13

1.1K 158 16
                                    

.
.
.

Ibu Seokmin daritadi berjalan bolak-balik. Sang suami sampai pusing melihatnya.

"Tenanglah sedikit, sayang."

Bukannya tenang, justru sang ibu semakin gencar.

Ia menggigiti kuku jarinya.

"Dia akan kembali, aku yakin."

"Bagaimana kalau tidak? Dan lagi, dimana ia semalam?"

"Mungkin saja di rumah Jihoon atau Wonwoo."

"Kemarin aku sudah telpon mereka, tapi tidak ada yang angkat."

"Bagaimana jika coba lagi sekarang? Mereka pasti sudah pulang, malam begini."

Ibu Seokmin langsung menelpon keduanya.

Berkali-kali.

Tapi nihil.

"Aku sudah tidak tahan lagi. Ayo kita cari dia!"

.
.
.

Seokmin duduk merenung di sofa rumah Jihoon.

"Seokmin? Aku pergi dulu, ya." Jisoo meliriknya ketika hendak mengambil kunci mobil di meja makan.

Oh, ia hari ini juga tidak pergi ke sekolah, omong-omong.

"Hati-hati, Kak."

Dengan senyum tipis sebagai balasan, Jisoo pergi.

1 jam hanya dihabiskan Seokmin dengan duduk diam di sofa, tidak beranjak sedikitpun.

Seokmin menghela napasnya.

Ia sedari tadi memikirkan perkataan Bibi Soo dan juga Jihoon.

Apa sebaiknya aku balik dan meminta maaf?

Tapi rasa gengsi itu masih ada.

Apalagi, kemarin ia yang sudah membentak sang ibu dan keluar begitu saja.

Lalu, ia memikirkan bagaimana orangtuanya selalu berada di sisinya.

Bagaimana ketika dulu ia dibully, kedua orangtuanya lebih panik darinya. Bahkan, langsung berniat memindahkan sekolahnya ke tempat lain.

Bagaimana ketika ia ingin menempuh bidang yang ia suka nanti, langsung diberikan izin penuh.

Seokmin termenung akan fakta-fakta itu.

Ia beranjak berdiri dan mengambil ponsel serta mantel yang kemarin ia bawa kemari.

Masa bodo soal gengsi.

Aku akan kembali.

Dengan penuh keyakinan, ia membuka pintu dan melangkah keluar.

Tiba-tiba ponselnya berdering.

Wonwoo?

"Ada a--"

"Jihoon. Dia..."

Seokmin membulatkan matanya mendengar penjelasan Wonwoo.

Segera lupa dengan niat aslinya beberapa saat yang lalu, ia segera menuju ke tempat Jihoon dan Wonwoo berada.

.
.
.

Ketika Seokmin datang, hanya ada Wonwoo disana yang menjaga Jihoon.

Dapat ia lihat Wonwoo yang menunduk dengan kedua tangan memegang kepalanya, pertanda ia sedang dilema akan sesuatu.

"Bagaimana keadaannya?" Ia menatap lamat Jihoon yang sedang berada di kasur miliknya sendiri.

"Dia beruntung. Pukulan di dadanya tidak sampai melukai paru-parunya."

Good Boy | wonhoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang