Seorang perempuan yang bersurai pirang tersebut terlihat gelisah dan cemas. Ia terus menatap hutan, seraya menggumamkan sesuatu.
"Kumohon... Kembalilah..."
Tak lama, datang seorang wanita yang membawa beberapa dokumen di tangannya.
"Natalie," panggilnya pada gadis di depannya itu.
Gadis berambut pirang tersebut menoleh. "Ada apa, Jane?"
"Fransisco memanggilmu. Dia butuh bantuanmu untuk merawat para warga yang terluka," jawab Jane.
"Baiklah."
Natalie bergegas pergi menuju ruang perawatan. Banyak beberapa warga yang terkena luka tembak, dari anak kecil maupun orang dewasa. Natalie pun segera menghampiri seorang gadis kecil yang separuh tubuhnya penuh dengan darah. Gadis itu menangis terisak sembari memegangi lengannya yang terluka.
"Sshhh... Sudah jangan menangis..."
Natalie mengusap air mata gadis itu. Lalu ia pun mulai mengobati luka tembakan gadis kecil itu. Ia membersihkan darah di sekitar lukanya, lalu mengeluarkan pelurunya dengan sebuah alat kecil. Tangisan gadis itu semakin kencang. Raut wajah Natalie terlihat menyesal, namun ia tidak bisa membiarkan peluru itu terus bersarang di lengannya.
"Baiklah... Sudah selesai." Natalie tersenyum kecil.
Gadis kecil berhenti menangis. Ia menatap lengannya yang kini telah tertutup dengan perban.
"Ayo ikut kakak. Kamu harus membersihkan tubuhmu."
Gadis kecil itupun mengangguk. Ia mengikuti ajakan Natalie. Setelah sampai di kamar Natalie, gadis kecil itu segera pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya dari darah.
Natalie memberikan handuk dan pakaian kecil pada gadis itu. Setelah beberapa menit, gadis kecil tersebut pun keluar dari kamar mandi. Natalie melempar senyuman pada gadis kecil tersebut, namun bukannya membalas senyuman Natalie, gadis itu malah kembali menangis.
"Hey, ada apa?" Natalie panik. Tidak mungkin bukan gadis itu takut melihat senyumnya? Aneh.
Gadis itu malah semakin menangis. Natalie memeluk tubuh mungil gadis itu seraya punggungnya guna menenangkannya. Setelah beberapa menit, akhirnya ia tenang. Napasnya pun teratur. Gadis kecil tersebut tertidur. Natalie segera menggendong gadis kecil itu lalu membaringkan tubuhnya di kasur. Setelah itu, Natalie segera keluar dari kamarnya. Masih banyak pasien yang harus dirawatnya.
—Live Fast for The Moment—
10:15 PM.
"Terima kasih atas bantuannya, Natalie," ucap Fransisco, sang dokter tertua di clan tersebut.
"Tentu."
Natalie kembali ke kamarnya. Gadis kecil itu masih tertidur pulas di atas kasur. Tiba-tiba Natalie teringat akan para prajurit yang berperang. Ia kembali gelisah, mengingat Alec, adiknya ikut dalam perang. Mereka semua belum pulang sampai sekarang. Natalie pun keluar dari kamarnya dengan tergesa-gesa hingga dirinya menabrak tubuh seseorang.
"Maaf," ucap Natalie yang masih sibuk mengusap kepalanya.
Selesai mengusap kepalanya, Natalie mengangkat kepalanya, menatap orang yang ia tabrak. Seorang pria berambut coklat kemerahan dengan mata berwarna biru langit. Natalie pun segera menundukkan kepalanya, ia merutuki kecerobohan dirinya.
"M-maaf, tuan Martin..."
Pria itu adalah Martin Kameron Collins, sang pemimpin clan Vallien yang memimpin clan dari usia dua puluh tahun. Ayahnya sudah mempercayakan clan ini padanya dari usia dua puluh tahun karena Martin tergolong anak yang cerdas, lebih tepatnya genius. Ia bahkan pernah lompat kelas saat SMP dan SMA. Selain itu, Martin menyelesaikan kuliahnya dalam dua tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Live Fast for The Moment
Fantasy[HIATUS] Martin Kameron Collins, sang ketua clan Vallien merencanakan untuk kembali turun ke pertempuran seperti beberapa tahun yang lalu. Para warga, serta beberapa prajurit dari clan-nya disandera oleh clan Xiaa, clan yang hendak mengambil alih...