iii

1.1K 131 15
                                    

.
.
.

Seungcheol itu anaknya CEO perusahaan Choi yang dikenal sebagai musuh bebuyutan dari perusahaan Kim.

Bila nama perusahaan Kim terpampang di suatu media massa, maka pasti ada juga tertera nama perusahaan Choi disana.

Intinya, kedua perusahaan paling ternama di negara ginseng itu tidak terpisahkan.

Seungcheol bertemu dengan Mingyu pertama kali di acara pesta seorang milyarder.

Terpaksa ikut sebagai calon penerus perusahaan, Seungcheol jenuh setelah mengeluarkan banyak senyum palsu dan basa-basi yang memuakkan.

Ia diam-diam pergi keluar dari keramaian dan menuju ke suatu balkon di tempat tersebut, dimana suasananya berbanding terbalik.

Balkon itu cukup besar. Tentu saja, apa yang diharapkan dari tempat sewaan seorang milyader yang mampu memenuhi kebutuhan hidup tujuh-turunan?

Seungcheol menuju ujung balkon itu. Dari sana ia dapat melihat pemandangan indah dari lantai 17.

Melihat ke sekeliling balkon dan memastikan tidak ada orang, ia berteriak sekencang-kencangnya.

Uneg-uneg yang ditahannya pecah sudah.

"CHOI SIWON!!! KENAPA KAU BEGITU MENYEBALKAN? INGIN KUBOTAKI KEPALAMU YANG SUDAH HAMPIR BOTAK ITU! BERHENTI MENGURUSI HIDUPKU!"

Seungcheol mengambil jeda sejenak untuk bernapas, sebelum melanjutkan aksinya.

"AKU ADALAH AKU, BERHENTI MEMBANDINGKANKU DENGAN SI KIM ITU!"

"KAU BERISIK SEKALI, SIH?" Tiba-tiba ada teriakan kesal menyahut.

Seungcheol kaget, padahal dia sudah memastikan tidak ada orang.

Ia bingung dari mana asal suara itu.

Ia melihat ke pojokan ketika ada kepala yang tiba-tiba menyembul. Tidak lama kemudian, sosok itu berdiri dan meregangkan ototnya.

Wah, dia tidur dan berbaring di pojokan dengan jas?

Bajunya elit tapi kelakuannya sungguh tidak ada elit-elitnya, pikir Seungcheol.

"Hei, kau. Stress boleh, gila jangan. Teriakan tadi sudah seperti orang kesurupan, tahu tidak?"

Seungcheol ter-triggered, saudara-saudara.

Dia tahu siapa yang menjadi lawan bicaranya.

Kim Mingyu, calon penerus perusahaan Kim. Tingkat kebenciannya sudah sangat tinggi, walaupun baru pertama kali bertemu secara langsung.

"Oh, penerus Choi? Cih, bapak dan anak sam-sama tidak waras, rupanya."

"Diamlah. Kau tidak tahu rasanya bila ayahmu sendiri tidak menganggap semua usahamu dan malah memarahimu karena tidak dapat menjadi seperti yang dia inginkan. Apalagi bila yang dibandingkan itu adalah musuh terbesarmu."

Seungcheol melihat ekspresi wajah smug yang dipasang oleh lawan bicaranya. Sontak, langsung menambahkan, "Pasti itu kan yang kau harapkan?"

Wajahnya langsung berubah datar.

"Cih, sudah kuduga. Makanya, jangan kepedean dulu--"

"Tidak. Untuk hal itu, aku juga sama denganmu."

Seungcheol tentu tidak menyangka jawaban itu.

"Apa?"

"Aku yakin kau tidak punya gangguan pendengaran, Choi Seungcheol."

"Apa kau serius?"

Mingyu berdiri ke samping Seungcheol dan melihat pemandangan di depannya.

"Choi Seungcheol ini, Choi Seungcheol itu. Namamu tidak pernah terlepas dari ucapan ayahku. Bahkan aku sampai bingung, yang mana anaknya. Aku, atau kau?"

Tatapan Seungcheol terpaku pada Mingyu.

"Tapi setelah kudengar perkataanmu tadi, aku jadi berpikir bahwa kita berada di satu perahu. Bagaimana menurutmu?"

"Aku tidak mendapati apapun selain kenyataan bahwa kita sangat memprihatinkan." Seungcheol menghela napasnya.

Mingyu tertawa lemah, "Memang begitu adanya."

Ponsel Seungcheol menyala, menandakan ada notifikasi baru.

"Ah, aku harus kembali. Ayah mencariku."

"Hei, mari berteman." Ajak Mingyu sebelum Seungcheol melangkahkan kakinya.

"Tentu."

Mereka pun bertukar nomor ponsel sebelum akhirnya berpisah di hari itu.

Tentunya tidak ada yang benar-benar memanfaatkan nomor itu dengan baik. Hanya sekedar menambah koleksi kontak di ponsel masing-masing.

Tetapi, takdir berkata lain.

Ketika mereka beranjak SMA, mereka berada di satu sekolah.

Tidak terlalu terkejut, sebenarnya, karena sekolah mereka sekarang ini adalah sekolah unggulan di wilayah mereka.

Mereka menyadari keberadaan satu sama lain ketika menjalani masa perkenalan siswa baru. Sejak itu, mereka menjadi dekat.

Mingyu saat itu selalu bersama dengan Soonyoung. Mereka melanjutkan kenakalan mereka sejak SMP.

Kini, karena ada Seungcheol, mereka menjadi trio berandal.

Perlu diketahui, bahwa Seungcheol itu sebenarnya berada satu tingkat di atas mereka. Ia harus telat satu tahun karena saat sekolah menengah pertama awal, ia diharuskan mengikuti pelatihan khusus.

Antara Mingyu dan Seungcheol itu berjarak dua tahun. Walau begitu, Seungcheol menganggapnya sebagai teman sebaya. Begitupun dengan Soonyoung yang berbeda satu tahun dengannya.

Mereka bertiga berbuat banyak onar di sekolah itu. Terkena banyak detensi, tapi mereka tidak peduli. Bahkan, kadang-kadang mereka menyogok dengan sejumlah uang yang mampu menutup mata guru atas kejadian yang mereka perbuat.

.

"Jangan berteman dengan Kim Mingyu."

Seungcheol menyerngit sejenak, kemudian menaikkan alisnya sebelah.

"Bukannya kau sendiri yang selalu menyuruhku untuk menjadi sepertinya?"

Siwon menatap tajam anaknya.

"Kau tahu, hal yang paling krusial adalah untuk mencegah musuhmu mengetahui kelemahanmu. Secara tidak langsung, kau hanya akan menjadi beban bagi perusahaan ini, jika kau berteman dengannya."

Seungcheol menunjukkan seringai-nya.

"Tenang saja, aku menuruni kelicikanmu. Justru aku yang memanfaatkannya."

.
.
.

TBC

.
.
.

Good Boy | wonhoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang