20

1K 124 52
                                    

.
.
.

I'M BACK!!! Ada yang kangen?? :3

Semoga kalian galupa sama ceritanya...soalnya aku lupa :(

Mana ini time skip pula haha

Happy reading!

.
.
.

Sejak kedua sisi berbaur satu sama lain dalam kelompok seni, mereka semakin sering menghabiskan waktu bersama.

Awalnya merasa canggung. Bingung, antara meninggalkan anggota kelompok demi berkumpul kembali ke habitat, atau ikut dengan anggota kelompok. Karena, ya, begitu-begitu, mereka juga tahu bagaimana menghargai orang lain.

Kegelisahan tidak pernah terucap dari ke-enam pemuda itu. Namun, entah bagaimana, mereka kompak mengetahui pikiran satu sama lain.

Maka itu, mereka sudah tiga hari makan bersama di kantin.

"Sialan kau, bagaimana bisa beruntung sekali?" Misuh Wonwoo ketika Soonyoung menceritakan dirinya yang memenangkan undian akibat secarik kertas yang ia temukan di jalan.

"Mungkin aku sangat berjasa di kehidupan lampauku."

"Pfft. Kau? Sepertinya tidak mungkin." Seokmin tertawa terbahak-bahak.

Lebih dari perkiraan, obrolan dan candaan mereka cukup sesuai. Bahkan kini, Wonwoo sekalipun harus mengakui bahwa keberadaan tiga manusia tambahan itu menjadi bumbu kesehariannya.

Terkadang Seokmin menjahili Seungcheol dengan menyinggung nama Jeonghan. Yang kenal dengan orangnya memang hanya mereka berdua. Tapi, tidak melunturkan niat untuk menggoda Seungcheol.

Yang menjadi sasaran candaan itu menyengir salah tingkah. Melihat reaksi Seungcheol, tentu saja mereka semakin gencar melaksanakan aksi tersebut. Soonyoung yang paling semangat.

Sementara itu, Jihoon dan Mingyu membentuk suatu chemistry unik dengan perbedaan tinggi mereka yang signifikan. Mereka sering berdebat layaknya Tom dan Jerry. Perkelahian mereka lebih banyak yang tidak penting, sejujurnya.

Contohnya, ketika Jihoon kesal karena Mingyu yang terlalu egois.

"Cih. Maruk sekali, mengambil semua."

"Hah?" Tentu saja Mingyu bingung. Ia baru saja melemparkan bola basket ke ring ketika Jihoon tiba-tiba lewat dan mengatakannya tanpa konteks.

"Tinggi tuh harusnya dibagi."

Mingyu melongo mendengar itu.

"Pfftt..Kalau iri bilang saja."

Jihoon mengangkat tangan kanannya dan mengepalkan telapaknya membentuk tinju, sambil mencebik kesal.

Lalu ia dibuat kebingungan oleh Mingyu yang tiba-tiba berjongkok di depannya.

"Naiklah."

"Untuk apa?"

"Udaranya segar di atas sini."

Jihoon memukul pundak Mingyu, tapi menuruti perintahnya.

Lalu Mingyu beranjak berdiri.

"Tidak perlu iri. Dengan tinggimu itu, kau jadi semakin imut."

Alhasil, kepala Mingyu terkena geplakan. Ouch.

Sekarang, piggyback menjadi kebiasaan mereka. Jihoon tanpa aba-aba akan menaiki pundak Mingyu, tapi sukses langsung ditahan.

Yang lain sih, gemas. Dan mungkin, iri. Terutama Wonwoo, yang tiap kali melihat dengan kedua matanya itu pasti akan kepanasan. Oh, matanya seakan melemparkan beribu pisau tajam, ke arah Mingyu tentunya.

Pernah Wonwoo bertanya kepada Jihoon, "Aku juga tinggi. Kalau kau mau, aku bisa menggendongmu juga."

"Tidak perlu. Aku kan berat. Biar Mingyu saja yang kesusahan." Jihoon menyunggingkan bibirnya.

"Kau itu se-ringan bulu." Dan Mingyu itu justru mencuri kesempatan.

Oh, betapa Wonwoo ingin menambahkan kalimat terakhir itu.

"Sejak kapan kau menjadi puitis hiperbola?" Jihoon menatap Wonwoo aneh.

"Aku memang berjiwa puitis."

"Won?"

"Hmm?"

"Sepertinya kau terkena virus anehnya Seokmin."

Sementara itu, Soonyoung tersenyum miris. Ia teringat kembali, bagaimana dulu ia bermain bersama dengan sahabatnya.

Ia semakin yakin bahwa Jihoon ini adalah Jihoon-nya. Perasaan familiar itu terlalu mengingatkannya pada sobat kecilnya.

Begitupun dengan Seungcheol, yang semakin yakin dengan perasaan Mingyu pada Jihoon. Ia tidak tahu harus merasa senang atau khawatir.

.
.

"Ulgo Sipji Anha"

Bait terakhir dinyanyikan Seokmin dengan penuh penghayatan.

Penampilan mereka ditutup secara dramatis, dengan Soonyoung yang jatuh pada kedua lututnya, menundukkan kepalanya. Tangan kanannya meraih udara di depannya, sedangkan tangan kirinya meremas kemeja yang dikenakannya pada bagian dada.

Lampu sorot dimatikan. Seluruh ruangan itu hening. Setelah itu disambut tepuk tangan meriah.

Jihoon masih ingat jelas bagaimana ia menambah kesan dramatis ending stage mereka dengan menekan tuts kencang.

Itu tadi.

Kini mereka sudah diberikan nilai masing-masing kelompok.

Kelompok Jihoon mendapat nilai tertinggi. Antara dia dengan kelompok Wonwoo hanya berbeda satu poin.

Reaksi tercengang orang-orang tidak terlepas dari pandangan Soonyoung. Ingat sekelompok manusia yang telah meremehkannya beberapa hari yang lalu? Nah, kini mereka menjilat ludah sendiri.

Soonyoung memberikan seringai kemenangan, kemudian langsung meninggalkan tempat itu, menyisakan orang-orang yang berteriak heboh, merasa kesal.

"Ta-tadi itu, dia mengejek kita!?"

Mereka mendapat nilai terendah, omong-omong.

Soonyoung itu orangnya santai. Tapi jika berhubungan dengan hal yang dia sayangi, jangan pernah main-main. :)

.
.
.

TBC

.
.
.

Maaf pendek chapternya, pengen digabungin sama chapter selanjutnya tapi topik kejadiannya beda..yauda deh pisah aja hehe..

Next chap puanjang koq..

Double update anyone? ;)

- tan

Good Boy | wonhoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang