3

1.8K 192 37
                                    

"Minggir." Titah mutlak yang dingin khas Jihoon kini terdengar jauh lebih dingin. Jika biasanya dalam level salju musim dingin, mungkin yang kali ini lebih pantas seperti di kutub.

Jihoon sedang berjalan di koridor utama lantai kelas miliknya. Namun, banyak sekali perempuan tukang gosip yang seenaknya membuat lingkaran di tengah-tengah jalan yang memang fungsinya untuk dilewati, bukan dihinggapi.

Sontak, percakapan yang bagi mereka sangat seru itu terhenti, bisu seketika. Mereka lebih tahu untuk tidak mencari masalah dengan kepedasan dari yang kecil.

Jihoon tidak peduli dengan bisikan takut namun menjatuhkan yang selalu ia dengar dimanapun ia lewat.

"Lihatlah dia, ketemu lawan yang lebih besar saja sudah dapat dipastikan dia kalah."

"Aku tak tahan dengan lagaknya itu."

"Mending jika ganteng seperti kak Wonwoo atau kak Seokmin. Dia mah, apa?"

Tak jarang juga orang yang tak segan-segan mengatainya tanpa rasa takut. Padahal, dalam sekejap Jihoon bisa saja memasukkan mereka ke rumah sakit. Ya, mereka itu terlalu bodoh untuk mengetahui arti kata jera. Terutama yang beraninya dari belakang saja.

Berusaha meminimalisir perkelahian fisik, Jihoon biasanya tak berpikir dua kali untuk mengeluarkan kata pedasnya yang skakmat, yang selalu mampu membuat orang banyak ucap tak berkutik. Namun, kali ini, Jihoon mengabaikan mereka begitu saja.

"Sampah masyarakat tak berguna, tak seharusnya mengotori pikiranku." Begitu kata Jihoon, ketika Seokmin yang berada disampingnya bertanya. Padahal biasanya Jihoon suka sekali membalas mereka kembali karena akan menghasilkan rasa puas.

Dengan jawaban Jihoon, Seokmin tahu pasti ada sesuatu yang terjadi dengannya.

"Kau kenapa?"

"Hm. Hanya sedang tidak mood."

Seokmin tahu jika Jihoon tak memberitahu yang sebenarnya, tapi ia biarkan. Menurutnya, ia pasti akan bercerita jika sudah siap.

Sesampai mereka di kelas, Wonwoo sudah duduk di bangkunya sambil membaca buku.

Jihoon segera mendudukkan dirinya dengan kasar di bangkunya, lalu menelungkupkan kepalanya ke dalam lipatan tangan yang diletakkan di atas meja.

Seokmin menatap Wonwoo yang raut wajahnya tenang. 'Lagi-lagi hanya aku yang tak tahu masalah kalian.'

---

Di perjalanan pulang menuju rumahnya, banyak pikiran memenuhi kepala Jihoon. Bimbang lebih mendominasi. Dengan pundak yang turun, sesekali menendang pelan kerikil yang ada didepannya, ia menghela napas.

"Hei bocah kecil!" Sahut seseorang kencang.

Namun, karena sedang pusing dengan pikirannya, panggilan tersebut bahkan tak didengar Jihoon.

Hingga pundaknya didorong dari belakang.

"Hei, berani sekali mengabaikanku? Kalau dipanggil itu jawab, bocah!"

Barulah Jihoon mendongak. Melupakan masalahnya sejenak, ia menatap tajam lawan bicaranya.

"Aku bahkan tidak mengenalmu."

"Heh, asal kau tahu, kau sudah melukai siswa di sekolahku. Jadi aku kesini untuk menantangmu. Kau pikir siapa bisa seenaknya bertindak?"

"Bahkan dia yang lebih dahulu mencari masalah. Aku hanya menuruti permintaannya. Kalau dia luka, ya berarti kalah."

Kerah Jihoon ditarik. "Oh, bocah. Ayo bertanding. Bawa temanmu, 3 vs 3. Aku tunggu besok malam jam 8 di gang belakang sekolahku. Datang jika kau bukan pengecut."

Good Boy | wonhoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang