Karena Yang Bersama Belum Tentu Cinta 2

42 6 9
                                    

Sani berjalan menyusuri trotoar jalan di sekitar mall. Ia ada janji dengan teman SMP nya di mall itu. Seorang perempuan. Sudah setengah jam menunggu, tapi temannya tak kunjung datang. Akhirnya Sani memutuskan masuk ke mall untuk sekalian mencuci mata.

Berjalan sambil melirik kanan dan kiri, Sani tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang lelaki.
"Maaf..." ujar si lelaki.

Sani mengangguk. Ia tidak memperhatikan siapa yang menabrak dan meneruskan jalannya. Hatinya masih terasa sakit jika berhadapan dengan laki-laki. Ia telah mencintai dengan sepenuh hati, tapi ternyata cinta tak sebaik itu padanya; tak membalas ketulusannya dengan ketulusan yang sama. Meski wajahnya tersenyum, ia akui batinnya menangis. Apalagi jika mengingat mall itu merupakan salah satu tempat jalan yang sering di kunjunginya bersama Rendi.

Tunggu. Rendi?

"Astaga!" Gumamnya.

Matanya melebar melihat Rendi jalan berdua dengan perempuan bernama Wilda yang kemarin ada di kontrakan itu. Keduanya tampak sedang memilih topi dan kacamata lucu. Perempuan itu memasangkan sebuah kacamata ke mata Rendi.

So sweet...

Sani jadi ingat, ketika itu...

Rendi mengajaknya untuk memilih tas sebagai hadiah hari jadi hubungan mereka yang ke delapan bulan. Sayangnya itu bertepatan dengan sakitnya. Sani radang tenggorokan. Jalan ke mall pun hanya berkeliling dan membeli tas. Rendi tak membiarkannya membeli makanan atau minuman yang biasa dibelinya. Pertama, karena ia sedang sakit. Kedua, Sani tidak bisa berhenti membeli makanan dan minuman yang ia suka jika sudah tahu rasanya enak.

Langkah kaki Sani terhenti di depan stan minuman bubble. Rendi menarik lengannya. Tak mengizinkannya membeli minuman itu.

"Sekali aja." Pinta Sani.

"G! Udah, buruan balik. Masih sakit ge bukannya istirahat malah mau beli es. Ngaco." Rendi menariknya, beranjak meninggalkan mall.

Keduanya jalan-jalan. Rendi membawa Sani berkeliling ke daerah perkampungan. Banyak hal menarik yang ditemukan Sani dalam perjalanan. Ia memeluk Rendi dari belakang sambil merebahkan kepalanya ke punggung lelaki itu. Tak henti ia ucapkan terima kasih pada Tuhan, memberikannya kesempatan mengenal lelaki sebaik Rendi; yang mau menerima kekurangannya dan mau menerima dirinya yang sulit untuk tidak berkata kasar.

Di jalan, Sani melihat ada warung kecil yang menjual es. Ia meminta Rendi untuk berhenti, tapi pacarnya itu tak mau berhenti.

"Sekali aja. Ya, ya?" Sani memukul-mukul pelan pundak pacarnya itu dari belakang.

"Apaan sih?" Tanya Rendi lembut sambil mengendarai motor.

"Sekali aja. Beli es." Pinta Sani.

"Tonjok lu!" Ancam Rendi. Sani tahu itu bukan ancaman serius. Ia tergelak mendengar ancaman Rendi barusan.

"Cuma sekali doang. Ayolah, zeyenk..." goda Sani.

"Nggak usah aneh-aneh. Tar sakit aja, bikin sw ngedrop."

"Ih, kapan?" Sani menahan tawanya.

"Halah. Waktu itu pas ujan-ujanan balik sama aku, malemnya bikin sw ngedrop."

"Kapan ya? Nggak ngerasa.." Sani pura-pura lupa.

"Waktu itu."

"Kapan?"

"Waktu itu."

"Iya, waktu itu teh kapan?"

"Ya waktu itu pokoknya mah." Rendi tak mau kalah.

"Nggak jelas.." Sani masih menahan tawa.

The Family Of LYQAENSIFU Part IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang