Happy and Sad Holiday in Bali

41 4 58
                                    

Bandara Ngurah Rai, Bali.

Ibu-ibu rempong sampai di Bali. Masing-masing dari mereka langsung menghubungi keluarga mereka. Bu Lulu menghubungi suaminya, kemudian ia hubungi juga anak-anaknya satu per satu. Begitu juga dengan mama Silvi dan mama Nadia yang bergantian melakukan video call dengan Nabil, cucu mereka. Sementara mama Qori dan umi Elsya santai saja. Tak lupa mereka hubungi mama Asadina dan ibu Bunga.

Selesai dengan urusan masing-masing, ibu-ibu rempong itu pergi mencari hotel terdekat untuk menikmati holiday mereka. Bersyukur sekali, kamar mereka berderet di lantai 3. Dimulai dari bu Lulu di kamar 451, mama Silvi di kamar 452, mama Qori di kamar 453, bunda Yuni di kamar 454, umi Elsya di kamar 455, dan mama Nadia di kamar 456.

Selepas shalat isya, ke-enam ibu-ibu rempong itu pergi berjalan-jalan menikmati udara Bali yang ternyata berbeda dengan udara Bogor maupun Jakarta. Senang rasanya menikmati liburan bersama-sama sesuai ekspektasi mereka. Ini baru namanya liburan.

"Cari makan, yuk! Yang murah meriah tapi tampilan mewah. Denger-denger di Bali banyak yang model begituan." Ujar bunda Yuni sambil memandangi pasir di bawah langkah kakinya.

"Kebetulan banget gua laper. Hayulah, mak!" Ajak umi Elsya, mengguncang-guncangkan lengan bu Lulu yang sedari tadi diam saja.

"Diemin ege. Si emak mah lagi mikirin lakinya." Celetuk mama Nadia.

"Husss... kayak lu kaga mikirin laki lu aja." Tukas mama Silvi.

"Dih, gua mah gak mikirin laki gua. Suka-suka dia mau ngapain. Suka-suka gua juga mau ngapain selama disini." Mama Nadia mengangkat kedua alisnya, memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku gamis ungunya.

"Oh, lu mau jadi janda ya, Nad? Baju lu aja udah ungu gitu." Celetuk mama Qori.

"Eh, iya, bener sia." Bunda Yuni tertawa.

"4nj1r! Kagalah." Tampik mama Nadia tanpa menatap teman-temannya. Ia menghela napas. Semilir angin malam di Bali ternyata begitu menyegarkan, bahkan ketika malam hari seperti ini.

"Lu, lu mau makan dimana? Kita semua pengennya makan seafood. Kalo lu nggak bisa makan seafood biar kita cari tempat makan yang lain. Lu mau soto? Apa bakso?" Tanya mama Silvi, menatap bu Lulu.

Wanita yang sudah resmi resign dari pekerjaannya sebagai guru itu sama sekali tidak menggubris teman-temannya. Mereka hendak menyeberang jalan, tapi lupa menarik lengan bu Lulu. Wanita itu menyeberang sambil melamun.

"Emaaaaakkkk!!!" Teriak mereka semua, panik, melihat bu Lulu menyeberang sambil melamun.

Sebuah motor hampir saja menabraknya. Ketika motor berada beberapa senti dari tubuhnya, bu Lulu baru sadar bahwa ia ada di tengah jalan.
"M...maaf..." ujarnya, polos.

Si pengemudi terdiam menatap bu Lulu. Entah terkejut atau berniat marah tapi tidak jadi, yang pasti pengemudi itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Teman-teman yang lain segera menghampiri bu Lulu.

"Lulu, lu nggak kenapa-napa, kan?" Mama Silvi panik.

"Bae, pasti kamu kaget, ya?" Mama Qori ikut panik.

"Mmm... gua baik-baik aja. Tanya gih sama tuh orang, ada masalah nggak? Gua nggak sengaja nyeberang, nggak tau kalau dia mau lewat." Ujar bu Lulu.

"Bapak ada yang luka, atau mungkin kaget? Maafin temen saya, ya, pak." Umi Elsya mencoba berkomunikasi dengan bapak-bapak yang masih memandangi bu Lulu tersebut.

Bapak tersebut turun dari motor. Ia mendekat pada bu Lulu dengan tatapan tak percaya. Sepasang matanya berbinar.
"Lulu..." ujarnya.

Bu Lulu menautkan kedua alisnya. Darimana bapak ini tahu namanya? Apa karena tadi mendengar Silvi menyebut namanya?
"Maaf, kita kenal?" Tanya bu Lulu.

The Family Of LYQAENSIFU Part IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang