerja ini.

"Kapan mulai kerja?" Tanya bunda.

"Alhamdulillah, besok. Kalau nanti Maira harus tinggal beda rumah, boleh?"

"Kenapa dengan rumah ini? Kamu bosan? Ngerasa kurang bebas?"

"Rumah kita jauh dari Rumah Sakit Cisarua. Kalau Maira harus bolak-balik berarti makan waktu lama. Kecuali..." terdiam.

The Family Of LYQAENSIFU Part IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang